4

518 74 0
                                    

Rendi menundukkan kepalanya kala Elena menyiramnya dengan minuman yang berada di tangannya. Entah sengaja atau apa, tapi Elena tiba-tiba saja menyiramnya saat dia baru saja memasuki kantin.

Banyak siswa/i yang memperhatikannya, tak sedikit orang yang menertawakannya.

Jujur, Rendi sangat sakit hati dengan semua itu. Tidak ada yang membantunya bahkan dia dipermalukan begitu saja.

“Hahahaha, jelek banget lo,” ucap Arsyi di sela tawanya.

Rendi menghela napas, lalu menatap Elena. Pancaran mata perempuan itu sungguh tidak dapat Rendi baca sama sekali.

Dia tidak terlalu memperdulikan itu, memilih mengambil uang di sakunya lalu memberikannya pada Elena, “buat ngeganti.”

Setelah mengatakan itu, Rendi bergegas pergi dari sana. Berniat untuk mengganti bajunya. Karena beruntung dia sudah membeli baju cadangan di koperasi sekolah tadi pagi.

Seperti biasa, kamar mandi adalah tempat yang menurut Rendi sangat pas untuk menenangkan dirinya di sekolah. Apalagi kamar mandi belakang, yang sangat jarang digunakan membuat Rendi semakin nyaman karena tidak harus bertemu murid lain.

“Emang cewek segila ini ya kalau di tolak?” tanya Lintang yang entah sejak kapan sudah berada dibelakang Rendi yang baru saja selesai berganti pakaian.

Rendi mendengus kesal, “jangan tiba-tiba kenapa? Kaya setan aja lo.”

Lintang terkekeh pelan, memberikan parfum ditangannya pada Rendi, “sorry. Gue udah di sini duluan tapi, baru selesai ganti baju juga.”

Rendi mengangguk kala melirik Lintang yang tengah memegang baju olahraga ditangannya, “tadi lo tanya apa btw?”

“Cewe, apa dia bakalan segila ini kalau ditolak?”

Rendi terkekeh pelan, “gak tau. Gue ketiban sial aja kali ketemu yang gitu. Kenapa lo tau ngomong-ngomong?”

“Temen gue cerita.”

Rendi mengangguk lalu menyerahkan kembali parfum milik Lintang, mencuci pakaiannya sebentar untuk menghilangkan noda yang ada di sana. Agar dia tidak dicurigai oleh keluarganya kala pakaiannya terdapat noda.

“Lo anak kelas berapa?” tanya Rendi.

Lintang yang sedang merapihkan rambutnya, melirik ke arah Rendi melalu cermin, “IPA 8. Tepat sebelah kelas lo.”

“Gue terkenal banget ya sampai lo tau gitu, padalah kita gak pernah ketemu atau papasan.”

“Lo aja kali yang terlalu sayang sama kelas.”

Rendi terkekeh pelan, “kayaknya, ya mau gimana lagi? Temen gue ngejauhin gue, temen yang lumayan deket pisah gedung.”

“Lo bisa anggep gue temen lo juga,” ucap Lintang tanpa menatap Rendi yang tengah terkejut.

Rendi menatap Lintang dengan pandangan tak percaya, “lo gak takut sama Elena?”

Lintang terkekeh, “buat apa? Gue sama dia sama sama manusia, dia bukan Tuhan yang harus gue takutin. Takut karena gue bakal dikeluarin dan dipermaluin? C’mon Ren, dunia itu berputar, pasti. Gak akan selamanya pusat dunia itu ada di dia, dan gak semua harus nurut kemauan dia.”

Rendi menghela napas pelan, “andai gue bisa sesantai lo Lin. Gue gak bisa lawan dia, dia cewek. Cewek itu tugasnya dihormatin sama kita yang cowok,” gumam Rendi.

“Jangan terlalu lemah Ren, meskipun lo cowok, lo boleh ngelawan meskipun lawan lo cewek. Karena siapapun gak ada yang mau direndahin. Tuhan emang gak ngebenerin kita lawan cewek, karena cewek itu derajatnya di atas cowok—“ ucapan Lintang terhenti sebentar.

REND - Renjun Lokal [END]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant