Suspicion

1.2K 192 10
                                    

Jeno kembali berdehem. Lehernya terasa kaku karena rasa gugup. Ruangan di depannya masih tertutup sementara lorong tempatnya berdiri sunyi senyap.

Kemarin Mark berbaik hati menawarkannya ikut menjenguk Jaemin. Namun menyadari mereka akan pergi berombongan lagi, Jeno merasa ciut. Sejujurnya, Jeno adalah orang yang paling merasa bersalah dibanding Mark maupun Lucas. Andai saja ia langsung mengejar Jaemin dan menjelaskan semuanya, hal ini takkan terjadi. Fakta bahwa Jaemin diculik begitu pulang dari rumahnya membuatnya tak enak tidur.

"Kamu butuh bicara berdua dengannya," Mark memutuskan ketika akhirnya Jeno mengungkapkan kegelisahannya via telepon.

"Maukah dia memaafkanku? Sepertinya dia nggak ingin melihatku lagi."

"Heck. Kamu berlari dan membawanya sampai ambulans. Nggak mungkin Jaemin nggak ingin melihatmu. Hanya saja, terlalu banyak orang..." Mark terdengar melamun sebelum berseru pelan. "Itu urusanku. Datanglah besok jam 7, ya?"

Maka Jeno pun menurut tanpa tahu rencana Mark. Kini sudah jam 7 lebih lima menit dan ia masih ragu mengetuk pintu ruang rawat Jaemin.

You can't be like this, Lee Jeno, batin Jeno, menguatkan diri. Ia pun mengulurkan tangan dan terlonjak ketika pintu terbuka dari dalam. Ia berpapasan dengan Renjun, Mark, Chenle, Jisung, dan Yuta.

"Ah, ini dia Lee Jeno," ujar Mark dengan mata bersinar.

"Taeil, ayo kita pergi. Jeno baru saja datang, jadi biarkan dia menjaga Jaemin," Mark berpaling ke dalam ruangan.

"Why are you late, man? Kami mau pergi beli makan. Jaga Jaemin, ya?" Renjun berkata sambil melewati Jeno.

Sepeninggal anak-anak, ruangan itu sepi. Jeno pun melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya.

"Jaemin?"

"Hai!" dan di sana duduk Jaemin. Ia sudah lebih segar dari dua hari yang lalu. Beberapa plester di wajahnya sudah dibuka.

"Aku kira kamu nggak akan datang," ujar Jaemin ketika Jeno meletakkan sekotak kue di atas meja.

"Mark memberitahumu?"

Jaemin mengangguk. Ia menepuk sisi tempat tidurnya dan Jeno duduk di sana.

"Jaemin, aku minta maaf. Aku kira kamu masih ada dalam rumahku. Aku nggak tahu kamu benar-benar pergi."

"Jeno, apakah Mark sudah bilang untuk menyudahi omong kosong soal minta maaf ini?"

Jeno terdiam mendengarnya. Tapi Jaemin menghela napas. "Tidak ada yang salah. Nyatanya, aku terlalu emosional saat itu dan keadaan sedang tidak menguntungkan. Setiap kali orang menyalahkan dirinya, aku merasa sakit. Bisakah berhenti? Tolong."

Tentu saja Jeno mengangguk. Jaemin memohon padanya dan ia tak akan pernah bisa menolak.

"Good."

"Aku hanya ingin bertemu denganmu, Jaemin. Aku ingin meluruskan apa yang terjadi di rumahku. Tapi untuk saat ini, aku ingin kamu sembuh."

Jaemin mengangguk. "Aku akan kembali sekolah Senin besok. Tidak sabar melewatkan interogasi yang panjang dan melelahkan." Ia tahu proses hukum tengah berjalan. Ia sudah menyatakan akan menolak muncul di depan para penculiknya.

"Are you okay?" tanya Jeno pelan.

Jaemin terdiam sejenak sebelum mengangguk. Ia mengulurkan tangannya. Jeno menyambutnya dan menggenggamnya. Serta merta rasa bersalah dan sedih yang meliputi Jeno belakangan memudar. Ia bisa merasakan kehangatan dari tangan Jaemin.

Diamond Cut Diamond | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang