28. END

719 60 7
                                    

5 Tahun Kemudian

Haekal mengenggam bunga daisy di tangannya, menatap gundukan tanah di depannya dengan pandangan sendu.
Dia tersenyum kecil kala Narendra menghampirinya, “udah?”

Haekal mengangguk, “mau berdoa?”

“Iya,” Narendra menundukkan kepalanya, dan mulai berdoa. Menyimpan bunga mawar tepat di papan nama yang berada di ujung gundukan itu.

“Ngobrol apa aja?” tanya Narendra.

Haekal mengalihkan pandangannya pada Narendra lalu tersenyum kecil, “biasa, kangen trus sama ngomongin keadaan gue sekarang. Gue yang sukses, tanpa kehadiran dia Na,” lirih Haekal di akhir kalimatnya.

Narendra tersenyum kecil, “ada atau gak ada, dia pasti bangga sama lo sekarang Kal. Gue aja bangga kok lo bisa sukses dan jadi jaksa kaya sekarang.”

“Lo nyemangatin gue padahal keadaan kita sama,” ucap Haekal dengan suara pelan.

“Makannya gue membagi pemikiran gue sama lo. Gue sama lo sukses ya pasti dia bangga juga kok Kal.”

Mereka berdua berjalan beriringan dari area pemakaman setelah membersihkan makam yang baru saja mereka kunjungi.
“Lo sering kangen gak Na?”

Narendra diam beberapa saat, menghela napas pelan sebelum menjawab pertanyaan Haekal, “kalau lo tanya kangen atau enggak, gue pasti kangen Kal. Mau ngilangin rasa kangen juga udah gak bisa kan?”

“Maaf Na.”

Narendra tersenyum kecil, “bukan salah lo. Mungkin emang jalannya udah gini.”

“Gue ngerasa nyesel.”

“Kal, nih dengerin gue. Tuhan pasti udah nentuin takdir kematian umatnya, Gue sendiri bingung entah harus berterimakasih sama Tuhan atau enggak. Tapi sadar gak sadar, Tuhan udah ngebuat dia gak tersiksa atau ngerasain sakit yang ada di dunia lagi Kal,” jelas Narendra panjang lebar.

Haekal tersenyum kecil, “Thanks Na, gue jadi sedikit sadar sekarang.”

“Sekarang kan kita saudara, jadi gue harus menyadarkan lo,” ucap Narendra bangga.

“Iya dek, makasih ya udah nyadarin abang, abang bangga sama kamu,” ucap Haekal sambil merangkul Narendra membuat Narendra berdecak kesal.

Narendra melepaskan rangkulan Haekal dan menatap lelaki yang sekarang menjadi saudaranya itu dengan tajam, “beda dua bulan doang.”

“Tetep, gue makan nasi dua bulan lebih dulu dari lo,” ucap Haekal bangga.

“Terserah.”

Drrrtt!
Drrrtt!

Mereka berdua yang akan memasuki mobil terhenti kala handphone Narendra menampilkan panggilan masuk dari seseorang.

“Ayah?” tanya Haekal.

Narendra menggeleng, “Jeri,” Narendra mengangkatnya, menempelkan benda pipih itu ke telinganya.

“Hallo, kenapa Je?”

Hallo, lo berdua di mana? Kok lama amat? Katanya hari ini pada kosong.”

Narendra merengut kesal karena Jeriel yang langsung memberinya pertanyaan, “Sabar dong, ini habis dari makam Bundanya Haekal. Terus tadi sebelumnya ke makam Bunda gue sama Kakaknya Haekal.”

Ya lo berduanya sih gak ada konfirmasi ke gue. Gue udah nunggu lama, sampai Ayah sama Bunda udah pulang lagi.”

Haekal berdecak kesal lalu mengambil alih handphone Narendra, “lo tadi pagi di telponin gak diangkat. Kata Bunda lonya masih ngebo. Masih bilang kita gak konfirmasi?”

REND - Renjun Lokal [END]Where stories live. Discover now