1

255 20 1
                                    

Kisah bermula dimana Alfa di kehidupannya yang ke-12 kembali mengingat masalalu kelamnya, saat dirinya memutuskan untuk mulai melupakan tujuan nya yang seperti belenggu itu, tiba-tiba saja orang tuanya di kehidupannya kali ini justru kembali mengkhianati rasa hormatnya dengan berselingkuh. Hingga berakhir meninggalkan Alfa sendirian.

Hari itu biasa saja dan damai, sama seperti hari-hari biasa lainya. Alfa selalu berkutat dengan laboratorium nya. Karena meskipun ini adalah kehidupannya yang ke 12, tujuannya tetap sama yaitu menemukan kebenaran di balik kematian seluruh keluarganya. Dia selalu mengurung diri di laboratorium nya setiap ada penemuan baru yang sedang ia teliti. Jauh di dalam lubuk hatinya, Alfa merasa lelah dan ingin berhenti dalam tujuannya itu. Dia ingin sekali menjalani kehidupan yang tenang tanpa di bayang-bayangi kejadian buruk di masalalu. Pada awalnya Alfa di kehidupan yang ke 12 nya ini ingin mengubah mimpinya menjadi seorang tenaga medis agar bisa membantu orang-orang. Tapi keadaan berubah setelah sang ibu yang ia sayangi dan sang ayah yang dia hormati di kehidupan ini, keduanya berselingkuh dan meninggalkan nya sendirian. Membuat Alfa kembali merasakan sakit yang begitu dalam. Lebih brengseknya lagi mereka berdua benar-benar melakukan hal menyebalkan itu dari akarnya, bukan karena di jebak seperti orang tuanya di kehidupan pertama.

Betapa menyebalkannya lagi, meraka bersikap seperti tidak terjadi apa-apa setelah melakukan hal menyebalkan di depan anak mereka sendiri. "Tchih! Mereka gemar sekali bersandiwara!" Alfa berdecih sembari berjalan menuju ruang penelitian. Alfa terduduk sembari termenung di atas kursi labolatorium kesayangannya, meratapi kisah hidupnya yang begitu payah dan menyedihkan. Alfa merasa dirinya adalah anak termalang di dunia ini. Karena bahkan setelah kematianpun hidupnya tidak pernah merasakan ketenangan. Tetapi dirinya sadar karena di waktu bersamaan, banyak di penjuru belahan dunia lain anak-anak lebih menderita darinya. Banyak dari mereka yang tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi sepertinya, bahkan banyak juga dari mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Ditengah lamunannya, Alfa tertidur lelap pergi menuju dunia mimpi. Segenap tubuhnya yang lelah, beristirahat tanpa memikirkan peliknya kehidupan.

28 Agustus 1876

"Tolong bawa Al, bu..." Ucap Alfa memohon pada ibunya dengan lirih.

"Tidak! kau pergi saja dengan ayahmu!karena ibu muak melihat wajahmu yang mirip dengannya." Jawab sang ibu, ketus sambil menghempaskan rangkulan tangan Alfa.

Alfa sama sekali tidak merasa sakit hati atas ucapan ibunya yang secara terang-terangan menolak dirinya, karena apa yang dikatakan ibunya cukup masuk akal tentang dirinya yang sangat mirip dengan sang ayah membuat hati ibu menjadi sakit mengingat apa yang telah di lakukannya. Tapi Alfa tidak menyerah akan hidupnya untuk berusaha tinggal dengan orang tuanya.

Alfa berjalan meninggalkan sang ibu dan mencoba menghampiri sang ayah yang sedang berbincang dengan para pengacara dan ajudannya, berharap ayah yang selalu dia hormati bersedia menerima dirinya.

"Ayah..."

"Pergilah!" saut sang ayah dengan ketusnya tanpa menoleh sedikitpun.

Hancur sudah harapan Alfa untuk mencoba memperbaiki hubungan dengan kedua orangtuanya. Dia memutuskan berbalik pergi meninggalkan ruangan berisik yang penuh kekacauan itu dengan langkahnya yang gontai. Hatinya teriris seakan luka yang di taburi garam, sudah tidak ada lagi air mata yang mengalir dari kelopak matanya. Alfa mengutuk keras untuk orang-orang yang telah menghancurkan keluarganya.

"Bahagialah brengsek! karena sebentar lagi kalian akan menangis darah!" Gumam Alfa dengan smirknya yang menakutkan.

Siapa bilang balas dendam itu sia-sia? Justru itu menyenangkan! Di dunia dimana ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat, manusia berlomba-lomba untuk menjadi paling sempurna. Dan disini Alfa menjadi salah satu dari sekian juta orang yang melakukan hal yang sama, membalas dendam pada orang-orang yang menghancurkan kebahagiaannya menggunakan kemampuannya dalam teknologi modern. Tidak adalagi yang berhak menghakiminya karena seperti kata pepatah kita adalah aktor di panggung kehidupan dan diantara kita sedikit lebih teatrikal diantara yang lain. Namun, seorang penyendiri pun memiliki topeng saat mereka berhadapan dengan dunia. Kita adalah individu, tetapi kita juga milik keseluruhan semesta. kita memiliki takdir, yakni bintang individu kita untuk menjadi diri sendiri tanpa bergantung dengan yang lain.

𝑨𝒍𝒇𝒂𝒓𝒊𝒛𝒆𝒍 Where stories live. Discover now