15

315 51 1
                                    

Narendra terkejut sesaat setelah membuka pintu rumahnya, melihat sang Ayah yang sedang duduk bersama beberapa pengawal seperti sedang membicarakan sesuatu.

Dia mendekati sang Ayah, wajah tegang Ayahnya membuat Narendra paham akan situasi yang sedang terjadi. Tidak ada yang baik-baik saja bila Ayahnya pulang dan sedang berbicara bersama pengawalnya.

“Ada apa Yah?” tanya Narendra pelan.

“Jauhi teman kamu itu, Narendra.”

Narendra menatap Ayahnya dengan bingung, “maksud Ayah? Temen Naren? Siapa?”

“Haekal.”

Terkejut bukan main mendengar nama Haekal disebutkan oleh Ayahnya. Bukan pertanda baik bila Ayahnya sudah memerintah dengan wajah serius seperti itu.

“Emang kenapa Naren harus jauhin Haekal Yah? Dia temen Naren, dan Ayah tau kan kalau Haekal habis kena musibah? Kenapa Ayah malah suruh Naren jauhin Haekal gini? Ayah kalau khawatir sama keselamatan Naren, Ayah tenang aja. Naren sama temen-temen Naren yang lain juga saling jaga, Yah.”

“Bukan itu Narendra. Kamu cukup turuti apa kata Ayah dan jangan pernah memantah!” titah sang Ayah.

Narendra menggeleng, “enggak Yah, apapun alasannya Naren gak—“

“Kakaknya yang udah nabrak Bunda dan buat Bunda meninggal!” ucap Ayahnya dengan sedikit meninggikan suara.

Narendra terdiam cukup lama, masih mencerna maksud dari ucapan Ayahnya barusan. Sangat terkejut mengetahui fakta itu.

Selama beberapa tahun, Narendra dan Ayahnya mencari pelaku dibalik tewasnya sang Bunda. Dan akhirnya semuanya terkuak, tapi Narendra tidak menyangka bahwa kakak Haekal lah yang melakukannya.

Ingin sekali membantah dan tidak percaya, tapi apa yang Ayahnya dapat itu pasti bukan hanya sekedar bualan belaka. Pasti ada beberapa pencarian yang sudah Ayahnya dapat dan bisa meyakinkan akan fakta itu.

“Ayah tau dari mana? Bukannya bisa aja itu salah? Kematian Bunda udah hampir 5 tahun lalu,” ucap Narendra.

Ayahnya menghela napas dan memberikan berkas ditangannya pada Narendra,  “itu yang udah mata-mata Ayah cari selama ini. Hasil otopsi Bunda dan barang bukti bener-bener ngarah ke kakaknya temen kamu itu.”

“Tapi kenapa Narendra harus jauhin Haekal Yah? Pelakunya bukan Haekal, tapi kakaknya,” ucap Narendra.

Ayahnya menggeleng pelan, “dengerin apa kata Ayah, Narendra.”

“Enggak! Ayah jangan atur Naren masalah ini. Narendra gak bisa Yah, Haekal itu temen Naren, gak mungkin Naren ninggalin atau jauhin dia.”

“NARENDRA!!”

“APA? Ayah selama ini cuma kerja, kerja, dan kerja. Yah, Narendra gak butuh uang Ayah. Narendra cuma butuh Ayah disamping Narendra. Bukan cuma Ayah yang ngerasa kehilangan Bunda, tapi Narendra juga. Dan setelah kejadian itu, Ayah malah ninggalin Naren dan biarin Naren sendiri? Naren kesepian Yah.”

Tangis Narendra pecah saat itu juga. Kembali teringat saat dimana dia sendiri di rumah, sepi, gelap dan kesunyian yang menemaninya.

Sampai di mana, Haekal datang mengajaknya kerja kelompok bersama. Awal mula dirinya dan Haekal dekat, dan juga Haekal yang menariknya dan membawanya bergabung bersama ketiga temannya yang lain.

Dan saat itu, Narendra tidak lagi merasakan sepi atau sunyi.

“Narendra! Jangan bantah Ayah! Ayah gak pernah ajarin kamu jadi anak pembangkang!!” ucap sang Ayah tegas.

“Berisik!!!” Narendra menatap Ayahnya tajam dengan mata yang basah, “Naren gak akan nurut tentang ini Yah. Narendra gak mau dunia Narendra balik sepi dan gelap lagi.”

REND - Renjun Lokal [END]Where stories live. Discover now