Chapter 37

9.3K 484 11
                                    

Jangan lupa klik '⭐'

••••

Hari berganti Minggu, Minggu berganti bulan. Sudah satu bulan Evelyn menjalankan berbagai kemoterapi dan meminum berbagai obat-obatan tapi kini ia sudah menyerah akan penyakitnya. Rambut yang selama ini ia rawat sudah tiada, yah dirinya sudah botak. Ia mengandalkan wig berwarna coklat yang dihadiahkan dokter Andi atas penghargaan yang Evelyn capai pada olimpiade sains tingkat Nasional.

Hubungan Evelyn dan Orlando semakin banyak kemajuan, bahkan mereka setiap minggunya selalu keluar bareng, untuk nonton, jalan ke pasar malam, mendaki, berlibur di pantai bersama.

Hidupnya Evelyn masih sama, tidak ada perubahan kecuali taburan cinta yang Orlando kasih kepada Evelyn. Papahnya Calvin juga masih suka menyiksa Evelyn setiap malamnya sedangkan Daniel berlibur ke  Chicago untuk menjenguk rumah lama mereka dan juga menjenguk makam bundanya. Ingin rasanya Evelyn terbang kesana untuk mengadu semua perbuatan Calvin dan Daniel ke Margareth tapi untuk makan saja ia masih sering kesulitan ditambah lagi ia perlu uang membeli obatnya.

kringgggg.....

Alarm berbunyi nyaring itu membangunkan Evelyn yang tengah bergulat dengan selimutnya. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, dan mendudukkan tubuhnya dan meminum segelas air putih diatas nakas. Disaat ingin bangun tiba-tiba kepalanya berdenyut hebat padahal ia baru saja meminum obatnya, apa mungkin obatnya sudah tidak bisa meredakan rasa sakit di kepalanya lagi?

Evelyn menarik nafas dan menghembuskannya perlahan untuk meredakan rasa nyerinya. Dalam kurung waktu 10 menit rasa nyerinya perlahan menghilang. Kemudian, ia melanjutkan kegiatan mandinya yang sempat tertunda.

Hari ini hari Sabtu dan sekolah sedang libur, Evelyn akan memanfaatkan waktu luangnya untuk pergi ke dokter, terakhir ia pergi 2 minggu yang lalu itupun karena desakan dari Jeslyn yang menyuruhnya untuk segera check-up.

"Evelyn" teriakan Hani dari lantai bawah membuatny langsung bergegas turun kebawah.

Netra coklat Evelyn menatap ke arah sang papah yang tengah menyruput kopinya, Evelyn lantas tersenyum getir melihat Calvin sudah duduk tenang dimeja makan, lebih baik ia segera keluar sebelum kena amuk papahnya.

"Apa yang kau lakukan Eve? cepat makan" ucap Hani sambil meletakkan piring berisikan sandwich

Evelyn mencomot sandwich yang ada di piring seraya berkata, "Evelyn buru-buru ma, ini Eve makan sambil jalan saja"

Calvin yang sedari tadi diam kini menatap tajam kearah Evelyn, "Anak yang tidak tau diuntung!" ketusnya

"Mas, udah!" lerai Hani

Evelyn berpamitan kepada Hani, tapi saat ia ingin bersalaman ke Calvin bukannya menerima uluran tangan Evelyn, Calvin justru mendorong tubuh Evelyn hingga jatuh dan mengenai guci besar didekat meja makan tersebut.

Calvin bangun dari posisi duduknya, Hani hendak membantu Evelyn tetapi tangan dicekal kuat oleh Calvin.

"Apa-apaan sih mas, lepas enggak!" Hani meronta-ronta untuk dilepaskan tetapi tenaga Calvin sangat kuat, dibandingkan dengan tenaga Hani.

"Bangunlah anak sialan!" titah Calvin,  Evelyn yang mendengar perintah Calvin langsung bangun dari posisinya, kedua tangan Evelyn terluka karena menginjak pecahan guci tersebut.

"Apa kesalahan mu?" tanya Calvin dan jangan lupakan sorot matanya yang tajam seperti laser.

"Me..mecahkan guci" lirih Evelyn sambil menundukkan pandangannya.

"Mas, itu ulah kamu bukan kesalahan Evelyn" Hani tidak terima Calvin menyalahkan Evelyn atas pecahnya guci tersebut, ia bahkan rela memberikan yang baru untuk Calvin.

Calvin menghiraukan ucapan Hani, dan memungut satu pecahan guci yang lumayan tajam tersebut.

"Mendekatlah bodoh" perintah Calvin, Evelyn menggelengkan kepalanya, tubuhnya bergetar melihat Calvin memegang benda tajam itu, apa yang sedang dipikirkan papahnya?

Hani menatap melas kearah Calvin, "Tolong lepaskan Evelyn mas, dia anakmu" pintanya.

"Anakku ya? justru itu aku bebas melalukan apapun kepada dia" jawabnya.

Calvin menyeret Hani untuk berada dibelakangnya dan berjalan mendekati Evelyn yang tengah menggelengkan kepalanya.

"Maafin Evelyn pah, maaf maaf maaf" ucap Evelyn

drttt...drttt..drtt

handphone disaku celana Calvin bergetar, Calvin langsung membuang bekas pecahan tersebut kearah Evelyn dan langsung pergi meninggalkan Hani dan Evelyn.

Hani langsung mendekap tubuh putrinya, ia kemudian menatap wajah Evelyn yang terkena lemparan pecah guci yang tadi dilempar Calvin. Evelyn merintih ketika Hani menyenggol tangannya.

"Maafin mamah" ucap Hani sambil memegangi kedua tangan Evelyn.

"Ini bukan salah mamah"

Hani menuntun Evelyn untuk duduk di kursi meja makan, kemudian ia membersihkan luka-luka yanv ada ditangan dan pipi Evelyn dengan telaten.

"Makasih mah"

"Sama-sama, maafin mamah ga bisa melindungi kamu"

Evelyn memeluk tubuh Hani, "Gapapa mah, yaudah Evelyn mau pergi sebentar yaa mah" Hani mengangguk dan mengantar Evelyn sampai gerbang.

•••••

Dorrr..

"ANJIRT!" Ucap pemuda berjas putih tersebut, dengan buru-buru ia membekap mulutnya sendiri.

Tawa Evelyn langsung pecah melihat ekspresi dokter Andi yang kaget.

"Kamu ngagetin saya ve," dokter Andi mendengus kesal

"Maaf, abisnya ngelamunin apa sihh?" tanyanya

"Penyakit kamu lah" ucapnya dengan enteng

Evelyn mengerucutkan bibirnya dan berdecak seakan tidak percaya.

"Saya serius Evelyn, eh eh itu pipi tangan kenapa ko diperban?

Dokter Andi bangun dari posisi duduknya dan menatap khawatir ke Evelyn, "Kenapa jawab?" ucapnya lagi

"ih gapapa kok ini, tadi ada sedikit keributan dirumah" kata Evelyn, "Ah ya obat yang 2 Minggu dikasih bang Andi kok tidak meredakan rasa nyeri ya?" tanya Evelyn

Dokter Andi menghela nafas ketika Evelyn lagi-lagi tidak menjawab pertanyaannya, ia pasti akan selalu mengalihkan pertanyaan lain

"Itu yang saya pikirkan, kemungkinan leukimia yang derita kamu sudah sangat fatal sekali hingga obat yang saya rekomendasikan saja tidak bekerja"

Evelyn mengangguk kecil, "Berapa lagi kira-kira saya hidup" Dokter Andi tersentak kaget mendengar pertanyaan yang diajukan Evelyn.

"Cocotmu mbokya dijaga"

"Evelyn serius bang, lagian aku udah melalukan kemoterapi tapi ga ada hasil bukan?"

Andi menghela nafas, "Kurang lebih 3 sampai 4 bulanan"

"Oh yaudah"

"Pamit pulang dulu bang, Evelyn kesini mau nanya itu doang ko hehe" ucap Evelyn sambil tertawa kecil.

Belum sempat dokter Andi berbicara Evelyn sudah ngaclang pergi begitu saja.













Evelyn | ENDWhere stories live. Discover now