06 : Istana Raja Iblis

598 86 9
                                    

Seorang pemuda tergeletak di ruangan luas dengan pencahayaan yang remang. Sebuah batu yang bercahaya, ditopang dengan sebatang tongkat dan disangkutkan ke dinding rungan, merupakan sumber pencahayaan. Sinarnya tidak terlalu terang, meski ada banyak batu yang sama di ruangan itu, belum tentu seterang bola lampu 100 watt.

Terbujur tak bergerak. Namun, helaan nafasnya masih terasa. Pemuda itu terlelap tak sadarkan diri. Sepertinya ia pingsan akibat benturan sesuatu. Penampilannya seperti orang yang beru saja berkelahi. Terdapat banyak robekan dan bekas tebasan pada pakaiannya. Namun, kondisi fisik pemuda itu sendiri tampak tanpa luka sama sekali.

Jauh di dalam jiwanya, ia tersadar dalam balutan ruang energi. Sebuah ruang hampa dengan dinding berupa campuran cahaya dan kegelapan.

Di sana ia tidak sendiri. Seekor kucing berbulu jingga bercampur putih tampak duduk manis di pangkuannya.

"Dera, kita dimana?" tanya pemuda itu.

"Aku tidak tau, Papa," ujar kucing itu.

Pemuda dan kucingnya itu hanya diam, menatap dinding ruang yang bergerak-gerak seperti arus sungai.

"Dera, apa aku sudah mati?" tanya pemuda itu lagi.

"Belum, Papa belum mati. Papa masih bernafas," jawab Dera lagi.

"Aku benar-benar tidak tahu apa yang sudah terjadi."

"Para iblis itu menggunakan mantra teleportasi untuk memindahkan Papa dari medan perang. Tapi dipindahkan ke mana aku sendiri tidak tahu."

"Lalu, bagaimana dengan peperangannya?"

"Sejak awal kita sudah memenangkan peperangan itu. Tapi apa yang terjadi setelah Papa diteleportasi, aku tidak tahu sama sekali."

Pemuda itu menghela nafas.

"Maaf Papa. Aku benar-benar tidak tahu apa pun," ujar Dera.

"Tidak apa, tidak apa," kata Erix sambil mengelus-elus kepala kucing itu. "Wajar saja jika kita tidak tahu apa yang sudah menimpa kita."

Telinga kucing Dera tampak bergerak-gerak, menangkap suara mencurigakan dan mencari asal suara tersebut.

"Papa, sepertinya ada yang sedang mendekat," ujar Dera.

"Mau bagaimana lagi, tubuhku tidak bisa digerakkan," sahut Erix pasrah.

"Buat kontrak denganku. Dengan begitu, tubuh Papa akan kembali sembus tanpa ada luka dalam sedikit pun."

"Baiklah. Caranya?"

Dera beranjak dari kaki Erix, berjalan ke depan dan berbalik menghadap pemuda itu. Dera berdiri dengan dua kakinya, menunjukkan perutnya yang berbulu. Kucing itu terlihat sangat imut, Erix tergugah rasanya ingin mengusap bulu halus itu. Tapi, melihat Dera yang tempak serius, ia urungkan niatnya.

"Satukan kedua tangan kita, Papa," ujar Dera.

Erix membenarkan posisi duduknya untuk mensejajarkan dirinya dengan kucing itu, lalu menempelkan kedua tangannya pada dua tangan berbulu halus tersebut.

Tiba-tiba, cahaya silau muncul dari celah kedua tangan, lalu merambat cepat ke kedua tubuh mereka seperti virus. Hingga, kedua tubuh itu terbalut cahaya yang terang. Tubuh Dera tiba-tiba pecah menjadi serbuk cahaya dan masuk ke dalam tubuh Erix. Dan detik itu juga, Erix yang terpingsan seketika bangun dengan dada yang bercahaya. Secara perlahan, cahaya itu mengecil dan meredup hingga tak berbekas.

Erix sekarang sendirian di ruangan remang yang tidak ia kenali. Ruangan itu begitu luas, ada setidaknya delapan tiang yang menongga atap yang berbentuk kubah. Ada empat puntu lorong di setiap sisi ruangan pada arah empat mata angin, yang menghubungkan ruangan itu ke ruangan lainnya.

Dungeon Hallow 2Where stories live. Discover now