Bab 5. Kisah Seorang Guru

81 31 5
                                    

Franzine menghentikan mobilnya di seberang rumah Antonia Gerard. Masih ada garis polisi di pintu masuk rumahnya. Jace menatap ke arah rumah bercat putih itu sambil mendengkus.

“Mereka kadang-kadang perlu diajari etika untuk bersikap lebih baik lagi,” gumam Jace sambil membuka pintu mobil dan keluar, diikuti oleh Franzine dari pintu di sisi lainnya.

“Siapa?” tanya Franzine. Ia melihat-lihat sekelilingnya sebelum menyebrangi jalan.

“Para polisi lokal. Lihat! Tidak perlu menginjak-injak kebun yang cantik dan merusak tanaman yang tidak berdosa itu. Antonia Gerard pasti menangis di dalam kuburnya sekarang.”

Franzine mendecak. Kadang-kadang Jace memang sering bersikap dramatis dan tidak terduga. Franzine mengamati lingkungan di sekitar rumah Antonia Gerard.

Rumah berukuran sedang itu, bercat putih dengan pagar rendah dan kebun yang terlihat jelas dirawat dengan baik oleh pemiliknya berada di lingkungan kelas menengah yang tampak asri. Namun, sepertinya, para penghuni rumah yang berada di lingkungan itu bukan orang-orang yang suka bersosialisasi karena semua rumah tampak tertutup rapat, tetapi dari sudut matanya Franzine dapat melihat beberapa jendela terbuka di sudut-sudutnya dan menampilkan wajah tidak senang penghuni rumah.

“Ini seperti lingkungan tempat tinggal Ibu mertuaku dulu,” ujar Jace sambil memakai sarung tangan karet dan memberikan sepasang kepada Franzine. “Para penghuninya kaku dan tidak saling menyukai, lebih suka menghubungi polisi daripada berbicara baik-baik untuk menegur tetangganya yang dianggap mengganggu.”

Franzine mengangkat garis polisi dan membuka pintu. Aroma desinfektan menyambut indera penciuman Franzine. Jace bersin dua kali di belakangnya.

Bagian dalam rumah itu mencirikan rumah yang khas ditinggali oleh seorang wanita tua. Taplak meja beraneka warna, selimut tebal di atas sofa, keset di setiap pintu kamar dan penutup televisi, semua terbuat dari rajutan buatan tangan.

Foto-foto di atas perapian kebanyakan menampilkan foto masa kecil dua orang anak, laki-laki dan perempuan dan lebih banyak lagi foto-foto kucing beraneka jenis dan warna. Tirai jendela terbuat dari kain tebal dengan motif bunga yang sedikit ketinggalan jaman dan terlihat jelas kalau tirai itu perlu dicuci.

Jace langsung masuk ke dapur. Ia membuka lemari pendingin yang kosong, memeriksa setiap sudut di dalamnya dan menutupnya lagi setelah yakin tidak ada apapun yang perlu diperhatikan.

Lemari-lemari di atas konter dapur juga hanya berisi beberapa set peralatan makan bermotif bunga dan alat-alat memasak biasa.

“Tampaknya si asisten rumah tangga sudah membereskan dan membersihkan rumah ini setelah pihak forensik merasa mereka telah mengambil sampel yang cukup,” ujar Jace. Ia melihat ke bawah bak cuci. “Botol-botol susu juga sudah tidak ada di sini.”

Franzine masuk ke kamar mandi dan memeriksa dengan teliti sampai ke belakang toilet dan di bawah wastafel. “Kamar mandinya standar. Sepertinya almarhumah Antonia Gerard cukup sehat untuk wanita seusianya. Laporan forensik tidak menyebutkan adanya obat-obatan khusus yang diresepkan untuknya.”

Sebuah ketukan di pintu belakang mengejutkan Franzine dan Luke. Wajah seorang wanita setengah baya muncul di jendela dapur yang menghadap ke halaman belakang. Ia melambaikan tangan kepada Jace.

“Hai,” sapa wanita itu ketika Jace membukakan pintu untuknya. Ia berdiri di ambang pintu dapur, dengan gaun bercorak bunga-bunga yang semarak dan apron berwarna hitam melapisi gaunnya. “Apa Anda berdua polisi?”

“Benar. Kami dari divisi kejahatan berat, dan Anda ...?”

“Oh, maaf,” wanita itu kelihatan malu dan mengelapkan tangannya pada apron sebelum menjabat tangan Jace. “Saya Norma, asisten rumah tangga almarhumah Nyonya Antonia. Kebetulan saya sedang bekerja di rumah di seberang—dekat dengan tempat mobil Anda diparkir.”

Snakeroot KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang