4. Deru Angin Musim Semi

78 23 16
                                    



Suhwa bangkit dari posisi berbaringnya dan menatap kepada Chanyeol yang sedang mengelap cairan putih di perutnya dengan tisu. Saat itu waktu masih menunjukkan pukul dua dini hari, tapi bukannya melanjutkan tidur, Chanyeol malah bangkit dan melenggang memunguti pakaiannya satu-persatu.

"Kau mau pergi sekarang?" Pertanyaan itu lebih seperti pernyataan.

Chanyeol mengangguk sambil memakai kaos hitamnya yang sedikit melar di area leher. "Biasakan lain kali kau tidak seagresif ini saat melepaskan bajuku," ujar Chanyeol kepada Suhwa separuh bercanda. "Ini sudah kesekian kalinya."

Sebelum ini, ada beberapa kemeja Chanyeol yang kehilangan kancing, robek di bagian punggung dan dalam kasus kaosnya, pakaian santainya itu terkadang melar karena ulah Suhwa yang tidak sabaran melepas pakaiannya.

"Aku tidak akan melakukan itu kalau kau melepas pakaianmu sendiri." Suhwa menimpali sambil kembali berbaring. "Jangan lupa pertemuan besok sore. Aku tidak menoleransikan keterlambatan."

"Baiklah, yang mulia."

Selepas menanggapi Suhwa, Chanyeol akhirnya benar-benar melenggang keluar dari sana. Dari apartemen Suhwa yang baik sekarang maupun empat tahun lalu, tidak berubah sama sekali. Tempat itu masih menjadi tempat singgahnya ketika ia merasa perlu menenangkan diri.

Ketika bunyi pintu apartemennya yang tertutup sampai ke telinga, Suhwa bangun dan menatap hampa kepada pakaian kotornya di lantai.

Sungguh hubungan yang romantis, keluhnya sinis. Bahkan ketika pergi, Chanyeol tidak menyimpan keluh-kesah sama sekali. Tidak ada kecemasan, ciuman sebelum jalan, pria itu tidak berpaling sama sekali untuk melihatnya.

Hubungan mereka semudah itu. Park Chanyeol tidak akan berpikir dua kali untuk meninggalkannya karena Suhwa tidak berarti apa-apa. Suhwa menyadari arti hubungan mereka dan tidak bisa berkata apa-apa. Ia takut kupu-kupu yang hinggap di ujung jarinya akan pergi ketika ia melakukan gerakan kecil.

-

Lee Nora baru keluar dari ruang guru ketika Park Sooyoung menyambarnya, bergantung di lengannya dan memaksakan ingin bicara. Nora tidak tau apa masalah Sooyoung, tapi seingat Nora, gadis itu biasanya segan padanya. Sangat langka ketika sekarang, bukannya memasang raut bosan dan kesal, Sooyoung malah menatapnya seperti menatap berhala.

"Ada apa, Sooyoung-ssi?" tanya Nora bersuara sopan.

"Aku melihat Miss. Nora perform kemarin. Itu sangat keren." Sooyoung berbunga-bunga. "Aku mau melihatnya lagi."

"Oh, itu." Tidak mengherankan. Nora ingat melihat Sooyoung kemarin di acara pernikahan sahabat dekat Nora. "Maaf, Sooyoung-ssi. Aku sudah berhenti bernyanyi. Penampilanku kemarin hanya terjadi karena..., karena temanku memaksa."

"Kalau begitu aku memaksamu sekarang, bagaimana?"

"Sebuah paksaan hanya terjadi bila kau berhasil membuatku tertekan," kata Nora. Saat ini, ia tidak merasa tertekan sama sekali terhadap eksistensi Sooyoung dan permintaan anehnya.

"Bagaimana kalau kau menghabiskan waktumu untuk belajar saja? Akan lebih menarik kalau kau bisa tuntas di ujian tengah semester ini."

Sooyoung seketika merengek tidak terima. "Apa-apaan? Kenapa mengungkit masalah nilaiku sekarang? Aku hanya ingin melihat Miss. Nora menyanyi sekali lagi, tau. Aku sangat terkesan dan kupikir--ah, mungkin aku sudah menjadi fansmu? Tolonglah, beri aku satu penampilan..., aku akan berusaha belajar keras setelahnya."

"Tidak adalah tidak." tolak Nora. Ia lalu menarik tangannya dari rangkulan Sooyoung. Senyum mekar tipis di wajah. "Jika tidak ada lagi, aku akan kembali."

HARMONIA (PCY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang