7: Morning

22.6K 888 8
                                    

Note:

Maaf pendek partnya, karena secret partnya sudah ada di KaryaKarsa. Tapi tetep masih bisa diikuti kok ceritanya. Semoga kamu enjoy bacanya ya :)

Ps: Maaf ternyata voucher "rimbarajahutan" sudah habis. Jadi kamu bisa pakai kode "violettatata" untuk dapat potongan seribu. Terima kasih banyak dukungannya 🙏

***

Pagi hari aku terbangun dengan tubuh nyeri di sekujur tubuh. Terlebih di area privatku setelah kegiatan panas semalam dengan Mas Rimba.

Aku membalikkan tubuh ke kanan, mendapati dada bidang Mas Rimba yang templok-able. Segera kusandarkan wajahku di sana. Masih sedikit tidak percaya bahwa kami benar-benar menjadi satu semalam. Aku tersenyum bahagia mengingat ekspresi Mas Rimba yang penuh damba. Dan itu dia tunjukkan karena kenikmatan yang ia dapat dariku.

"Hehehe.." Aku tertawa kecil. Wajahku seketika memerah malu.

"Pagi-pagi kenapa udah cengengesan gitu?" Suara serak nan berat menyandarkanku dari lamunan kejadian semalam.

Mas Rimba sedang menatapku dengan mata sayu khas bangun tidur.

"Masih kayak mimpi." Kataku malu-malu.

Mas Rimba mengusap wajahnya sebelum melepaskan tautan tanganku di pinggangnya. Aku mengernyit bingung. Tidak biasanya Mas Rimba melepaskan pelukanku dengan kasar.

"Ku harap itu hanya mimpi." Gumam Mas Rimba lirih.

Senyum di wajahku seketika surut. Reaksi Mas Rimba tidak seperti yang kuharapkan.

"What the f-- kamu masih 17 tahun Violetta. Dan kita sedang terjebak di pulau terpencil seperti ini." Mas Rimba mengetatkan rahangnya. Seakan ia sedang marah pada dirinya sendiri. Atau mungkin padaku.

"Kukira.. Mas Rimba menyukainya semalam." Cicitku takut. Apalagi Mas Rimba sudah bangkit berdiri dan mengenakan kembali pakaian lusuhnya.

Aku takut dia akan pergi.

"Mas.." Panggilku. Mas Rimba mematung, mengamati tubuh telanjangku yang pasti sudah tidak nyaman untuk dipandang karena dipenuhi bercak kemerahan dan cairan cinta semalam.

"Aku mau menjernihkan kepalaku dulu. Kamu tetap di sini." Mas Rimba berucap dingin lalu pergi begitu saja masuk ke hutan.

Aku bangkit duduk dan memeluk kakiku sendiri. Lalu air mataku mengaliri pipi tanpa bisa kutahan lagi.

***

Rimba menceburkan dirinya di sungai. Dengan perlahan ia mendekati air terjun dan membiarkan aliaran air terjun yang deras itu menerjang kepalanya.

Terdampar di pulau terpencil dengan seorang gadis rupanya sudah membuat kewarasannya semakin terkikis. Rimba menggumamkan kalimat makian untuk dirinya sendiri.

"Brengsek!" Rimba meninju air di bawahnya. Ia kembali terbayang dengan percintaannya semalam. Satu-satunya yang bisa ia harapkan adalah ia tidak memberikan luka yang serius pada Violetta.

Di tempat seperti ini mana ada rumah sakit?

Dengan bodohnya ia baru memikirkannya sekarang. Tubuh belia Violetta pasti akan kewalahan bila mengikuti ritme percintaan pria 35 tahun. Belum lagi jika tanpa sengaja ia menaburkan benih di rahim gadis yang masih duduk di kelas XI SMA itu.

Oh Tuhan.

Dengan erangan frustasi ia menyudahi kegiatan mandinya dan kembali gua. Di sana Violetta masih memeluk tubuhnya sendiri sambil terisak.

Rasa bersalah semakin menyesakkan dada Rimba.

"I'm so sorry." Rimba mengangkat wajah Violetta yang sembab. Gadis itu memalingkan wajahnya enggan bersitatap dengan Rimba.

"Aku nggak mau nyakitin kamu."

"Kamu tahu kan, kita sedang terdampar di pulau terpencil. Tidak ada orang lain yang bisa kita minta bantuan kalau kamu atau aku sakit. Dan kegiatan semalam itu... Adalah kelalaianku yang nggak bisa menahan hasratku. Aku minta maaf."

"..." Violetta masih enggan bersuara. Gadis itu benar-benar panik menyangka Rimba benar-benar meninggalkannya.

"Aku bantu kamu mandi, ya." Rimba mengangkat tubuh telanjang Violetta ala bridal style. Dengan enteng ia menggendong Violetta ke sungai. Kemudian memandikan Violetta dengan daun-daunan herbal yang tumbuh di sekitar air terjun.

"Buku mulut kamu." Dengan telaten Rimba menggosok gigi Violetta dengan potongan kayu dan daun sirih yang sudah ia hancurkan sedikit.

Violetta mengamati perlakuan Rimba dalam diam. Gadis itu masih kesal dengan sikap Rimba yang selalu berubah-ubah. Seperti Singa yang kadang menggemaskan seperti kucing lalu tiba-tiba berubah jadi grumpy.

Violetta tidak masalah dengan sikap berubah-ubah Rimba asalkan pria itu tidak meninggalkannya sendiri seperti tadi.

"Mas.." Panggil Violetta saat selesai berkumur.

"Hm?"

"Jangan tinggalin aku lagi kayak tadi pagi. Please."  Violetta memainkan jemarinya sendiri. Menunggu jawaban dari Rimba yang sedang sibuk mengambilkan baju ganti yang sudah ia siapkan di atas batu.

"Aku nggak ninggalin kamu, Vi."

"Tapi Mas Rimba mukanya serem dan pergi gitu aja ninggalin aku." Rimba menghela nafas panjang.

"Kamu tahu kan, aku udah mulai sayang banget sama kamu." Rimba mengelus pipi Violetta lembut.

"Tapi Mas nyesel sama kegiatan kits semalem." Violetta mencebikkan bibir. Gadis itu membuang muka ke arah pepohonan lebat yang mengitari air terjun.

"Mas nyesel karena nggak melakukannya di saat dan tempat yang tepat."

"Maksudnya?" Violetta menatap Rimba yang berwajah datar. Pria itu sepertinya sudah bisa mengontrol kembali emosinya.

"We need to escape from this island first. Aku nggak mau sesuatu yang tidak diingankan terjadi saat kita masih terjebak di pulau ini."

"Misalnya?"

"We have a baby." Jawaban Rimba membuat Violetta memerah. Gadis itu tersipu mengetahui bahwa Rimba sudah berpikir sangat jauh.

"Kan Mas Rimba keluarinnya di luar." Balas Violetta polos.

Bibir rimba berkedut. Ucapan polos Violetta membuatnya gemas.

"We never know... Yang pasti, sekarang kita harus berusaha mencari bantuan untuk kembali ke Surabaya." Ucap Rimba dengan penuh penekanan.

"Okay... Aku maafin Mas Rimba, tapi ada syaratnya."

"Syarat?" Rimba mengangkat satu alisnya.

"Aku pengen ciuman lagi sama Mas Rimba. Tapi yang LAMA." Kata Violetta enteng, dengan penuh penekanan di kata terakhir.

Rimba menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan remaja di hadapannya yang sudah kecanduan ciuman.

Salah siapa coba?

***

Jangan lupa follow dan komen ya.. 🦁

Terdampar (END)Where stories live. Discover now