A Disappointment

2.2K 213 9
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

__________________________

Allah  saja  maha  pemaaf. Jadi, tidak  ada  alasan  manusia  menjadi sosok  pendendam. Karna  mendendam  hanya  akan  memberi  sakit  pada  diri.

_____________________

Setelah pemeriksaan dokter dipagi Hari. Kondisi Nanza jauh lebih baik dari kemarin. Tubuhnya sudah tidak demam dan sedikit pulih. Kini gadis itu tengah menyantap sarapannya ditemani Khanza. Sedang Hajar berpamitan sebentar pulang  mengambil  beberapa  keperluan.

Ada Elang memasuki ruang perawatan dengan sebuket bunga matahari di tangannya. Ia memamerkan senyum hangatnya selalu.

"Selamat pagi? How do you feel?" Tanya pria itu  kemudian  mengansurkan bunga matahari  Yang diterima Nanza dengan sumringah.

"Much better. Makasih bunganya," seru Nanza dengan tawa ditengah wajahnya yang pucat.

Elang mengangguk singkat dan ikut tersenyum.

"Katanya papa kamu akan datang. Are you oke for that?" Elang tidak tahu lagi bagaimana akan menguatkan sosok Nanza. Tapi perempuan itu  selalu terlihat baik-baik saja dimata orang. Tapi Elang tahu, belum ada bahagia yang sesungguhnya yang menghampiri perempuan  itu. Dia asik menyembunyikan lukanya.

"Gak apa. Terserah aja, Lang. Aku gak peduli," katanya.

Kata orang jika seseorang sudah sampai pada titik bodo amat yang dalam ketahuilah bahwa luka  yang  dimiliki sangat dalam sehingga untuk berbaikan atau menerima kembali sesuatu yang sulit  dan  memilih  tidak  perduli.

" I will always be beside you," hibur pria itu.

"Kerjaan kamu gimana?"tanya Nanza kembali menghabiskan sarapannya.

"Makanya cepet sembuh biar kita bisa balik ke Lombok dan aku gak lama ninggalin kerjaan,"ujar Elang di iringi tawa yang dibalas cebikan dari Nanza.

"Kok sweet banget  sih, My Bird," ujar Nanza menanggapi perkataan Elang.

Tanpa sadar di daun pintu yang sedikit terbuka ada Albirru dengan telinga memerahnya. Apalagi kalau bukan cemburu melihat intraksi Nanza dan Elang yang sangat akrab. Gadis itu mudah tertawa dengan Elang dan berbicara dengan riang. Sedang saat berbicara dengannya Nanza masih terlihat kaku.

Dia tadi hanya ingin menyapa sebelum berangkat ke kantornya. Rasanya ia tidak bisa melakukan aktivitasnya sebelum melihat Nanza. Tapi malah pagi-pagi ia di beri sarapan cemburu.

Albirru bukan tipe orang yang pandai menyembunyikan emosi yang dirasakan. Karna telinganya tidak akan bisa berbohong. Saat senang, marah atau apapun itu telinganya pasti memerah.

Menghebuskan nafas kasar ia tetap memasuki ruang perawatan Nanza.

"Assalamu'alaikum selamat pagi," sapa Albirru.

"Wa'alaikumsalam," jawab semua orang di ruangan itu.

"Mas, sudah datang!" Pernyataan riang Nanza seketika merutuhkan kekesalan Albirru. Sepertinya mood perempuan itu sedang bagus pagi ini.

"Iya Mas hanya sebentar mau berangkat ke kantor soalnya. Tapi gak afdol kalau belum liat kamu."

Blush!

Pipi Nanza langsung bersemu. Ia menunduk menyembunyikan wajah memerahnya. Ia tak menampik bahwa jika Albirru yang melontarkan kata-kata manis hatinya merasa hangat. Padahal ia sering menerima perlakuan manis yang lebih dari Elang tapi rasanya tak sama.

Biru  Anuradha | ENDWhere stories live. Discover now