A Problem

2.7K 258 1
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

__________________________

Menghancurkan kepercayaan itu pekerjaan yang mudah. Tapi menumbuhkan lagi kepercayaan itu adalah hal yang sulit. Meski terlihat sudah bisa, tapi nyatanya sisa kepingan pengkhianatan akan membekas.

___________________

Nanza berjalan di lorong gedung Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama. Dengan menenteng map papernya. Hari ini ia memiliki jadwal konsultasi proposal dengan dosen pembimbingnya. Sebagai mahasiswa semester akhir. Sudah barang tentu akan disibukkan dengan proposal dan skripsi sebagai syarat kelulusan dan mendapat gelar sarjana.

Seminggu berlalu setelah acara rihlah yang berakhir dengan sebuah momen tidak terduga dari pertemuannya dengan Biru. Bagaimana blak-blakannya pria itu menyampaikan sesuatu yang bahkan tidak disangka Nanza terlebih mereka baru saja beberapa  kali  bertemu.

"Saya tertarik dengan Kamu."

Perkataan yang begitu enteng dari Biru mengejutkan Nanza. Apa-apaan ini?

"Tidak ada hal yang istimewa dari saya, Mas," lirih Nanza dengan pandangan yang fokus pada rintik hujan.

Biru ikut memandang hujan menjejalkan kedua tangannya pada saku celana bahannya.

"Tidak usah seformal itu Nan," katanya. "Saya juga tidak tau. Sebelumnya tidak ada yang menarik atensi saya seperti ini untuk mengetahui seseorang," sambung Biru dengan helaan nafas.

" Mas juga bicara formal itu. Saya eh Aku bukan apa-apa loh, Mas." Ujar Nanza.

"Boleh saya mengenalmu lebih jauh?"

"Boleh, tapi jangan berharap sesuatu yang istimewa ya dari Nanza," kata Nanza.

Biru mengernyit. Heran tepatnya, kenapa Nanza begitu mudahnya memberi akses pada orang baru. Seolah mengatakan siapapun boleh mengetahui tentang dirinya. Bukan terkesan orang sembarang tapi semakin seperti ada rahasia yang memang hanya orang yang mampu saja yang bisa menembus pertahanan seorang Nanza Anuradha.

"Kenapa Mas? Heran ya? Nanza gak pernah melarang siapapun yang ingin mengenal Nanza. Tapi ya gitu yang benar-benar  serius  memang tidak ada," Gumam Nanza terutama saat penggalan diakhir kalimat yang bernada rendah.

Biru dapat merasakan sesuatu yang menyakitkan dan kesedihan yang mendalam pada gadis itu. Seolah ada beban berat yang belum teruraui menjadikan Nanza memiliki  aura dingin seolah tak tersentuh.

Dan benar saja bahkan setelah hari itu berlalu hingga seminggu pun Biru tidak pernah terlihat lagi. Nanza tersenyum miris. Seperti biasa lagi. Ia benar-benar tidak pernah menemui seseorang yang benar nyata untuknya sejak hari itu terkecuali Elang. Tapi sayangnya Nanza memang tidak bisa membalas Elang dengan rasa yang sama.

Mengabaikan hal-hal itu Nanza memilih fokus untuk menyelesaikan studinya.

*****

Dan apa yang sebenarnya terjadi pada CEO muda itu. Seminggu ini ia berada di Lombok Tengah mengurus pembangunan resotnya dikawasan Kuta Mandalika. Apalagi sekarang dengan adanya sirkuit internasional yang baru saja rampung dan akan adanya pagelaran balapan. Menjadikan invest terbaru dalam mengembangkan usaha propertinya disini.

Biru juga ingin menyelesaikan semua ini dan segera kembali ke Mataram. Menemui seseorang yang seminggu selalu di pikirkan. Ini salah memang. Bisa-bisa hafalannya hilang jika terus-terusan seperti ini. Tapi adanya gadis dingin itu merasuki pikirannya bukan kehendaknya. Meski ada Khanza yang menjadi mata-mata yang selalu memberikan informasi tentang Nanza. Tapi Biru ingin mengenal secara langsung.

Biru  Anuradha | ENDOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz