[33] Bersamamu Akan Lebih Buruk

3K 434 118
                                    

Jika dengan kebencian semua ini selesai, maka saya akan menyelesaikannya tanpa berpikir.

-Adinda Maharani Syilla-

Seakan terhenti waktu di sana, pergerakan tak Darrel temukan dari hembusan angin, raganya menegang sehingga kedipan yang seharusnya terjatuh masih betah berdiri tegap.

Dalam gelengan penuh ragu, napas yang semula ia tahan kembali terembus, bahkan sangat kuat. Meskipun sakit debaran yang mengguncang, Darrel tenangkan dengan cara menepuk dadanya pelan.

"Apa maksud lo Anna?" ia memecah keheningan, sebuah pertanyaan terlontar lirih, terlebih saat Anna melengos yang ia tatap hanya gurat teramat aneh.

"Bukankah kakak selalu mengatakan itu?"

Terdiam lagi, tapi kali ini berbeda, Darrel harus memutar arah pikirannya yang mulai menyimpang.

"Kakak selalu menyebutkan dengan bangganya kalau kita beradik kakak. Mengatakan kepada Kak Alice bahwa aku seorang adik yang sangat kakak sayangi, nyatanya, antara aku dan dia pemenangnya tetap dirinya."

"Seharusnya kakak tak perlu mengumbar kedekatan kita jika hanya untuk formalitas semata. Kakak capek menjagaku?"

"Anna, hentikan omong kosong lo."

Bangkit Anna saat Darrel meneriakinya, ia putar wajah memandangi Darrel yang mendongak memperhatikan.

"Kalau gitu, lakukan sampai akhir, jaga aku sehingga kata capek keluar dari mulut kakak. Setelahnya, aku akan benar-benar menghilang."

Saat langkah kaki Anna terayun, Darrel bangkit untuk meraih pergelangan tangan Anna. Gadis itu terpaku, diam ia tanpa memutar arah, keheningan tercipta saat Darrel masih belum melepaskan cengkramannya.

"Gue capek."

Debaran jantung Anna berdentum tak lagi pada jalanya, seolah runtuh dunia yang ia bingkai penuh warna, semua kesakitan datang dan mengukung tubuh. Suara lirih yang Darrel ucapkan berhasil menumpahkan dua bulir bening di sudut netranya.

"K-kakak_" sesak semakin mengurung hingga bibirnya bergetar, tak sanggup Anna melanjutkan kalimatnya, terlebih saat ia membelakangi lelaki yang sekarang masih memegangi kuat lengannya.

"Gue capek sama semuanya Anna, gue capek sama kehidupan, gue capek sama pikiran gila ini, gue capek sama Alice dan Bima, gue capek sama diri sendiri."

"Satu hal lagi yang membuat gue benar-benar capek," ada jeda sebelum Darrel meneruskan kalimatnya, genggaman tangan Darrel menurun lalu meremat kuat jemari yang ia genggam. "Yaitu tentang kita."

-DARREL-

Anna terdiam memandangi pantulan dirinya di bawah cahaya, menunduk tak bergerak saat kedua lengannya memeluk lutut. Sandaran punggung di belakang ranjang semakin ia eratkan, bersama helaan napas penuh kegundahan.

"Anna."

"Iya Bunda," Anna menoleh memandangi seulas senyum indah dari sang Bunda, mendekat Anisa lalu duduk di sisi kasur.

Usapan jemari Anisa bermain di kedua lutut putrinya, menenangkan. "Bagaimana sekolah kamu nak? Apa semuanya baik-baik saja?" Anna mengangguk.

"Kamu memiliki teman baru?"

"Anna bersahabat dengan seorang gadis yang bernama Fiola Bunda, tapi sekarang, sudah tidak lagi."

"Kenapa?" tangan Anisa terhenti mengusap, degupan jantungnya mulai berdetak. "Kalian bertengkar?"

Hai Darrel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang