03 - Mimpi dan Buku Baru

4.1K 326 10
                                    

Tarik nafas, buang.

Tarik nafas buang.

Tarik nafas, buang.

Itulah yang sedari tadi yang Axel lakukan sebelum membukakan pintu untuk Hazel. Entahlah, ia gugup sekali.

Kenapa? Batin Axel bingung.

Gak mungkin gue suka sama Hazel, 'kan? Batinnya lagi.

Axel bersiap membuka pintu utama. Ia sudah memegang kenop pintu namun belum juga di bukanya.

Sekali lagi, Axel menarik nafas lalu membuangnya. Ditariknya langsung pintu tersebut dengan hati yang berdetak tak karuan.

*

Axel melahap makan malamnya yang ditemani dengan suara benturan agak keras yang berasal dari sendok dan piringnya. Kedua orang tua serta adiknya hanya bisa saling bertatap bingung melihat kelakuan Axel yang tak biasa itu.

"Kamu kenapa sih, Axel?" Sarah, Mama Axel, membuka suaranya.

Axel menggeleng cuek. Ia memotong lauknya dengan kasar.

Mimpi.

Kejadian tadi hanyalah mimpi.

Setelah membaca jurnal Hazel di bagian ulang tahunnya tadi, Axel ketiduran di sofa ruang tamu dan tak sengaja memimpikan 'lanjutan' dari kegiatannya setelah membaca jurnal itu.

Namun ternyata, lanjutan yang ia hayalkan tak menjadi kenyataan. Padahal, Axel sudah sangat sangat ingin bertemu dengan Hazel.

Setelah merasa sudah selesai makan, Axel menegak air mineral lalu membawa peralatan makannya ke dapur.

"Axel duluan." Ucapnya kecil dan singkat. Entahlah apa ada yang mendengarnya atau tidak, lelaki itu langsung menaiki tangga menuju ke kamarnya.

Di dalam kamar, Axel menyembunyikan wajahnya dengan bantal dan berteriak sekeras-kerasnya. Sebenarnya ia tak tau apa yang menjadi tujuan ia berlagak seperti orang depresi seperti ini, namun di dalam benaknya masih tersimpan rasa penasaran yang sangat dengan gadis yang bernama Hazel itu.

Axel mengambil kamera digital-nya di atas meja belajar. Lelaki itu melihat satu persatu foto yang berada di sana. Foto selfie teman-teman sekelasnya, foto candid teman-teman eskulnya, foto pantai dan pegunungan, dan foto-foto random lainnya.

Axel benar-benar menyukai fotografi. Sedari kecil ia sudah bersahabat dengan macam-macam jenis kamera. Dan ia ingin mewujudkan cita-citanya menjadi fotografer pro.

Setelah terus mengklik  untuk melihat-lihat hasil jepretannya, Axel berhenti menekan tombol ketika terpampang sebuah foto yang membuatnya menegang.

Foto candid seorang gadis yang tengah tertawa sembari mengenakan seragam olahraga yang sama dengan seragam olahraga sekolahnya ketika smp dulu. Gadis itu tertawa di sela-sela mulutnya yang menggigit sedotan putih dari minuman yang dipegangnya.

Axel menatap foto tersebut dengan lesu. Dan dengan sekali klik, foto perempuan cantik itu terhapus.

Renatha atau biasa dipanggil Natha, gadis yang menjadi sahabat Axel sedari kecil, karena faktor rumah mereka yang bersebelahan. Gadis itu selalu bersama Axel, di sekolah maupun di rumah. Bila ada Axel, disitu ada Natha, begitu pula sebaliknya. Dan dengan hubungan mereka yang sangat akrab itu, Axel jatuh cinta untuk yang pertama kalinya.

Axel kecil pun menyatakan perasaannya pada Natha saat mereka duduk di kelas delapan. Dan tanpa disangka, Natha juga memiliki perasaan yang sama terhadap Axel. Namun, Natha dan keluarganya pindah ke luar kota ketika mereka duduk di bangku smp kelas sembilan. Dan parahnya lagi, Natha maupun keluarganya sama sekali tak memberitau Axel. Hubungan mereka yang dulunya berpacaran sekarang berubah menggantung. Karena salah satu dari mereka tak pernah mengucapkan kata putus atau semacamnya.

Dan sekarang, Axel tak bisa apa-apa. Ia tak tau keberadaan Natha, ia tak tau kabar Natha, dan ia tak tau hubungannya dengan Natha.

Dan, ia tak tau apakah ia masih jatuh terhadap Natha.

Disitu kadang Axel merasa sedih.

*

Aku mengambil satu keping biskuit cokelat di meja kecil di sebelah tempatku duduk. Sembari menggigit biskuit, aku memotret langit malam dari balkon kamarku dengan kamera instax polaroid putihku.

Aku menggoyang-goyangkan film foto hasil jepretanku agar gambarnya lebih cepat terlihat. Kemudian menempelnya di buku kosong yang baru kubeli.

15 Maret 2015

Halo buku kosong.

Aku menghela napas lalu menutup buku kosongku. Aku kembali menggigit kepingan biskuit lalu menaruh buku kosong tadi di dalam kamarku.

Aku kembali duduk di balkon dan merasakan angin menerpa wajahku dengan perlahan.

Aku ingin jurnalku kembali.

----

Dear JournalWhere stories live. Discover now