بسم الله الرحمن الرحيم
__________________________
Semua memiliki luka masing-masing. Terlihat sepele bagi kita mungkin saja tidak bagi yang merasakan. Karna itu jangan menyepelekan luka seseorang sekecil apapun itu. Setiap orang berbeda-beda kekuatannya.
_____________________
Gadis itu meraung mencengkram gundukan tanah yang masih basah dan bertabur bunga itu. Tak peduli pada tubuhnya yang penuh perban dan matanya yang membengkak sebelah. Siapapun ikut menangis dan memandang iba pada gadis belia itu.
"Mama...jangan tinggalin Ananda. Apa yang harus Ananda lakukan tanpa Mama." Jeritannya memenuhi langit kelabu hari itu.
Semua pelayat tak jarang menangis. Satu orang wanita dewasa yang mencoba memeluk gadis belia itu. Mencoba menenangkannya.
"Ikhlas Nak... Ikhlas," gumam wanita itu mencoba mendekap namun ditepis oleh sang Dara.
"Mama..Ananda gak bisa. Ananda butuh Mama."
Bagaimana dunianya tidak hancur. Saat ia terbangun dari lelapnya dan berharap kejadian itu hanya sebuah mimpi buruk tapi kenyataan mendapati dirinya terbaring dengan tubuh penuh luka dirumah sakit. Ia tahu itu bukan mimpi.
Lebih hancur lagi saat mendapati pelitanya meninggalkannya sendirian didunia ini. Dengan sisa kekuatannya ia mendatangi pemakaman itu dan berharap itu tidak nyata.
"Mama...," lirihnya menggenggam bunga tabur berserta tanah itu. Tenaganya mulai habis karna lelah menangis.
Pelayat dipersilahkan untuk pulang. Dan satu persatu meninggalkan area pemakaman. Satu pria yang hanya menangis dalam diamnya. Seolah tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.
Mata pria itu menatap putrinya yang balik menatapnya. Dulu ia sangat senang akan tatapan putrinya yang penuh cinta untuknya. Tapi kini tidak ada lagi, terganti dengan tatapan yang penuh luka dan benci.
"Mama sepertinya Ananda gak bisa memenuhi perkataan mama yang menyuruh Ananda jangan membenci. Dia membuat Mama terluka."
Dan matanya perlahan terpejam. Saat matanya kembali terbuka dan mendapati kepalanya seolah dihantam palu menyakitkan. Ia meringis pelan lalu mencoba memfokuskan diri pada plapon putih. Menjelaskan tempat ia berada sekarang.
Ia kembali meringis kala mendapati mimpi buruk itu lagi. Saat ia menyaksikan sang ibundanya di kebumikan.
"Kak Nan sudah bangun! Oma...Oma Kak Nan bangun," teriakan Khanza membuat semua orang diruangan VVIP itu langsung mengerubungi brangkar dan merafalkan alhamdulillah.
"Kamu sudah bangun, Nak. Sebentar dipanggilkan Dokter," seru Hajar memencet tombol disamping brangkar untuk memanggil dokter.
"Nanza Haus, Ummik," lirih perempuan itu pelan. Mencoba melepas oksigen yang melingkupi hidung dan mulutnya.
Dokter datang langsung memeriksa kondisi Nanza. Tubuh perempuan itu dinyatakan stabil. Selang oksigen dilepas dan Nanza duduk sambil bersandar. Hajar lalu memberinya minum. Kepalanya masih berdenyut.
YOU ARE READING
Biru Anuradha | END
RomanceBukan untuk mengeluh atas apa yang menimpa hidup. Bukan hukuman atas apa yang telah terjadi. Nanza hanya tidak tahu bagaimana merajut kembali benang putus bernama percaya. Disaat begitu banyak rasa dan kasih yang ditawa...