21: Ketahuan

8.7K 708 41
                                    

Selamat tahun barunya Mas Rimba 🦁 *eh bukan ya?

Yang belum follow, jangan lupa follow dulu ya... ⚠️

***

Aku membiarkan pesan Mas Rimba tanpa berniat membalas. Perasaanku campur aduk saat ini, dan mengingat hubunganku dan Mas Rimba hanya akan membuat hatiku semakin tak nyaman.

Ponselku bergetar lagi. Kali ini dering panggilan telfon.

Mas Rimba is calling...

Dengan nafas tertahan aku menekan simbol hijau.

"Halo.." Sapaku terdengar serak. Namun Mas Rimba tidak kunjung menjawab.

"Halo, Mas?"

"Um.. saya boleh ketemu kamu sekarang?" Tanyanya dengan suara berat. Aku melirik jam di nakas, pukul 9 malam.

"Di rumah?" Tanyaku ragu.

"Kamu mau saya ke rumah kamu?"

"Jangan!! Ketemu di alfamidi deket rumah aja." Seruku setengah panik. Mama dan Papaku sudah pulang, dan mengetahui fakta terntangku yang hamil entah sejak kapan, pasti membuat mereka agresif jika melihat tamu laki-laki menemuiku. Sudah malam juga.

"Oke. Jangan lupa pakai baju hangat ya.. sudah malam." Kata Mas Rimba sebelum kuakhiri panggilannya. Sudah tahu sekarang jam berapa, malah ngajakin ketemuan. Dasar om-om.

Bergegas aku berganti pakaian yang lebih tertutup kemudian mengendap-endap keluar rumah. Untung saja kamarku berada di lantai satu, sehingga aku bisa keluar tanpa membuat banyak suara.

Dengan mengeratkan cardigan rajutku aku berjajalan cepat menyusuri jalan perumahan dan berbelok ke alfamidi yang sedang sepi pengunjung. Di meja luar yang biasanya jadi tempat tongkrongan remaja perumahanku sudah diduduki sosok yang sangat kukenal.

Tiba-tiba emosiku membuncah, saat pria itu berdiri mengetahui kehadiranku.

"Harusnya tadi saya jemput saja di rumahmu." Ucapnya seraya menarikku masuk ke dalam pelukannya. Tangisku akhirnya tumpah lagi. Aku terisak lirih.

"Kamu ada masalah?" Tanyanya dengan mengendurkan pelukan. Aku digandengnya duduk di salah satu bangku terdekat.

"...."

Mas Rimba mengulurkan tangannya untuk menggenggam tanganku lembut di atas meja.

"Mau cerita?" Tanyanya sambil menatapku lembut. Entah kenapa perasaanku jadi lebih baik saat melihat wajahnya langsung seperti ini. Tanpa sadar satu tanganku yang lain mengelus perutku yang masih rata.

Kuhela nafas panjang lalu kembali balas menatap Mas Rimba.

"Aku pernah mimpi sesuatu." Aku melempar pandangan ke arah jalan.

Mas Rimba menatapku lekat, dengan sabar ia menunggu.

"Aku pernah bermimpi melihat hutan dan lautan biru dari atas pohon raksasa. Dan aku melihatnya bareng Mas Rimba."

Mas Rimba mengerutkan alisnya tampak berfikir.

"Jujur, aku penasaran dengan apa yang sudah kita alami setelah kecelakaan itu terjadi, Mas. Aku merasa kita pernah sangat dekat sebelum kita ditemukan. Mungkinkah..." Aku menghentikan ucapakanku. Sesuatu seakan menahan suaraku keluar dari tenggorakan.

"Kamu kenapa, Vi?" Tanya Mas Rimba panik melihatku kesakitan. Dengan segera Mas Rimba masuk ke alfa membeli air mineral memberikan air itu padaku.

Aku meminum air itu segera. Rasa mengganjal di tenggorokan itu akhirnya menghilang.

"Are you okay?" Tanya Mas Rimba, masih dengan ekspresi khawatir ia memijat leherku pelan.

Di dalam kepalaku seperti ada suara yang memerintahkanku untuk menghentikan keingintahuanku tentang apa yang kulalui setelah kecelakaan itu terjadi. Aku menghela nafas panjang.

"Mas.. aku hamil." Kataku akhirnya. Sepertinya aku tidak bisa bertele-tele untuk hal satu ini.

Mas Rimba yang masih kebingungan dengan ucapanku sebelumnya langsung membelalakkan mata, terkejut.

"What?"

"Ya, aku hamil. Tapi nggak tahu dari kapan, Mas."

"...." Mas Rimba memejamkan mata, seperti sedang mencerna kembali informasi yang baru saja ia dengar dari bibirku.

"Sama siapa?" Tanya Mas Rimba dengan nada lebih serius. Aku pun menceritakan bagaimana aku mengetahui kehamilanku yang tidak pernah kuduga sebelumnya.

"Seingatku aku belum pernah berhubungan badan dengan siapapun, Mas. Sebelum kecelakaan itu pun aku masih perawan. Dan.. satu-satunya kontak fisik yang kulakukan sama laki-laki itu cuma sama Mas Rimba." Ucapku dengan mengeratkan jalinan tanganku dan Mas Rimba.

Mas Rimba seperti kehilangan kata-kata setelah mendengar ceritaku.

"Mungkinkah..." Gumaman Mas Rimba terhenti. Ia menatapku lekat-lekat.

"Saya pengen kamu tes DNA bayi di perutmu dengan saya. Kamu bersedia?" Pertanyaan Mas Rimba yang tak terduga membuatku tersedak. Mas Rimba kembali membantuku minum untuk membuatku lebih baik.

"Kenapa?"

"Karena saya ingin memastikan rasa penasaran saya. Tiba-tiba saja saya tergila-gila denganmu, padahal sebelum kecelakaan itu kita tidak pernah dekat sebelumnya. Mungkinkah... Selama kita menghilangkan, kita jadi lebih dekat?" Kata Mas Rimba dengan serius. Mataku sudah berkaca-kaca, tidak menduga reaksi Mas Rimba akan seperti ini. Kupikir, dia akan kecewa atau...

"Besok kita pergi sama-sama ke rumah sakit ya?"

***

"Saya akan bicara dengan orang tua kamu besok." Ucap Mas Rimba saat kami sudah ada di depan rumahku. Tadi Mas Rimba memaksa untuk mengantarku, meski juga berjalan kaki.

"Mas Rimba yakin?"

"Iya. Kamu jangan khawatir." Mas Rimba mengelus pipiku lembut.

"Siapa kamu bawa anak saya malem-malem gini?" Sebuah suara membuatku berjengit kaget. Tiba-tiba saja Mama sudah muncul dengan tangan terlipat di dada.

"Saya tanya, kamu siapa?" Seru Mama lagi, kali ini ia menyambar tanganku dan menarikku untuk berdiri di belakangnya.

"Saya Rimba, tante." Jawab Mas Rimba kalem.

"Kamu..." Ucapam Mama menggantung.

"Kamu korban yang selamat bareng anak saya, kan?" Tanya Mama lagi. Suara Mama jadi terdengar sangat keras di jalan kompleks perumahan yang sudah sepi begini. Aku mengelus dada karena deg-degan mendengar suara Mama.

"Benar, Tante."

"Jangan-jangan... Kamu..."

"Besok saya ingin memastikannya, Tante. Saya mohon izin untuk mengantarkan Violetta ke rumah sakit besok." Kata Mas Rimba lagi, pria itu benar-benar nggak ada takut-takutnya. Padahal Mama sudah dalam mode agresif begini.

"A-apa??" Tuh kan, Mama sampai speechless.

"Besok saya kesini lagi tante, mohon segera masuk ke dalam karena udara di luar sudah mulai dingin, kasihan Violetta." Potong Mas Rimba sambil melirikku. Aku hanya bisa menahan nafas mendengar percakapan mereka berdua.

Mama menggeram tertahan.

"Baiklah, besok kamu kesini lagi. Jangan lari kamu." Ancam Mama sambil meninggikan tinjunya. Tanpa menunggu balasan Mas Rimba, Mama langsung menarikku ikut masuk ke dalam rumah. Meninggalkan Mas  Rimba yang masih mengawasi kami dari luar gerbang yang berongga.

***
TBC.

Ps: Maaf kalau ada kalimat yg belibet, aku lagi sakit gigi jadi nggak konsen 😭😭😭

Terdampar (END)Where stories live. Discover now