05 - Serangan Pertama

2.9K 477 92
                                    

Nate merasakan perubahan yang cukup besar setelah Jane keluar dari rumah sakit. Beberapa minggu ini, Jane terlihat lebih sering bersikap manja dan mengucapkan kata cinta—jauh berbeda dibanding sebelumnya, saat ia lah yang seringkali melakukannya. Jane bahkan rutin membuatkan sendiri sarapan dan makan malam untuknya—bukan lagi hanya menyiapkan masakan yang dibuat asisten rumah tangga mereka.

Awalnya, Nate sempat kebingungan. Perubahan itu terlalu besar sampai membuatnya terkejut dan sedikit curiga. Tetapi ketika Jane berujar dalam pelukannya—setelah mereka menghabiskan malam bersama melepas kerinduan, Nate tahu bahwa istrinya itu sudah benar-benar jatuh padanya. Sesuatu yang membuatnya bersorak penuh kemenangan dalam hatinya.

Aku akan berusaha melakukan yang terbaik untukmu. Bahkan aku tak peduli jika hanya menjadi ibu rumah tangga dan menyerahkan seluruh pekerjaanku padamu dan Jo. Asalkan kau tidak meninggalkanku.

Nate mengulum senyum saat mengingat kalimat Jane malam itu. Keyakinannya semakin besar bahwa segalanya akan berjalan sesuai rencananya. Semuanya akan sempurna dan berakhir memuaskannya.

Lamunan Nate terhenti saat merasakan getaran pada ponselnya. Sebuah masuk dari seseorang yang nama kontaknya bahkan harus Nate ganti menjadi nama orang lain, agar rencananya tidak diketahui oleh Jane. Ketika membaca pesan itu, Nate mengulas senyum di bibir. Kemudian segera memberikan balasan karena tak ingin membuat si pengirim pesan menunggu.

Sedangkan di depan Nate, Jane berusaha tak mengubah raut wajahnya saat membaca pesan demi pesan yang ada di layar ponselnya. Benar, Jane berhasil menyadap ponsel Nate sejak tiga hari yang lalu—ketika pria itu tertidur pulas setelah menidurinya. Jane menahan dengkusan sinis saat Nate mengubah nama kontak Ava menjadi Mr. Ken.

Menggelikan sekali.

"Sayang, aku harus berangkat sekarang."

Kepala Jane seketika terangkat dari layar ponselnya untuk membalas tatapan Nate. "Kenapa buru-buru sekali? Sarapanmu bahkan belum habis."

Nate bangkit berdiri, lalu menghampiri Jane untuk memberi kecupan di kening sang istri. "Ada pertemuan penting hari ini," jelasnya singkat. "Aku berangkat, ya. Hati-hati di rumah."

Jane pura-pura mendesah tak rela ditinggal oleh Nate.

"Hei, aku akan usahakan pulang lebih cepat."

Bahkan kau mati di jalan pun, aku tidak peduli, Nate. Jane menggumamkan itu dalam hatinya sambil memasang wajah penuh binar cinta. "Baiklah. Hati-hati di jalan. Kabari aku jika sudah sampai di kantor."

Kepala Nate mengangguk. "Jika pertemuan ini berhasil, Parviez Companies juga akan mendapatkan keuntungan sangat besar," ujarnya memberitahu.

Kedua tangan Jane yang berada di atas pangkuannya seketika mengepal sempurna. Kembali teringat bahwa perusahaan itu bahkan tidak lagi berada di bawah kendalinya. Tetapi sekali lagi, Jane hanya memasang senyum lebar. "Kurasa, aku sudah gila sekarang."

Kening Nate mengernyit saat mendengar pernyataan tiba-tiba itu. Nate perlahan menjadi sedikit waspada akan kalimat selanjutnya yang akan Jane katakan.

"Dulu kupikir, hidupku akan kuhabiskan hanya untuk bekerja. Tapi setelah bertemu denganmu, keinginan itu justru terus berkurang saat semakin lama bersama denganmu. Apa itu tandanya aku sudah sangat jatuh cinta padamu? Menyebalkan sekali," ujar Jane, pura-pura menggerutu.

Tanpa sadar Nate membuang napas lega karena kalimat yang diakhiri dengan gurauan itu. Nate mengurung kedua pipi Jane dengan telapak tangannya yang besar. "Itu karena pada akhirnya aku berhasil membuatmu percaya bahwa aku bisa kau andalkan," sahutnya. "Aku justru ingin kau terus bersandar dan bergantung padaku. Kau hanya perlu duduk tenang menikmati hidupmu sebagai istriku."

Turn Back [Completed] ✔️Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt