Chapters 7.

134 11 0
                                    

Dengan malas Raya membuka pintu mobil, ia menutup pintu mobil dengan kasar sampai-sampai Janu melihat dengan sorot mata yang tajam. Janu menarik tangan Raya dengan kasar sehingga Raya memukul-mukul tangan Janu agar melepaskannya. Hingga saat sampai di depan pintu butik, Janu menghempaskan tangan Raya dan mendorong badan Raya agar masuk ke dalam butik.

"Selamat siang, pak Janu." Kata pegawai itu dengan sangat ramah kepadanya.

"Ada yang bisa kami bantu?"

"Tolong desain gaun pengantin untuk calon istri saya,"

"Baik."

"Silakan pilih desain gaun pengantin yang pak Janu inginkan," pegawai itu membuka buku contoh desain di hadapannya. Janu menggelengkan kepalanya saat desainer itu memperlihatkan contoh desain baju kepada padanya.

"Ini terlalu mewah, saya ingin yang simpel namun terlihat elegan."

"Oh. Kalau begitu yang ini, pak. Simpel namun terlihat elegan dan mewah dengan rancangan yang berbeda dari yang lainnya."

"Iya. Aku ingin itu," kata Janu.

"Mari saya ukur dulu badannya," kata desainer itu, lantas Janu mendorong tubuh Raya hingga maju beberapa langkah di depannya.

"Ayo, Bu Raya."

Janu duduk di kursi singel yang sudah di siapkan di sana, ia bermain ponselnya agar tidak terlalu bosan menunggu Raya untuk mengukur baju itu.

Janu melirik pada jam tangannya yang sebentar lagi masuk makan siang.

"Kami sudah mengukurnya, kemungkinan dua Minggu lagi semuanya sudah siap."

"Ya. Jangan sampai ada yang kekurangan apapun,"

"Baik, pak."

"Ayo Raya, kita makan siang." Janu menarik Raya sehingga langkahnya terseok-seok karena tak bisa menyeimbangkan langkah Janu.

Raya menghempaskan tangan Janu dan ia menatap tajam ke arah Janu yang terlalu kasar kepadanya.

"Apa kamu tidak bisa bersikap lembut sedikit?!" Seru Raya menatap Janu tak suka.

"Aku bisa berbuat pada baik jika kamu bersikap manis kepada ku!"

"Aku tidak mau bersikap manis kepada orang brengsek seperti mu!" Raya menginjak kaki Janu dan pergi setelah menginjak kaki Janu, Raya memberhentikan angkutan umum dan naik tanpa mengatakan apapun.

"Sial! Gadis itu membuat ku naik darah!" Janu menendang pohon di depannya sebagai pelampiasan kemarahannya.

...

Janu duduk dihadapan keluarga besarnya, ia merasa sedang diintrogasi oleh mereka, karena ingin menikah dengan Raya. Ya, mereka semua tidak menyukai Raya karena pekerjaan Raya yang sebagai koki di hotelnya dan belum lagi mereka merasa jika Raya yang tidak sederajat oleh keluarga Damara.

"Batalkan niat mu yang ingin menikah dengannya," ujar Andra, papah Janu.

"Aku tidak mau. Aku akan tetap menikah dengannya dan terserah kalian merestuinya atau tidak, tapi aku akan tetap menikah." Janu tetap ngotot ingin menikah dengan Raya meskinya keluarganya menentangnya.

"Lalu apa kata media jika keluarga Damara tidak menghadiri pernikahan putra ke tiganya?"

"Apa mamah dan papah tidak malu?"

"Belum lagi mamah, image mamah akan dipertanyakan oleh temen-temen sosialita mamah, kenapa istri dari keluarga Damar datang di hari pernikahan anaknya,"

Olla mengepalkan tangannya hingga sampai memutih, Janu lagi-lagi membuatnya tidak bisa berkutik lagi! Karena gadis sialan itu ia harus bisa menerimanya menjadi menantu tapi tidak dengan hatinya.

"Jadi aku minta, tolong lamar Raya untuk ku," ucap Janu setelah itu mendorong kursi dan pergi kek kamarnya.

Olla membanting ponselnya di atas sofa, ia bangkit dari sofa dan berjalan mondar-mandir. Pikirannya benar-benar kacau! Janu benar-benar membuatnya geram! Dan gadis itu sudah membuat namanya jelek karena memiliki menantu yang hanya karyawan di salah satu cabang hotelnya.

Entah ke mana otak anaknya itu hingga memperistri gadis miskin seperti Raya yang tidak punya gelar sama sekali.

"Kita harus gagalkan pernikahan ini, pah. Aku gak mau keluarga besar mu mempermalukan kita,"

"Biarkan sajalah, mah. Janu menikahinya, papah mau liat, sampai kapan mereka akan tetap bersama."

"Tapi aku tidak mau Janu menikah dengannya,"

"Gadis itu tidak punya apa-apa untuk bisa aku banggakan kepada teman-teman ku,"

"Bahkan dia saja hanya lulusan SMK!" Olla hampir Gila dengan semua ini. Gadis itu telah mengusik ketenangannya, ia bahkan seperti orang gila yang jalan ke sana kemari.

...

Ulfa tersenyum saat membukakan pintu untuk keluarga Janu yang ingin melamar Raya, putri sulungnya untuk menjadikannya menantu.

Olla menyapu pandangannya pada rumah Raya yang kecil dan juga sempit, astaga? Apa mereka betah tinggal di rumah seperti ini yang tidak memiliki pendingin ruangan? Batin Olla.

Janu menepuk bahu mamahnya agar segera duduk di sampingnya, sedang gerakan yang malas, Olla mendarat bokongnya pada sofa yang sedikit usang.

"Bu, ini mamah dan yang di sana kakak ipar saya,"

"Yang lain tidak bisa datang karena ada pekerjaan yang tidak bisa di tinggal," ucap Janu agar mamah Raya tidak menanyakannya keberadaan papahnya yang tidak ikut serta.

"Seperti yang pernah saya katakan pada tempo lalu kalau saya akan membawa keluarga saya untuk melamar Raya,"

Raya mendudukkan wajahnya saat berhadapan dengan mamah Janu, ia masih ingat sangat jelas saat mamah Janu menghinanya karena bekerja sebagai koki di salah satu hotel Janu.

"Saya kemari untuk melamar Raya,"

Raya mengangkat wajahnya menjadi menatap Janu, Janu tersenyum ke arahnya. Janu mengeluarkan cincin di saku jasnya, lalu ia duduk di samping Raya dan menyematkan cincin di jari manis Raya.

Raya terlonjak saat Janu mencari tangannya dihadapan para keluarga, Janu tersenyum kepadanya dan menjadi duduk di samping Raya dengan menggenggam tangan Raya.

Siluet mata Olla menatap tajam pada  Raya yang kini terdapat cincin di jarinya, rasanya ia ingin menjambak gadis di depannya dan membuang cincin di jarinya. Siapa yang sudih memiliki menantu sepertinya? Gadis miskin yang tidak memiliki gelar sarjana dan kini akan menjadi menantunya, rasa ia ingin mencekik gadis dan menyadarkan kastanya yang jauh berbeda dari keluarga Damara.

Hati Ulfa begitu bahagia saat Raya memiliki suami seperti Janu yang tampan, baik, dermawan dan mapan.

"Kami sudah menentukan tanggal pernikahan kita, bu." Ujar Janu, namun sedari tadi Raya hanya diam saja dan tidak bicara apapun kepada Janu.

"Lebih cepat, lebih baik." Kilah Olla yang sedikit berdrama, seolah ia menyukai hubungan ini.

Kini keluarga Janu sudah pulang, namun Raya juga belum masuk ke dalam rumah. Tatapannya kosong lurus ke depan, namun matanya teralihkan pada sapa lidi di depan pohon.

Raya berdiri, ia berjalan mendekati pohon mangganya dan berhenti tepat di bawah mangga. Tangan Raya terulur untuk mengambil sapu lidi, karena sapu ia harus bertemu dengan Janu. Coba saja jika ia tidak ikut campur dengan permasalahan Winda, mungkin ia tidak akan berjumpa dengannya.

Raya membuang sapu itu dan menginjak-injaknya. "Karena sapu ini hidup ku gak tenang! Aku bahkan kehilangan keperawanan ku karena Janu dan kini Janu ingin merenggut kebahagian ku dengan ingin menikah dengannya!" Teriak Raya, lalu ia terjatuh di bawah rumput.

Lebih baik ia mati dari pada harus menikah dengan Janu, ia tak rela setiap waktu ia habiskan untuk melayani Janu saja.

Raya bangkit dari jatuhnya dan juga menghapus air matanya saat namanya di panggil oleh mamahnya. Raya berdehem untuk menghilangkan suara seraknya karena terlalu lama menangis.

"Raya!" Panggil Ulfa yang tak menemukan keberadaan Raya.

"Iya, mah!" Raya segera masuk ke dalam rumahnya dengan langkah panjang.

...

TBC

After Days 364Where stories live. Discover now