4. MEMORIES

116K 13.7K 1.3K
                                    

Tangan putih bersih itu bergerak mengusap bahu menggunakan air mawar, dia Manda, gadis manja yang hidupnya dipenuhi dengan segala kemewahan.

Mulai dari mandi, memakai seragam, menata rambut, sarapan, bahkan mengantarnya ke sekolah pun sudah ada asistennya sendiri.

Drrrt! Ponsel yang tergeletak di rak dudukan kayu itu bergetar. Manda menoleh ke kanan, mengambil ponselnya yang menyala di tengah lilin lilin aromaterapi.

Pesan dari Raga.

Aga Kesayangan 🥰🌹
Gue udah di depan.
06.49 am

Manda langsung bangkit dari bathtub berukuran besar, kemudian berdandan dan turun ke lantai satu.

"Ga usah dianter, Manda sama Aga lagi!" kata Manda tanpa menatap sang supir yang sudah bersiap mengantarnya ke sekolah.

Detik yang sama, Raga memainkan ponselnya dengan posisi duduk menyamping di atas motor sportnya yang terparkir di pelataran rumah Manda.

Bisa dibilang, ini rutinitas Raga setiap hari sejak satu tahun yang lalu. Ya, seperti pengawal pada umumnya. Antar jemput ke sekolah, menemaninya belanja, bahkan ikut pergi ke petshop untuk membeli keperluan Keke, kucing kesayangan gadis itu.

Tapi kan, udah mantan?

Ya, setidak-wajar itu memang. Raga sudah memintanya kembali berkali-kali, mencoba menjalin hubungan lagi dan memulai dari awal. Tetapi, jawaban Manda tetap lah sama.

"Balikan ya? Gue nggak suka HTSan."

"Em, Manda liat sikap Aga dulu deh!" kata Manda saat itu sambil memeluk lengan Raga. "Kalau Aga baik, nanti Manda pikir-pikir ulang."

Karenanya, Raga selalu mencoba menjadi baik untuk Manda. Meski harus digantung dalam waktu yang lama, tetapi Raga tetap saja menyukainya. Bahkan, perasaan itu masih sekuat dulu.

"Aga!" panggil Manda keluar dari rumahnya. Sepatu wedges merah muda itu terus bergerak cepat menghampiri Raga.

"Maaf ya Manda lama, tadi--"

Bruk! Manda terjerembab ke lantai karena kakinya terkilir, gadis dengan puncak rambut berjepit itu meringis kesakitan.

Sementara Raga, ia malah terbahak keras keras yang sukses membuat Manda semakin kesal.

"Ah, maaf maaf. Lo lucu," kata Raga di sela-sela sisa tawanya.

"Aga jahat banget ih, ngetawain Manda. Sakit tauk!" Manda merajuk.

"Iya, maaf." Raga segera menghampiri Manda dan membantunya berdiri, sekaligus membersihkan seragam ketat Manda seperti seorang ayah yang baru saja menolong sang putri.

Manda memekik kala luka di tempurung lututnya merenggang, ia sampai tidak berani meluruskan kakinya karena terlalu sakit. "Awch, sakit!"

"Mau gue gendong?"

***

"Pakai uang tabungan gue gapapa, Mas."

"Enggak! Enggak, Sea! Anggaran darurat masih ada kok, tenang aja." Anang menolak.

"Gaji Mas Anang maksudnya?"

Anang diam sejenak karena ucapan Sea memang benar adanya. "Lo ga sekolah?"

RAGASEA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang