1

1.7K 104 6
                                    

“Heh culun, gak usah so gak liat kita ya.  Gue tau kalo lo dari gerbang emang udah liat kita,” ucap salah satu siswi sambil mendorong seorang siswa yang tengah menunduk.

“Maaf,” lirih siswa tersebut.

Siswi yang lain berdecak sebal, “lo tau kan tugas pagi lo tuh apa? Kenapa bisa-bisanya dateng telat?”

“Gue dianter.”

Ketiga siswi tersebut tertawa, salah satu dari mereka menatap rendah siswa di depannya, “udah culun, manja lagi. Ck.”

“Lakuin tugas lo sekarang, buku kita udah ada di meja lo. Kalau sampe jam kedua belum selesai, abis lo sama kita,” ucapnya lalu mereka bertiga langsung meninggalkan siswa tersebut.

Siswa tersebut yang bernametag Rendi Albian Gamaliel langsung terduduk lemas seketika.

Perundungan.

Bukankah itu hal biasa? Maksudku, hal yang sudah biasa terjadi di setiap sekolah. Dimana yang berlaga kuat akan menjadi raja, dan yang lemah akan menjadi bawahannya.

Sejujurnya, aku sendiri tidak membenarkan tentang perundungan itu sendiri. Karena mau dilihat dari sisi manapun, perundungan itu salah besar.

Bukan karena mereka (yang dirundung) akan mendapatkan banyak lebam dan memar. Tapi karena mental mereka yang dipertaruhkan di sini.

Siapapun akan lebih memilih dihancurkan fisiknya daripada mental mereka yang perlahan dihancurkan dan lama kelamaan akan mati.

Luka fisik akan sembuh seiring berjalannya waktu, tapi tidak dengan luka mental. Mau kau membawanya ke dokter terhebat, psikolog terkenal, jika sudah rusak, itu akan sulih.

Sama halnya ketika luka besar yang hanya di tutup dengan satu hansaplast, luka itu akan mudah terbuka walau hanya terkenal sentuhan sedikit.

Begitupun dengan luka mental, walau sudah berusaha disembuhkan, luka itu akan kembali terbuka bila ada kenangan yang tiba-tiba terlintas.

Dan itu bukan hal yang dapat diremehkan.

Mereka (perundung), hanya tidak tahu sakitnya orang yang mereka rundung. Dan karena mereka tidak merasakannya.

“Gue kuat, gue bisa. Lo kuat Rendi.”

Menyemangati diri sendiri, bukankah itu satu-satu nya hal yang dapat mempertahankan diri kita sendiri dari keterpurukan?

---

Rendi menghela napas untuk kesekian kalinya, menatap pantulan dirinya di cermin kamar mandi sekolah.

Menyedihkan.

Hanya itu satu kata yang terlintas dipikirannya.

Dirinya sungguh-sungguh menyedihkan.

Bajunya kotor karena sengaja ditumpahkan susu coklat oleh tiga siswi yang sama, yang selalu merundungnya.

Katakan Rendi lemah karena kalah dengan perempuan dan mempermalukan dirinya sendiri akibat tidak bisa melawan.

Tapi nyatanya, Rendi hanya enggan melawan.

Dia masih tahu dirinya siapa, dia tidak ingin melawan orang yang merundungnya yang nyatanya mereka adalah perempuan.

Rendi hanya selalu terbayang bundanya, bundanya perempuan. Dan ayahnya selalu mengajarkannya untuk tidak melawan perempuan. Karena bunda itu juga perempuan.

“Sampai kapan ya? Mana masih ada setengah tahun lagi. Apa gue bisa bertahan? Apa gue bakalan kuat? Apa gue bakalan numpuk dosa karena terus bohong sama keluarga?”

REND - Renjun Lokal [END]Where stories live. Discover now