20. Lenyap Seperti Angin

48 9 4
                                    

  "Bagaimana?"

  "Bagaimana apanya?"

  Franzine menampar bahu Luigi kesal. Juniornya itu meringis sambil mengusap-usap bahunya yang terasa pedas. Hei, tangan Franzine lebih besar dan lebih tebal dari miliknya. Bahkan seorang penjahat paling preman sekalipun akan kesakitan ditampar oleh tangan seperti itu. Franzine kadang-kadang lupa diri sebesar apa kekuatannya.

  "Sudah ada kabar soal buronan kita?" tanya Franzine lagi, sambil melemparkan kaleng kopi instan yang sudah kosong, dari meja ke kotak sampah. "Pasti ada seseorang yang pernah melihatnya di suatu tempat meski hanya sekilas, kan?"

   Luigi menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. "Belum ada apa-apa. Bahkan internet saja tidak memberikan apa-apa."

  Franzine menatap kalender meja dengan kening berkerut. "Ini aneh. Bukankah biasanya pada dua minggu perta setelah kita menyebarkan berita dan pamflet tentang orang hilang, selalu ada saja telepon yang mengaku bahwa mereka melihatnya, meskipun kebanyakan palsu?"

  Luigi menjentikkan jari. "Aku juga baru berpikir begitu, Franz. Ini sudah lewat dua hari dari dua minggu dan semua telepon di kantor ini masih bisu."

  Franzine membuka-buka situs daftar pencarian orang dan melihat-lihat ke dalamnya. Setiap nama orang yang terdaftar dalam situs pencarian itu selalu ada data kapan dan siapa yang melapor pernah melakukan kontak atau melihat orang yang dicari itu.

Trend rata-rata pada sekian ratus nama yang terdaftar, biasanya satu hari sampai dua minggu setelah nama orang yang dicari atau dianggap hilang dipublikasi, selalu ada saja yang melapor. Namun, pada nama Dom Anderson hanya ada dua nama. Issac Carnis dan May Bahr.

  "Kau sudah memeriksa kedua nama pelapor ini?" tanya Franzine seraya menunjuk kedua nama itu."

  "Hm. Tidak ada yang penting. Issac Carnis adalah seorang guru olahraga SMA. Dia pernah melayangkan keluhan soal pelayanan Dom yang kasar dan katanya Dom juga tidak memberikan uang kelebihan pembelian dagingnya."

  "Sepertinya buronan kita ini memang suka menabung uang kelebihan pembelian para pelanggan," gumam Franzine. "Lalu?"

  "Dia bilang melihat Dom di toko barang antik, sepertinya sedang menjual sesuatu. Ternyata benar, dia menjual telepon milik Keith di sana."

  "Bagaimana waktunya?"

  "Itu sekitar sore hari. Kurasa saat itu belum ada yang menyadari bahwa dia mencuri dan kabur. Keith sendiri tidak menyadari hal itu waktu kutanyai lagi. Katanya, Dom memang terbiasa tidak pulang satu atau dua malam, biasanya karena terlalu mabuk untuk pulang."

  "Bagaimana dengan May Bahr?"

  "Palsu. Dia pikir Dom adalah mantan suaminya yang kabur dengan pembantu rumah tangga mereka dan gelas emasnya seberat 12 gram, jadi dia bergegas datang ke sini, bukan untuk melapor, melainkan untuk bertanya apakah kita sudah mengurung si bajingan kurang ajar itu."

  Franzine menghela napas panjang, frustasi. Dom Anderson benar-benar menghilang seperti angin. Sekarang, setelah semua bukti mengarah kepada Dom Anderson dan dia menghilang, tidak ada lagi yang bisa dilakukan, kecuali menunggu sampai dia ditemukan atau setidaknya ada yang melaporkan keberadaannya untuk ditindaklanjuti.

  Telepon genggam milik Franzine di atas meja berdering. Ia mengambil benda pipih itu dan melihat nama yang tertera di layarnya.

  "Hai, Sheryl, apa kabar?" sapa Franzine. Ia meraba dadanya, merasakan detak jantungnya menjadi sedikit lebih cepat. Hanya sedikit. Ia sudah lama tidak mendengar suara Sheryl melalui telepon. Masih tetap terdengar manis. "Bagaimana anak-anak?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 22, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Snakeroot KillerWhere stories live. Discover now