[49] Memupuk dan Mati

2.8K 350 199
                                    

Kebahagiaan itu datang bersama dengan kesakitan. Aku harus memupuk bunga yang sama sekali tak memiliki kesempatan untuk hidup. Sakit sekali.

-Anna Salsabila-

Sudah selesai. Semua terucap lantang dalam jiwanya, kisah mereka benar-benar telah ia akhiri. Tak ada lagi Darrel mau pun cerita yang bisa terulang. Alice, bebas... Benarkah?

"Kue keju?"

Tanpa jawaban, Bima meletakan kue dalam pegangannya pada pembatas atap. Melirik Alice tengah memandang jauh ke depan sana.

"Gak berniat buat lompat, kan?"

"Bim."

Panggilan Alice membuat Bima melengos, ia juga memperhatikan dengan sangat lekat sedikit was-was, apa pertanyaan tadi dianggap serius oleh Alice? "Kenapa Al? Cerita sama gue."

"Lo," jemari Alice terulur, menunjuk tepat pada wajah Bima dengan deru napas yang terembus kencang. "Harus mati di tangan gue," jari itu digantikan dengan jambakan kuat pada surai milik Bima, menarik hingga Bima meringis menahan sakit.

"Al, Al rambut gue copot. Lepasin," pintanya memohon, Bima juga memegang lengan Alice yang masih tak ingin menghentikan aktivitasnya menarik. "Al. Ngomong aja, jangan main fisik gini. Gak seru."

"Lo harus ngerasain Bim, gara-gara lo gue dilihatin satu sekolah."

"Gue salah apa?"

"Video gue. Kenapa lo sebarin ke grup. Hah?"

"Sebentar," Bima menggenggam kedua lengan Alice lalu menariknya agar gadis itu mulai melepasnya. "Video apa? Gue gak tahu."

Alice terdiam sesaat, ia melepas tarikan tangannya lalu memperhatikan Bima sangat lekat. "Lo jangan bohong Bim, video saat gue joget-joget pas menghibur anak kecil di jalanan. Lo yang ngerekamnya."

"Tapi gue..." ucapan Bima terhenti sembari berpikir lebih jauh. "Video itu sudah sangat lama, Al. Yang punya bukan cuma gue, kenapa malah nuduh pacar sendiri sih? Lagian, itu kan keren, lo kelihatan seperti malaikat tanpa sayap di sana-"

Bugh..

"Aaakh."

Lagi dan lagi Bima merasakan pukulan keras melayang tepat pada perutnya. Semakin lama menjalin hubungan dengan Alice, maka akan membuat ia menjadi patung percobaan di tangan gadis itu.

"Hapus gak?"

Bima masih meringis sambil menunduk. Sesekali melambaikan tangan lalu menggeleng.

"Bim," panggil Alice, lelaki itu tak merespon.

"Bima!"

"Apa sayang," kata Bima. Bangkit ia sembari menarik garis bibirnya untuk naik, lalu tersenyum.

"Sayang-sayang. Mau gue pukul lo sekali lagi?"

Kemarahan Alice unik baginya. Meski mengandalkan pukulan, lelaki bernama Bima itu siap menerima apa saja dari Alice. Terlalu pasrah dan sedikit bodoh.

"Bukan gue yang nyebarin. Serius," ucapnya memelan. Alice terpaku, menunduk sejenak lalu memutar arah.

"Ayo balik, Bim-"

"Siapa pelakunya, Alice? Lo tahu sesuatu yang gak mau lo bagi sama gue?"

Haruskah Alice memutar arah, menyebutkan nama lelaki yang saat ini bersemayam dalam benaknya. Tidak! Semua tak perlu lagi ia jelaskan. Bima tak harus tahu meskipun lelaki itu jauh lebih tahu.

"Bima... Lo pacar gue sekarang."

"Iya gue tahu."

Alice membuang napasnya gusar, ia putar arah tegapnya lalu tersenyum. "Gue gak mau berbohong atau pun menyembunyikan segalanya sama lo. Gue akan mengatakan apa pun itu. Dan untuk si penyebar ini, sepertinya lo tahu tanpa perlu gue beritahu, kan?"

Hai Darrel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang