165 : Titik Balik

91 22 33
                                    

Erix terlihat begitu mengenaskan. Dengan tubuh yang dipenuhi luka dan memar, dia masih menghunuskan pedangnya untuk melawan Satan.

Sang raja iblis yang penampilannya sudah jauh berubah sejak mengambil alih tubuh Valdemar, nampak begitu senang dengan kondisi Erix tersebut. Sang pahlawan, sang Lord yang merupakan satu-satunya makhluk pemilik kekutatan setara dengannya, sudah diambang kehancuran.

"Siapa namamu? Aku jadi penasaran," tanya Satan dengan nada agak mengejek.

Erix muntah sejenak untuk membuang darah yang berkumpul di mulut. "Erix Oscar Zoratres Ibrahim Gabrielis Arthur. Teman-temanku memaggulku Erix Arthur."

"Heh. Ada banyak nama hanya untuk seorang manusia sepertimu." Satan mulai berjalan memutari Erix. "Mulai dari Erix, yang berarti penguasa abadi, nama yang sangat arogan. Kemudian Oscar yang berarti tombak para dewa, wuuuh, menakutkan. Zoretres ... aku tidak yakin, tetapi aku pernah dengan nama ini berarti matahari terbit, nama yang mengingatkanku pada Lucifer. Ibrahim adalah nama yang memuakkan. Merupakan nama dari utusan tuhan yang menghancurkan banyak karyaku. Kemudian Gabrielist, dari nama Gabriel yang merupakan kekuatan Tuhan. Dan terakhir, Arthur, berarti beruang. Jika disatukan, namamu berarti Penguasa Yang Membawa Tombak Matahari, aku sedikit bingung menambahkan kata beruang di dalamnya ...."

"Aku tidak memintamu untuk menerjemahkan namaku," sahut Erix memotong omongan Satan.

Moloc, laki-laki berkepala kerbau seketika bangkit dari bersimpuh dan mengeluarkan tombak emasnya. "Kau sudah kurang ajar pada Raja Kegelapan."

"Raja Kegelapan!? Bagiku dia hanya makhluk arogan yang selama ini terkurung di gua, kemudian datang dan mengklaim dunia adalah milknya," sahut Erix cepat.

"ARTHUR!" seru Moloc. Dia benar-benar murka tuannya diolok-olok seperti itu.

"Moloc. Sssst." Satan menyentuh bibirnya dengan jemari. Tanda untuk Moloc diam.

Langsung saja pria berkepala kerbau itu meredamkan amarahnya.

"Kau memang anjing yang setia ...."

"Arthur ...," sahut Satan. Erix pun diam. "Apa kau tahu kalau sejak tadi aku memberimu waktu. Kau yang sedah ...." Satan menunjuk diri Erix yang sudah babak belur. "Dan aku yang telah kembali ke wujud perkasaku ...."

"Wujud perkasa?" sahut Erix. Bibirnya kembali melengkung ingin mengejek. "Jujur saja, dalam legenda kau diceritakan sangat amat jelek. Saking jeleknya, aku membayangkan seperti anjing kurap ...."

Belum selesai Erix dengan ucapannya, Moloc yang tidak bisa mentoleransi langsung saja melesat dan menghujam Erix dengan tombaknya.

Tentu Erix langsung menepis serangan tersebut. Namun, karena kondisinya lemah, dia hanya bisa menepis satu serangan. Sedengkan rentetan setelahnya, tak mampu lagi dia halau. Delapan tusukan baru langsung tercipta. Erix pun terjatuh bersimbah darah.

"Papa!" seru Dera begitu khawatir. Dia sudah bekerja semaksimal mungkin untuk mempercepat penyembuhan tubuh Erix. Namun, melihat luka yang begitu parah, luar dan dalam, membuat apa yang dia lakukan nampak percuma.

Gastrodiah pun sama khwatirnya dengan Dera. Jiwanya selalu gemetar melihat nyawa Erix yang semakin lama semakin menipis. Dia yang sekarang ini jembatan antara kekuatan kegelapan dan kekutan peri, pun tak bisa berbuat banyak. Perannya yang hampir sebagian besar sebagai penghantar energi untuk pertarungan, sangat tidak berguna di situasi sekarang ini karena Erix tak lagi sanggup untuk melanjutkan pertarungan.

Satan pun menghela napas. "Sudah aku bilang kalau aku sengaja memberimu waktu. Setidaknya gunakanlah untuk bersantai atau membuat permohonan terakhir, kau justru memanas-manasi orang. Nyawamu akan cepat melayang, loh."

Dungeon Hallow 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang