di Hari yang Sama, Namun Berbeda Tujuan.

618 35 3
                                    

Kayla terus tersenyum, hari yang di nanti telah tiba. Ia akan bertemu dengan sanak saudaranya, walau ia tidak terlalu dekat dengan saudara dari keluarga ayahnya.

Ck, ini Aca kemana sih?. Mata Kayla terus menatap pintu masuk, mencari sosok Aca yang di nanti. Loh? Bagja sama Aji?

Mata Kayla dan Bagja bertemu, mematung seperkian detik sampai mereka berdua menyadarinya. Ya Allah, cakep juga temen Ka Tian. Kayla tertawa kecil, membuang pikirannya yang mengada ada itu.

Kirana menyadari apa yang anaknya lakukan, memang tak ada bedanya dengan dirinya.

Mulut mereka tak berhenti mengumandangkan Takbir. Senyuman dan rasa haru tercampur menjadi satu. Mulai melakukan ibadah, hanya satu tahun sekali, hari ini sangat di nanti bagi yang merayakan.

.

Kristian menarik nafasnya dalam, hari ini juga hari besar bagi agamanya. Di hari yang sama dengan Hari Raya Idhul Fitri. Ia tersenyum pahit menghadapi kenyataan. Ia ingin mengajak Kayla ke rumahnya hari ini, bertemu dengan bundanya sekedar menyapa. Namun, harapannya pupus ketika bunda Tian menegaskan suatu hal.

Pandangannya terus menatap bingkat poto masa kecilnya, dimana ia bahagia dengan keluarga kecilnya. Papih, bunda, kaka, dan Tian. Kehangatan keluarganya hanya bertahan ketika ia memasuki Sekolah Menengah Pertama.

Bunda melarangnya untuk membawa teman perempuan yang berbeda dengannya. Ia ingat, beberapa tahun lalu ia membicarakan tentang perempuan. Namun, bunda bilang. "Cari yang sama dengan kita Tian. kalau kalian ada hubungan lebih, bunda dengan tegas ingin melihat Kalung Kristusnya."

Ia menceritakannya pada Kayla. Tian dapat menyadari arti senyuman kecil Kayla, dengan senyumannya ia hanya mengatakan. "Iya, kan buat kebaikan Kak Tian juga. Supaya ngga ada yang rumit kedepannya."

Tian tertawa kecil mengingatnya, tangannya terus menggenggam gelang pemberian Kayla. Ia akan merindukannya, pasti sangat merindukan sosok Kayla.

Dimana ia bisa mencari perempuan sebaik Kayla? Yang tidak pernah pergi saat dirinya hancur, yang selalu ada saat dirinya rapuh, menjadi tempat Tian bersandar selama ini.

Namun, Tian tidak menyadari semua itu.

.

"Abis sini mau ke rumah lo ya, Kay. Masakan ibu lo top banget ajib asli". Aca terus saja mengoceh tentang masakan ibu Kay, dari awal puasa tidak pernah absen kata-kata seperti ini.

Kayla mengerutkan keningnya, tersenyum senang seperti orang yang menemukan uang di kantung celananya. "Hah? Aji? EH IYA TADI GUE LIAT AJI!" Ia membalikan badannya untuk menatap Aca, bersiap untuk meledeknya.

"Telinga lo kebanyakan dikasih janji manis Tian ya? Budek banget."

Kayla menggerutu, menghela napas pelan dan menatap sahabatnya itu. Raut wajahnya kini berubah ketika mendengar nama Tian.

"Kenapa lo?"

"Ngga. Cuma kecewa aja sama keadaan, begini banget. Mau nyalahin semesta, tapi kasian semesta disalahin mulu."

Kayla tertawa kecil sebelum melanjutkan ucapannya, tawa yang mengisyaratkan luka.

"Hari ini juga hari besar buat dia ya, Ca?"

"Iya, lebih tepatnya untuk agamanya. Sama kaya kita, ibadah juga."

Aca menatap Kayla dengan serius. "Tapi tempatnya berbeda" Lanjut Aca

Oi! Kayla, Aca!

Sontak Kayla dan Aca mencari asal suara itu, matanya menyipit hingga dua lelaki ini datang di hadapan mereka. Kayla menggigit bibir bawahnya kecil, ia akan menggoda sahabatnya ini.

"Ekhem! Halo Aji, kayanya tempat tinggal lo lumayan jauh dari sini. Kok bisa sampai sini?"

Aji menatap Aca sekilas, memberikan senyuman manisnya. "Oh anu, katanya semakin jauh jaraknya semakin besar pahalanya Kay."

Kayla menganggukan jawaban Aji, lebih tepatnya alasan Aji.

"Kalian cuma berdua? Satu lagi mana? Manusia yang bisa bisanya buat Kayla galau? Ajak lah sini, mau ku tumbuk dia tu, asli."

"Oh, Tian? Tian ke gereja" Ujar Bagja.

Kayla tersenyum tipis, menyadari sebuah perbedaan yang jauh dirinya dengan Tian. Perbedaan yang jika dipaksakan hanya melukai diri dan Sang Pencipta.

.

"Kalo kalian sudah masuk gereja, tapi masih tertarik sama yang beda iman itu namanya bego."

Tian termenung mendengarnya. Benar apa yang dikatakan lelaki yang matang di depannya itu, bibirnya terbungkam, matanya lelah, hati dan harinya juga hancur.

Kepergiaan seorang kaka perempuan yang ia sayangi, Namun Tuhan lebih menyayangi kakanya. Ia tidak tau harus apa lagi, tidak tau apa yang akan terjadi tanpa kakaknya itu.

Belakangan ini Tian lebih sering memendam semua ceritanya, memendam apa yang ia rasakan daripada menceritkannya pada orang lain. Mengutamakan apa itu 'privasi' bagi semua orang, kecuali Kayla. Dia tau hanya Kayla yang bisa menenangkannya, hanya dia yamg bisa merespon Tian sebaik mungkin.

Tapi apakah pantas dirinya untuk kembali lagi kepada Kayla setelah semua yang ia lakukan?

"Bun, Tian mau ke rumah Papih. Boleh?"

Bukan jawaban yang diharapkan, hanya tatapan mata tak senang dari bundanya yang ia dapatkan.

"Oke, Tian ngga akan kesana."

Masuk ke kamar, menutupi mukanya dengan bantal, menarik nafas dan berteriak frustasi. Persetan dia mau pikir gua brengsek atau ngga, gua butuh dia.

.

Tian.

Maaf Kay, boleh cerita?

.

Kayla tersenyum mendapat pesan dari Tian, ini yang ia inginkan. Kayla sangat merindukan Tian, sungguh.

Semoga, ini bukan yang terakhir kalinya.

.

Bersambung..

LENGKARA (end)Where stories live. Discover now