Rescue Mission

878 137 1
                                    

Jaemin tak tahu apa yang membuatnya memutuskan ke bar di The Savannah. Ia hanya perlu datang untuk menandatangani dokumen di kantor bar itu (yang sebenarnya bisa dilakukan di rumah), tetapi ia benci berdiam diri. Maka meski sudah lewat tengah malam, ia memerintahkan Eliya memanggil sopir.

Jaemin berniat membereskan semua urusannya sehingga ia bisa lebih fokus mencari Jeno.

"El, tak ada kabar dari para sepupuku?"

Eliya menggeleng dari bangku depan. "Ada apa, Tuan?" tidak biasanya Jaemin menanyakan itu.

"Tidak apa."

Tidak seperti dugaannya, pekerjaannya tak terlalu banyak sehingga ia hanya butuh setengah jam mengobrol dengan manajer.

"Suruh dia mengembalikan uangnya. Atau ada orangku yang akan menemuinya," putus Jaemin ketika menghadapi pelanggan yang kabur usai menunggak dengan credit card yang ditolak.

"Baik, Tuan."

Mereka keluar dari kantor dan disambut hingar bingar. Tempat itu memang selalu ramai.

"Ada yang baru?" tanya Jaemin.

"Bartendernya, Tuan."

"Dia lolos seleksi?"

"Hanya jika Tuan menyetujui."

Jaemin melihat jam tangannya dan memutuskan untuk menuntaskan tanggungannya.

"Baik. Berikan padaku beberapa minuman yang bisa dicoba."

Dalam sekejap, Jaemin sudah kembali ke kantor. Ia duduk sementara beberapa minuman diletakkan di depannya. Sebenarnya ini merupakan tugas manajer, atau–seperti yang biasa dilakukan Jaemin–memasrahkannya pada Eliya. Jaemin tidak minum jadi ia tak punya banyak pengetahuan tentang bagaimana seharusnya minuman disajikan. Namun kali ini, tanpa ragu ia meneguk minuman itu satu per satu.

Eliya menatapnya dengan ngeri, tapi tak kuasa menghalangi. Ia tahu Jaemin sedang didera kegundahan dan berharap minuman beralkohol membuat Jaemin bisa tidur pulas setelah ini.

Setelah menenggak masing-masing gelas dalam sekali teguk, Jaemin berdiam sejenak. Tenggorokannya terbakar dan mulutnya terasa muak.

"Aku rasa tak ada bedanya. Tidak ada keluhan?" ia memandang manajer.

Manajer menggeleng.

"Pekerjakan dia," ujar Jaemin. Ia pun bangkit. Saat itulah ia menyadari kepalanya berkunang.

"Tuan," Eliya memegang lengannya.

"Aku minum terlalu banyak, El?"

"Hm... sebenarnya, ya, Tuan," jawab Eliya ragu. "Mari kita pergi, Tuan." Eliya mengedik ke arah manajer sebelum keluar dengan Jaemin.

Jaemin tidak semabuk itu. Setidaknya setelah memejamkan mata beberapa saat selama dalam perjalanan dan cukup banyak air putih, ia bisa keluar dari mobil dengan tenang. Eliya buru-buru mengiringinya.

Kali ini ponsel Jaemin berdering. Ia menghentikan langkah di lobi dan mengerang. Siapa yang telepon jam 2 malam begini... lagi-lagi nomor yang tak dikenal. Jaemin mengangkatnya.

"Halo?"

"Na Jaemin! The man of the match. Apa kabar?"

"Who is this?"

Diamond Cut Diamond | NOMINWhere stories live. Discover now