A Traumatic

2.2K 215 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

__________________________

Jangan  mudah  tertipu  dengan  tawa  seseorang  dan  menyimpulkan  ia  selalu  bahagia. Karna  kita  tidak  pernah  tahu  bagaimana  luka  yang  ia  simpan  dan  seberat  apa  duka  yang  ia  derita. Tawanya  bisa  saja  hanya  topeng.

_____________________

"Papa  Ananda  sekarang  suka  kopi  kayak  Papa. Tapi  Mama  marah,  katanya  gak  boleh  minum  banyak-banyak," gadis  kecil  itu  memegang  jemari  ayahnya  dengan  eskrim  ditangan  satunya.

Berjalan  dijalanan  setapak  dimalam  yang  hampir  larut  ini. Tangan  sang  ayah  yang  lain  menenteng  kresek  dari  mini  market  terdekat  dengan  kemeja  kantor  yang  masih  melekat  ditubuh  kekarnya.

Pria  itu  baru  selesai  bekerja  dan  ketika  sampai  rumah. Putri  kecilnya  merengek  meminta  ditemani  membeli  eskrim. Meski  lelah  tapi  tetap  saja  permintaan  cinta  pertama  susah  ditolaknya. Berakhir  dengan  berjalan  kaki  menuju  mini  market  terdekat.

"Iya  gak  boleh  Sayang. Nanti  sakit  lambung. Minum  air  putih  paling  bagus," ujar   pria  itu.

"Kalau  Ananda  udah  besar  boleh?" Gadis  kecil  itu  masih  keukeh  mendapat  izin  mengosumsi  kopi  padahal  usianya  baru  menginjak  sepuluh  tahun.

"Tetep  gak  boleh  banyak-banyak! Sayangnya  papa  dengerin  papa. Kadang  suatu  hal  yang  membuat  Kita  senang  berpotensi  menyakiti  Kita  sangat  dalam. Itu  penting  kita  dilarang  berlebihan  dalam  hal  apapun. Ananda  paham?"

Gadis  kecil  itu  mengangguk  antusias. Lalu  beralih  memeluk  kaki  jenjang  sang  Ayah  dengan  senyum  mengembang  diapit  pipi  gembulnya  itu.

"Ananda  sayang  papa," gumam.

"Papa  lebih  sayang  Ananda."

*******

Albirru  menyusuri  jalanan  sore  Jakarta  yang  hampir  petang  ini  dengan  perasaan  khawatir.

Kemana? Kemana  ia  harus  mencari  Nanza. Ini  kali  pertamanya  setelah  sekian  lama  perempuan  itu  ke  Jakarta. Lagi  pula  Albirru  mengenal  gadis  itu  di Lombok  bukan  disini  yang  secara  otomatis  tak  mengenal  tempat  mana  yang akan  menjadi  tempat  pelarian  gadis  itu.

"Kemana  kita  harus  mencarinya!" Albirru  berucap  pada  Khanza  yang  ikut  cemas  luar  biasa.

Ini  sudah  hampir  malam. Dan  mendung  mulai  menyelimuti  langit  menghadirkan  gemuruh  yang  siap  menghempas  hujan  ke  Bumi.

"Khanza  juga  gak  tau  Kak. Gimana  ini...," gadis  itu  bahkan  sudah  menangis. Sebelum  kepalanya  memberinya  pencerahan.

"Kita  harus  menghubungi  Dokter  Elang. Ya!  Dokter  Elang, Kak!" Serunya.

"Dokter  Elang? Siapa  itu?" Tanya  Albirru. Dengan  matanya  yang  tak  berhenti  menyisir  jalanan. Berharap  menangkap  sosok  Nanza.

"Kak  Nan  pernah  ngenalin  sebagai  teman. Dia  seorang  Psikiater. Kalau  denger  kata  Om  Pradana  tadi  soal  PTSD  kak  Nan. Dokter  Elang  pasti  tau  sesuatu!"

Khanza  berseru  dengan  menggebu-gebu. Sangat  yakin  dengan tebakannya. Tanpa  mendengar  jawaban  Albirru. Gadis  itu  sudah  membuka  ponselnya  mencari  kontak  Elang  yang  pernah  ia  miliki  tapi  tak  pernah  berani  menghubungi  pria  itu  lantaran  malu.

Biru  Anuradha | ENDWhere stories live. Discover now