12 - Unknown

3.2K 331 24
                                    

Sekedar info, judulnya Unknown itu karena aku gatau mau bikin judulnya apa, soalnya di chapter ini random hehe. Jadi judulnya gak ada sangkut-pautnya sama cerita ini.

Enjoy!

----

"Jadi, lo itu sahabatnya Hazel?"

"Iya."

"Boleh gue tau, sifat dia gimana sih?"

"Ya sama aja kayak sifat-sifat cewek lainnya."

"Menurut lo dia gimana?"

"Ya baik, cantik, tapi nyebelin, tukang nulis jurnal gaje yang lo temuin itu."

Saat ini, Axel duduk di salah satu meja di Kafe Insomnia bersama Vanni dan juga Ken. Sejak Axel tau bahwa Vanni adalah sepupu Ken, lelaki itu langsung meminta Ken untuk mengajak Vanni bertemu dengannya. Dan disinilah mereka sekarang.

"Vann," panggil Axel setelah keheningan yang cukup lama.

"Hm?" sahut Vanni singkat seraya melahap spaghetti-nya.

"Boleh gue tau, Hazel itu yang mana, sih?" sontak, Vanni tersedak mendengar pertanyaan konyol dari Axel.

"Minum dulu, minum." Ken menyondorkan soda kalengan yang langsung diembat oleh Vanni.

Axel berdecak, apa salahnya sih suka sama orang yang nggak kita kenal? tanyanya bingung di dalam hati.

Setelah semuanya kembali normal, Vanni kembali melilit pasta itu dengan garpu. "Lo itu suka 'kan, sama Hazel? Gue kira lo tau mukanya yang mana."

Axel memutar bola matanya. "Apa salahnya, coba? Kalo suka ya suka aja, ngapain harus mikirin muka dan lain-lain?" Ia menyesap cappuccino pesanannya dengan sedikit gusar.

"Iya deh, gue ngerti," Vanni mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi gue gak mau liatin Hazel. Gue mau lo berusaha, biar lo bisa liat muka dia secara langsung." gadis itu tersenyum lebar, membuat Axel berdecak sebal.

"Kasih aja, sih. Lo gak ada ruginya juga." Ken tiba-tiba menyahut.

"Suka-suka." jawab Vanni singkat. Ia kembali menegak sodanya hingga habis lalu berkata. "By the way, dia sering cerita ke gue tentang seseorang yang namanya 'Axel'." gadis itu tersenyum jenaka lalu menaruh selembar uang seratus ribu rupiah di atas meja dan pergi dari Kafe itu begitu saja.

"Jadi, gue harus gimana lagi sekarang?" Axel menghela napasnya pasrah.

"Ya cari tau Hazel, lah." Ken ikut beranjak dari kursinya lalu pergi menyusul Vanni yang sedari tadi sudah berada di luar Kafe. Axel mendengus, kembali disesapnya cappuccino tersebut sembari memikirkan bagaimana caranya bertemu dengan Hazel.

*

"Laura berhenti privat!?" gadis itu mengangguk santai saat Kakaknya berseru. Ia menegak air mineral dari mug miliknya sembari menonton televisi.

"Kenapa?" Axel mengikuti jejak Laura dengan duduk di sebelah adiknya. "Kata kamu, Kak Hazel ngajarnya enak."

Laura menoleh, menatap Axel yang sedang menatapnya balik. "Laura 'kan udah ulangan kenaikan kelas, jadi gak perlu privat lagi."

Axel mendesah kecewa. Padahal minggu ini adalah minggu terakhir dari eskul fotografinya, jadi ia bisa pulang lebih awal dan melihat sosok Hazel. Ternyata Tuhan memiliki rencana lain.

Axel beranjak dari sofa lalu berjalan menuju dapur. Diambilnya sekotak susu dingin lalu ditegaknya hingga habis. Setelah membuang kotak susu itu, Axel melangkahkan kakinya gontai menuju kamarnya. Ia menghela napas, semakin sulit peluangnya untuk bertemu gadis penggila jurnal itu.

Dear JournalNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ