04 - Menghadapi Parasit

2.6K 428 66
                                    

Seminggu setelahnya, Jane sudah keluar dari rumah sakit ditemani oleh Nate, Jo, dan ibu mertuanya. Mengingat ibu mertuanya, membuat Jane sesekali meringis kecil karena tiap rencana yang sudah disusun dalam kepalanya pasti akan membuat wanita tua itu kecewa. Karena setelah mengetahui kebusukan Nate, ada satu hal yang tidak disesalinya sejak mengenal pria itu; kehadiran ibu mertuanya. Sebusuk dan semenjijikkan apa pun sikap Nate di belakangnya, Jane tahu bahwa ibu mertuanya memberi kasih sayang yang nyata. Itu sebabnya, Jane sedikit tidak rela memikirkan akan kehilangan sosok ibu di saat sejak kematian ibunya, hanya ibu Jo yang ada di sisinya.

Namun, satu kehadiran itu tentu tidak akan mampu menahan bara dendam yang kembali mengakar kuat di dada Jane. Kasih sayang ibu mertuanya tidak cukup untuk membuatnya kembali berpaling dari rencana tiap rencana yang sudah disusunnya sejak tahu kecurangan Nate.

Pada akhirnya, Jane memilih untuk membiarkan tatapan sayang ibu mertuanya nanti akan berubah menjadi kecewa saat melihatnya. Tak apa. Dibanding harus mengalah pada dendamnya, Jane lebih memilih dibenci.

"Aku sudah mengganti surat-surat berharga milikmu dengan yang palsu. Sedangkan yang asli sudah kupindahkan ke tempat baru."

Jane mengangguk berterima kasih pada Jo. Benar, dibalik semua kemelut luka yang terjadi di hidupnya, masih memiliki Jo dan keluarganya adalah sebuah anugerah yang sangat disyukurinya.

"Setelah ini, kau yakin akan melanjutkan rencanamu dengan terus bersama Nate?"

Kepala Jane mengangguk sambil membaca laporan yang Jo berikan padanya.

Jo membuang napas keras. "Aku melihat Nate bersama Ava saat dia mengusirku waktu kau masih di rumah sakit."

Gerakan tangan Jane yang sedang membaca laporan itu seketika terhenti. Kepalanya mendongak untuk menatap Jo, lalu memberi seulas senyum tipis. "Aku tahu. Aku mencium parfum Ava di bajunya."

"Dan kau masih berharap bisa membuatnya jatuh cinta padamu sebelum berakhir meninggalkannya?"

Kali ini Jane benar-benar meninggalkan lembaran kertas di tangannya. Jane menopang dagunya dengan sebelah tangan sambil menatap Jo. "Apa aku terlihat berniat membuatnya jatuh cinta padaku?" tanyanya dengan nada geli, yang berhasil membuat Jo mengernyit bingung. "Aku hanya berencana menahan sedikit lebih lama kebahagiaan mereka untuk tampil di depan banyak orang. Mungkin juga sambil memainkan perasaannya sebagai bonus."

"Kau bisa terluka lagi, Jane."

Jane mengernyit tidak suka. "Kau berpikir aku akan kembali jatuh pada kebodohan yang sama?"

Jo mengedikkan bahunya singkat. "Aku hanya berjaga-jaga."

Mendengar balasan dan raut datar itu membuat Jane mendelik kesal pada orang kepercayaan yang juga teman karibnya itu. Kemudian Jane membuang napas keras. "Tidak akan. Sudah kukatakan kau bisa tenang soal ini. Cintaku bisa muncul karena kebaikan dan perhatian yang diberikannya padaku selama ini. Tapi setelah tahu semua itu hanya pura-pura, apa kau pikir aku masih tetap bisa mencintainya?"

Penjelasan itu membuat Jo bergeming menatap Jane.

"Aku membenci mereka sampai ke tulang-tulangku. Karena itu, aku akan menghancurkan mereka sampai tak peduli kalau aku harus ikut terseret di dalamnya."

Sekali lagi, Jo masih terdiam. Memilih membiarkan Jane menyampaikan seluruh luka hati yang dirasakan.

"Kali ini, tak akan ada satu pun dari mereka yang lolos."

"Ibunya Nic?"

Pertanyaan itu membuat Jane terdiam sejenak untuk berpikir. Harald memiliki satu orang adik perempuan dan itu adalah Greta, ibu Nic. Selama ini, sekalipun tak dekat dengannya, wanita itu juga tidak pernah menolak kehadirannya tiap kali berkunjung menemui Harald. Lagipula, Greta juga bukan hidup dari menggerogoti uang perusahaan kakeknya. Sedangkan Melva memiliki satu orang adik laki-laki yang bodoh tapi tamak seperti Jim—ayah Melva. Morgan—adik Melva, menikah dengan wanita yang juga tak kalah menjijikkan karena hanya tahu menghabiskan uang—yang jelas-jelas dihasilkan oleh perusahaan kakeknya.

Turn Back [Completed] ✔️Where stories live. Discover now