Air matanya terasa kering, seakan dia tidak bisa lagi menangisi nasibnya yang malang. Lagi pula menangis atau tidak, itu tidak akan mengubah segalanya.
Dia hanya bisa menerima takdir ini.
14 hari mungkin waktu yang singkat bagi seseorang yang tengah bahagia, namun baginya... waktu itu terlalu lama untuk ia tunggu. Walau dunia terasa berhenti, ia tidak tahu bagaimana cara menikmatinya.
Sebenarnya agak bosan hanya berdiam diri duduk di sisi jendela dan hanya membaca buku. Sayangnya dia tidak pandai bergaul, jadi sangat sulit untuk mendapatkan teman yang ingin mendengar keluh kesahnya.
Dokter bilang nikmatilah hidupmu. Siapa tahu malaikat salah ketika melihat catatan kematian mu.
Omong kosong. Malaikat tidak mungkin salah ketika di atasnya ada Tuhan yang menciptakan segalanya.
Yibo hanya terkekeh geli ketika mendengar ucapan itu, humor orang tua memang berbeda.
Menunggu mati saja sangat membosankan, dia ingin cepat mengakhiri ini. Hidup seperti mati tidak ada bedanya dengan mayat.
Yibo tidak ingin lagi menyusahkan ibunya, wanita itu tidak perlu lagi mengkhawatirkan dirinya. Namun kala menatap wajahnya, bagaimana jika ibunya sendirian di dunia ini.
"Ibu, jika aku pergi nanti... ibu harus berjanji untuk mendapatkan seseorang yang akan menemani masa tuamu. Aku tidak akan membuat ibu khawatir lagi, ibu tidak perlu lagi menghabiskan waktu hanya untuk menemaniku."
Pemuda itu telah berbaring dipangkuan ibunya, rambutnya disapu halus dengan jemari yang masih begitu indah. Kehangatan seakan menyebar ke seluruh hatinya.
Wanita itu sudah biasa mendengar ocehan putranya yang konyol. Dengan tiba-tiba kedua jemarinya menjepit hidung putranya gemas.
"Hidup bersama denganmu adalah kebahagiaan. Aku ibumu, dan kau putraku, apa pun yang terjadi aku tidak akan mengeluh." Kepalanya menunduk, lalu ia mencium lembut kening putranya.
"Ibu akan tetap berusaha mencari solusi terbaik. Putraku akan sembuh dan kembali menjalani hidup."
Jika dia bisa mengambil alih kesakitan itu, maka dia akan rela melakukannya agar putranya bisa menikmati kehidupan yang belum pernah di rasakan sebelumnya.
°°°
Yibo berjalan ditengah teriknya mentari, dia berencana pergi ke toko bunga untuk menggantikan ibunya. Sebenarnya di sana masih ada para pekerja yang menunggu, namun pemuda itu ingin datang karena merasa bosan di rumah.
Sang ibu sempat mengajaknya untuk datang ke pesta pernikahan putri temannya. Namun Yibo tidak ingin pergi dan memilih berjalan sendiri ke toko bunga tanpa sepengetahuan ibunya.
Kini dia telah sampai, para pegawai toko menyapanya dengan hangat . Beberapa pegawai wanita berbisik ria ketika melihat pemuda itu masuk, auranya memang terlihat suram, namun saat senyuman manis dia tampilkan wajahnya terlihat sangat hidup.
"Tuan, untung anda datang. Di sana, ada seorang pria yang ingin memesan karangan bunga. Namun dia ingin bertemu dengan nyonya Annchin langsung."
"Bilang saja sedang tidak ada," jawab Yibo yang masih memperhatikan pria itu dari kejauhan.
Namun Liu telah mengerucutkan bibirnya. "Saya sudah mengatakannya, tetapi pria itu masih ingin menunggunya. Bahkan dia sudah tiga jam berada di sini."
Yibo pun menghela napas berat, dengan langkah pelan dia maju membawa satu gelas teh chamomile hangat. "... Silakan," ucapnya menaruh gelas itu dimeja.
Pria di hadapannya pun menaruh majalah yang sedari tadi di bacanya, sebelum ia menyesap tehnya kepalanya telah mendongak, tatapan matanya seakan terkejut dengan bibir yang sedikit terbuka. Ini seperti dejavu, mereka kembali bertemu dengan saling menatap dalam diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You Until The End [Selesai]
Romance{BL} Hidupnya tidak akan lama lagi, Wang Yibo menarik diri dari semua orang. Siapa sangka, kalau seorang pria datang mengulurkan tangannya, memberi arti hidup yang penuh warna.