Go Public

1.3K 180 2
                                    

Tidak seperti keluarga konglomerat pada umumnya (well, setidaknya semua teman-teman mereka), Jaemin dan orang tuanya tinggal di sebuah apartemen. Mereka memang punya rumah keluarga, tetapi orang tua Jaemin tak ingin membawa pekerjaan ke rumah. Rumah yang 'kecil' akan membuat mereka lebih sering bertemu dan justru membatasi membawa barang-barang yang tidak perlu.

Begitu awalnya. Namun hanya butuh waktu enam bulan sejak apartemen itu ditinggali, untuk mengubah kamar tamu menjadi ruang kerja.

"Hanya untuk bekerja sambil lalu sehingga kita tidak perlu repot-repot meletakkan dokumen di kantor begitu pulang dari perjalanan bisnis," begitu Ayah Jaemin, Mr. Na, berdalih. Namun Jaemin kenal orang tuanya. Dalam sekejap, apartemen mereka pun tak ada bedanya dengan rumah teman-teman Jaemin.

Orang tuanya lebih sering menghabiskan waktu keluar kota dan keluar negeri, menghadiri rapat penting dan kunjungan kerja ke pabrik. Seperti halnya anak remaja pada umumnya, Jaemin memiliki dunianya sendiri.

Dunia yang bagi Jeno sangat bertolak belakang begitu ia keluar dari lift. Apartemen itu bernuansa monokrom, khas desain industrial yang Jeno sering lihat di majalah-majalah aristektur. Semuanya bergaya minimalis dengan paduan warna hitam, putih, dan abu-abu. Jeno merasa matanya seperti buta begitu memasuki ruang tamu dengan pilar kayu tinggi dan dinding air mancur.

"Tuan," seorang pelayan menyambut mereka. "Makan siang?"

"Setelah bertemu Ayah," jawab Jaemin sambil meletakkan tasnya di kursi. Ia memberi isyarat Jeno untuk melakukannya juga dan mereka melangkah lebih dalam ke kediaman keluarga Na.

"Sejujurnya aku kira kamu tinggal di apartemen. Jangan salahkan aku, tapi Taeyong yang bilang."

"Ini apartemen," ujar Jaemin tak mengerti.

"Ini nggak ada bedanya dengan rumah Taeil."

"Kalau itu aku setuju."

Memang benar, rumah Jaemin jauh dari kesan apartemen yang sempit. Keluarga Jaemin menempati satu lantai bangunan apartemen itu, lengkap dengan kolam renang indoor, gym, dan kolam koi.

"Tunggu di sini," di depan suatu ruangan yang mengarah ke balkon, Jaemin mengangkat tangannya rendah. Jeno mengangguk dan Jaemin masuk ke dalam ruangan yang pintunya terbuka.

Mr. Na sedang sibuk mengerjakan sesuatu di komputernya ketika Jaemin masuk. Sementara Mrs. Na sedang duduk berselonjor di sudut ruangan, membaca satu dari tumpukan majalah mode yang baru datang pagi ini.

"Oh, hi, son!" ibunya menyambut Jaemin. "Have you eat?"

"Sebentar lagi. Um... Bu, ada Jeno."

"Lee Jeno?"

Jaemin mengangguk. Mrs. Na melirik suaminya. Benar saja, Mr. Na tak lagi terpaku pada komputer, ia kali ini menyadari kehadiran anaknya.

"Boleh dia masuk?"

Mr. Na mengangguk. Jaemin pun memanggil Jeno pelan. Jeno memasuki ruang kerja berlantai kayu itu dengan perlahan, mencium tangan Ibu Jaemin.

"Selamat siang, Tante."

"Ah, ini dia Lee Jeno. Jaemin tidak merepotkan, kan?" tanya Mrs. Na.

Jeno menggeleng. Ibu Jaemin tepat seperti apa yang dibayangkannya. Ia berpotongan rambut bob, bertubuh super ramping, dan tampak anggun dengan gaun berwarna ungu serta bibir merah menyala. Mrs. Na merupakan pemilik perusahaan parfum yang ternama. Ia berulangkali menjadi fitur majalah mode. Namun Jeno juga tahu kekayaan wanita itu tak hanya dari parfum, melainkan sahamnya dalam perusahaan-perusahaan dunia.

Diamond Cut Diamond | NOMINWhere stories live. Discover now