Bab 18. Happy Farm

44 13 4
                                    

Peternakan itu terbilang cukup luas. Franzine mencatat cepat di dalam kepalanya. Ada tiga bagian lahan yang dipisahkan dengan pagar-pagar kayu setinggi dada di peternakan itu.

Satu bagian yang paling dekat dengan jalan masuk adalah area tempat tinggal. Sebuah rumah kayu dengan model minimalis yang manis berdiri di tengah satu bagian lahan terbuka itu. Sepertinya itu adalah rumah yang ditinggali oleh Jack McNamara. Ada tiang dan tali jemuran di bagian samping rumah, di sisi sebuah sebuah sesuatu yang tampak seperti sumur.

Di sisi kanan dari rumah itu ada sebuah bangunan berbentuk kotak dengan atap berwarna merah setengah lingkaran, besarnya dua kali dari rumah kayu di sebelahnya dan di bagian sampingnya terdapat setumpuk jerami yang diikat dalam bundel besar-besar dan ditumpuk dengan teratur.

“Tempat apa itu?” tanya Jace sambil menunjuk ke bangunan beratap merah itu. “Gudang?”

Keith memandu kedua detektif yang datang untuk berbelanja langsung di Happy Farm itu menuju bangunan beratap merah itu. Jack menelepon Keith dengan suara suram dan memintanya segera datang ke Happy Kitchen untuk mengantar detektif Franzine dan detektif Jace mengunjungi Happy Farm.

“Kenapa mereka mau mengunjungi Happy Farm?” tanya Keith heran.

Happy Kitchen membuat iklan untuk meningkatkan penjualan, yang menjanjikan tur gratis dan menyenangkan di peternakan untuk pembeli yang melakukan pembelian lebih dari kuota yang ditetapkan toko.

Namun, tentu saja selama iklan itu dipajang di bagian pengumuman toko yang berada di sisi yang jarang dilalui pengunjung Happy Kitchen dan kadang-kadang kertas iklan itu tertutup oleh kertas promosi dari produk titipan toko, belum pernah ada orang yang membeli 20 ekor ayam atau berkilo-kilo daging sapi atau domba sekaligus.

“Mereka gila,” jawab Jack sesaat sebelum menutup telepon.

“Itu semacam lumbung, dulu. Sekarang, kami menggunakannya untuk menyimpan ternak peliharan kami. Ada ayam, sapi, dan domba,” jawab Keith dengan riang.

Franzine dan Jace memandang berkeliling dengan seksama dan masing-masing menandai apa yang mereka lihat. Jace menyenggol lengan Franzine dan dengan dagu menunjuk ke arah samping lumbung itu.

Agak menjorok ke dalam di sebelah tumpukan jerami kering terdapat dua buah pondok kayu berukuran kecil yang berdiri berdampingan. Kedua pondok itu di cat dengan cat putih dan tampaknya baru diperbaharui. Letak kedua pondok itu terhalang dari jalan masuk utama, karena lumbung besar dan tumpukan jerami kering sebelumnya.

“Pondok apa itu?” tanya Franzine sambil menunjuk ke arah pondok.”

“Itu rumah karyawan peternakan. Untuk saat ini hanya ada satu, yaitu aku. Pekerja sebelumnya mengundurkan diri dua minggu setelah aku mulai bekerja karena dia bertengkar dengan bos soal keuangan,” jawab Keith. Ia membuka pintu lumbung dan melebarkan jalan masuk.

Aroma khas ternak menghambur di udara begitu pintu lumbung terbuka lebar. Bau kotoran ayam, sapi, dan domba bercampur aduk. Bau rumput kering, debu dan ruangan tua juga terasa pekat.

Franzine menelan saliva, menahan keinginan batuk yang tiba-tiba menggelitik tenggorokannya.  Bau udara di sekitar lumbung sekarang sangat tidak enak. Jace mengernyitkan hidung dengan wajah gusar.

Keith tertawa dan mengambil sesuatu dari dalam sebuah kotak berwarna hitam di pinggir lumbung. Dua buah masker yang masing-masing terbungkus plastik bening. Ia menyerahkan masker itu kepada Franzine dan Jace.

“Pakailah. Aku sudah terbiasa dengan semua bau-bauan ini, tetapi kalian mungkin akan mendapatkan flu dan batuk sepulangnya dari sini.”

Franzine dan Jace cepat-cepat memakai masker yang diberikan Keith. Lumayan cukup membantu, setidaknya bau yang tercium tidak sekuat sebelumnya. Keith membawa mereka melihat-lihat. Ada sebuah kandang besar yang terbuat dari kawat baja, berisi banyak sekali ayam yang ribut berkotek di dalam kandang itu. Di sebelah kandang pertama ada sebuah kandang yang lebih kecil, berisi anak-anak ayam berwarna kuning yang lucu.

Snakeroot KillerWhere stories live. Discover now