02 - Giordano Aryandra Axel

5.2K 345 9
                                    

Di multimedia ada Axel.

----

"Untuk hari ini udahan dulu ya, Laura. Udah sore nih, kakak harus pulang." Laura mengangguk mendengar perkataannku. Segera aku membereskan barang-barangku lalu berjalan sampai ambang pintu.

"Kakak pulang yaa." Ucapku lalu mengelus pelan kepala Laura.

"Hati-hati, kak!" Balas Laura sambil melambaikan tangannya padaku.

*

Axel masuk ke rumah dengan pakaian yang lusuh. Sekarang eskul fotografi di sekolahnya sedang sibuk-sibuknya karena ada lomba potret bulan depan. Jadilah ia dan teman-teman eskulnya mencari objek di berbagai tempat.

Axel celingak-celinguk mencari keberadaan sang adik. Biasanya adiknya itu menyambutnya dengan suaranya yang cempreng.

Axel merebahkan dirinya di sofa ruang tamu. Pandangannya teralih ketika melihat sebuah buku dengan sampul maroon yang terletak di atas meja.

Mungkin punya Laura. Pikirnya. Diambilnya buku tersebut lalu ia membuka halaman pertamanya.

Hazel Alaska.

Hanya itu. Namun Axel sempat berpikir saat melihat kata-kata yang terdapat pada lembaran pertama. Ini bukan milik Laura. Dan ia seperti pernah mendengar nama Hazel namun entah dari siapa dan kapan.

Axel menjentikkan jarinya, Oh! Guru privatnya Laura!

Axel tau ini privasi orang lain. Namun tak bisa dipungkiri, ia penasaran dengan isi dari jurnal ini.

Axel membuka lembaran selanjurnya. Terdapat foto sebuah Kafe dengan tema vintage disana.

16 Oktober 2014

Halo jurnal! Gue Hazel, pemilik lo yang baru! Mulai sekarang gue bakalan curhat disini terus, Jangan bosen-bosen sama curhatan gue ya!

Gue tadi nungguin kak Davian di Kafe ini.
Nungguinnya kayak nungguin kura-kura lari aja, lama banget! Kalo gak bisa jemput kenapa harus janji, sih? Kan gue yang repot. Tapi untung kak Davian dateng. Kalo enggak gue gak bisa pulaang!

Axel tersenyum kala membaca isi jurnal dari Si Hazel ini. Ia mengusap gambar kepala yang berekspresi marah di kertas itu dengan ibu jarinya.

Lembaran ketiga, terdapat foto seorang guru yang tengah mengajar.

20 Oktober 2014

Suatu saat gue pasti bisa jadi guru. Gue bakalan ngajar anak-anak sd. Eh smp aja deh. Eh terserah deh, yang penting gue harus jadi guru! Berjuang, Hazel!

"Kakak!" Reflek, Axel menutup jurnal Hazel saat Laura berteriak dan menghampirinya.

"Kakak baru pulang?" Laura, dengan wajah berbinar-nya duduk di sebelah Axel.

"Iya. Kamu dari mana?" Tanya Axel. Ia berusaha mamsukkan jurnal itu ke dalam tasnya tanpa memperlihatkan gerakan-gerakan yang berarti.

"Tadi aku dari dapur. Haus bangeet," Jawab Laura.

"Kakak mandi, gih. Bau!" Laura menjepit hidungnya dengan ibu jari dan telunjuknya seakan-akan bau badan Axel sangat menyengat.

Axel tertawa lalu mengacak rambut Laura. "Iya iya kakak mandi."

"Kakak, ih. Mainin rambut Laura mulu, kayak kak Hazel aja!" Ucap Laura sambil membenahi rambutnya.

Deg.

Reflek Axel berhenti melanglahlan kakinya saat adiknya mengucapkan kata 'Hazel'.

"Kamu privatnya hari apa aja, sih?" Tanya Axel dengan nada yang dibuat acuh tak acuh. Sengaja agar Laura tak curiga.

"Hari senin sama rabu. Kenapa emangnya?"

"Oh." Axel mengangguk-anggukan kepalanya lalu melangkahkan kakinya kembali menuju ke kamar.

Dalam hati ia mengumpat. Kenapa jadwalnya pas banget sama jadwal pulang malem gue, sih?

Namun sepersekian detik kemudian, Axel kembali mengumpat. Kenapa gue jadi mikirin Si Hazel ini, sih? Lelaki itu mengacak rambutnya gusar.

Namun, jauh di lubuk hatinya, ia ingin melihat 'wujud' pemilik jurnal maroon temuannya tadi.

*

"Kak Dav, lo liat jurnal gue gak?" Tanyaku gusar kepada kak Davian yang tengah asik menonton sepakbola.

Huh, dasar lelaki.

"Nggak." Jawabnya singkat sambil memakan keripik kentangnya.

Aku menghela nafas gusar, tak usah ditanya pun, pasti itu jawabannya.

Jurnalku hilang! Jurnal kesayanganku. Yang sudah kuisi dengan banyak cerita. Yang sudah kutempelkan foto-foto di dalamnya. Lenyap begitu saja!

"Kak Dav bantuin gue cariin, dong. Jangan bisanya nonton doang!" Ujarku kesal sambil menghentakkan kaki di lantai rumahku ini.

"Capek, baru nyampe." Jawab kak Davian tanpa mengalihkan pendangannya dari tv.

Tv lebih penting daripada adek sendiri. Pacarin aja tuh tv. Antena sama kabelnya sekalian.

"Huh, mentang-mentang libur lama terus balik kampung." Gumamku kesal lalu kembali mencari jurnalku kesana-kemari.

"Beli lagi aja, napa?" Kak Davian membuka suaranya lagi.

Aku menggeleng kuat. "Jurnal itu udah banyak isinya, tau. Masa' gue harus ulang lagi dari awal?"

Kak Davian menaikkan kedua bahunya acuh kemudian memakan keripiknya lagi.

Huh, mentang-mentang libur kuliah dia malah malas-malasan di rumah.

Aku mendengus lalu menaiki tangga untuk sampai ke kamarku.

*

21 Oktobee 2014

Happy birthday to me, yeay!

Hanya tulisan besar itulah yang memenuhi hampir selembar kertas jurnal Hazel. Namun di bawahnya terdapat sebuah foto. Foto kue ulang tahun dua tingkat yang dilapisi krim cokelat. Terdapat pula dua buah lilin yang bertuliskan angka satu dan tujuh di atas kue.

Axel tersenyum, ternyata lelaki itu hanya lebih tua delapan hari dari Hazel.

Suara deringan bel mengisi ruang santai rumah Axel. Namun lelaki itu tak peduli. Toh, mana mungkin tamu tersebut untuknya.

"Kak, tolong bukain pintu untuk kak Hazel dong! Laura mau ambil buku dulu!"

Hazel?

Yah, mungkin Axel mengurungkan niatnya untuk tak membukakan pintu.

----

Dear JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang