04 - Dimana Jurnalnya?

4.4K 318 5
                                    

Di multimedia ada jurnalnya Hazel.

----

26 Oktober 2014

Minggu pagi!

Lari pagi bareng kak Davian ternyata seru juga ya, hehe. Tumben-tumben dia baik mau nemenin gue lari pagi. Ditraktir sarapan pula. Mungkin dia tau kalo gue itu adek yang bakalan dia kangenin, makanya dia ngabisin waktu sama gue sebelum dia kuliah di Jogja. Hahaha.

Di bawah kalimat tersebut terdapat sebuah foto candid seorang lelaki yang tengah menegak air mineral dalam botol.

Kakaknya mungkin? Axel bertanya-tanya di dalam hatinya.

Sudah beberapa hari ini ia membaca jurnal Hazel. Isinya menarik. Dan ada beberapa fakta yang terkuak dalam jurnal ini.

Pertama, Hazel mempunyai kakak yang bernama Davian yang kuliah di luar kota.

Kedua, Hazel ingin menjadi guru. Karena inilah ia menjadi guru privat sekarang.

Ketiga, Hazel memiliki sahabat yang bernama Vanni.

Keempat, Hazel berulang tahun tanggal 21 Oktober.

Dan masih banyak lagi.

Axel mengerutkan alisnya ketika membaca kalimat di lembaran selanjutnya.

27 Oktober 2014

Sepi gak ada kak Davian. Walaupun kalo dia di rumah tetep aja sepi, Tapi gak se-sepi ini.

Kak, aku kangen kakak.

Disini sepi.

Aku kesepian.

Axel melihat tulisan kesepian yang banyak sehingga hampir memenuhi satu lembaran tersebut.

Namun dibawahnya masih dapat ditempelkan sebuah foto. Foto sebuah kamar bercat abu-abu dengan keadaan yang rapi namun kosong. Tempat tidur yang rapi namun tak ada alat tidur seperti bantal dan selimut, rak buku yang besar namun tak ada satu pun buku di sana.

Kamar kakaknya? Axel kembali bertanya dalam benaknya.

"Woy!" Axel reflek berdiri dan berbalik saat seseorang mengagetkannya.

"Sialan lo, ngagetin orang aja kerjaannya." Axel menoyor pelan kepala Ken, sahabatnya sekaligus orang yang mengagetkannya tadi.

Ken tertawa, namun sedetik kemudian tawanya makin meledak kala melihat buku yang di pegang Axel.

"Lo baca dongeng Cinderella? Unyu amat buku lo, nyet." Ken tertawa hingga ia terbatuk-batuk.

Axel memutar matanya, memang benar-benar keputusan yang salah jika ia membaca jurnal ini di lapangan basket outdoor sekolahnya.

Seorang Giordano Aryandra Axel membaca buku dengan sampul maroon dan kantung bermotif girly yang dijahit di depannya. Mungkin begitulah kira-kira berita hangat yang akan terdengar jika Axel terlihat membaca jurnal ini di sembarang tempat di wilayah sekolah.

Axel memang termasuk siswa populer di sekolahnya. Karena wajahnya yang sangat teramat tampan serta keahliannya dalam memotret. Hasil karyanya selalu ditempel di mading setiap minggu. Objek yang di potret pun bermacam-macam. Pemandangan, ruangan, seseorang, bahkan selfie pun pernah dipajang.

"Buku apaan sih, itu?" Ken berusaha meraih jurnal Hazel. Namun Axel menjauhkannya dari jangkauan Ken.

"Ken sayang, sana kencan dulu sama Barbie." Ken merengut ketika Axel mengucapkan kalimat itu sembari terkekeh.

"Najis. Gue masih dalam misi mencari Barbie gue. Bantuin, ya." Ken menaik-naikkan kedua alisnya sembari tersenyum mencurigakan.

Axel menggelengkan kepalanya melihat tingkah aneh Ken.

*

"Vann, jurnal gue gak ketemu-ketemu!" Kuacak-acak seluruh laci meja di kelasku dengan gusar.

Vanni yang membantu mencari jurnalku di loker-loker kelas pun ikut panik. "Di rumah lo kali. Lo kan sering ceroboh kalo soal taruh-menaruh barang."

"Udah gue cari ke seluruh tempat, Vann. Tetep gak ada!" Kali ini aku mengobrak-abrik laci meja guru. Aku tau ini terkesan useless, tapi siapa tau jurnalku berada di sini.

Pokoknya, aku tak akan menyerah hingga aku menemukan jurnalku.

*

Aku menyerah!

Aku dan Vanni sudah mencarinya di mana-mana. Kelas, koperasi, halaman, bahkan toilet dan tempat sampah. Namun hasilnya nihil, aku sama sekali tak menemukan jurnal-ku!

Aku mengendarai matic-ku dengan lesu. Baru kali ini aku benar-benar stres ketika kehilangan sesuatu.

Kumatikan mesin motorku kala aku sudah memasuki halaman rumah. Aku tersenyum singkat pada tukang kebun yang bekerja di rumahku.

"Baru pulang, Hazel?" Sambut Mama kala aku membuka pintu utama.

Aku mengangguk lemah lalu masuk ke dalam rumah.

Kusadari Mama mengikutiku dari belakang. Sangat terdengar dari suara dentuman sandal rumah yang dipakai Mama bergesekan dengan lantai.

"Kamu kenapa, sayang?" Kini Mama berjalan bersisiran denganku. Dapat kurasakan kembali Mama melihatku dengan sorot yang khawatir walau aku sedang tak menatap Mama saat ini.

"Jurnalnya hilang, Ma." Sambung kak Davian yang tengah menonton televisi.

"Bacot, ah." Aku mendengus lalu berjalan menuju kamarku dengan sedikit menghentakkan kaki.

Kuliah banyak liburnya, ya? Kenapa Kak Davian pulang ke rumah terus, sih? Yah, walau terkadang aku merindukannya. Namun sekarang aku ingin dia menghilang dari bumi untuk sementara.

*

"Laura, ayo dong belajar dulu." Aku menatap pasrah Laura yang sedang membaca komiknya.

"Bentar kak, lagi seru." Ucap Laura singkat. Lah, anak ini. Aku dibayar bukan untuk melihatnya membaca komik, 'kan?

Aku menghela napas lalu mengeluarkan kamera polaroid-ku. Kupotret Laura diam-diam. Setelah hasilnya keluar, aku menggoyangkannya agar fotonya cepat selesai.

Aku mencari-cari jurnalku di dalam tas. Kukeluarkan semua isi dalam tasku namun buku bersampul maroon itu tak terdapat di dalamnya.

Oh iya.

Aku baru ingat.

Jurnalku hilang sejak beberapa hari lalu.

Sial.

Aku menatap foto Laura yang baru saja kupotret tadi dengan lemas. Namun sedetik kemudian aku menatap gadis yang berada di sebelahku ini.

"Laura," Panggilku.

"Hm?" Sahutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari komik detektif-nya itu.

"Waktu terakhir kakak ngajar, kamu liat ada buku yang ketinggalan, gak?" Tanyaku seraya menyesap lemon tea yang tadi disuguhkan.

Laura menggeleng, membuatku mendesah kecewa.

Kutatap jam tangan watch yang berada di pergelangan tangan kiriku. Oh bagus, jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore sementara aku belum mengajarkan apapun pada Laura.

Dengan terpaksa aku menarik komiknya lalu menaruhnya di atas meja yang berada jauh dari jangkauan gadis itu.

"Kakak!" Teriaknya kesal. Aku hanya mengidikkan kedua bahuku seraya mengambil spidol dan menuliskan rumus phytagoras di papan tulis.

----

Dear JournalWhere stories live. Discover now