12

962 83 2
                                    

Haechan menghela nafasnya, matanya sudah lelah menangis bahkan kini sudah terasa sangat panas, lutunya sakit, pergelangkan kakinya terkilir dan telapak kakinya melepuh. Haechan hanya terduduk lemah di samping makam ayahnya, tidak peduli jika bajunya kotor akibat tanah ataupun penjaga makam yang sudah menghampiri Haechan entah berapa kali untuk menyuruh anak itu pulang. 

Haechan tidak tau harus kenamana, jika Ten di rumah atau di kantor maka Haechan bisa menangis dan mengadukan semuanya pada Ten, tapi papinya saat ini tidak berada didekatnya dan sangat sibuk, jika Haechan menelfonnya dengan kondisi seperti itu Ten pasti panik dan bergegas kembali, dan Haechan tidak ingin hal itu terjadi. 

Dan pada Akhirnya ia pergi ke tempat ternyamannya, Ayahnya yang selalu membelanya apapun yang terjadi, sejak tadi sore Haechan sudah menangis mengadukan semuanya pada Johnny, menceritakan seberapa kesal dan sedihnya dirinya karena dituduh seperti itu. Jika biasanya Johnny akan memeluknya, menghapus air matanya dan mengatakan Siapa yang membuat putra ku menangis...biar ku hajar... Kini Haechan tidak mendengarkan apa apa, hanya suara tangisannya dan suara angin yang menemaninya. 

Haechan tidak peduli langit sudah menjadi gelap dan suara kicauan burung berubah menjadi suara burung hantu yang bangun. Haechan akui ia sangat takut, tapi rasa takutnya itu tidak sebanding dengan rasa kecewanya saat ini. 

Disaat Haechan tengah menundukkan wajahnya tiba-tiba saja seseorang menarik tangannya. Haechan mengadahkan wajahnya, menatap Mark yang memalingkan wajahnya. 

" Lepas!"

Haechan berusaha melepaskan genggaman tangan Mark, tapi seolah tidak peduli Mark tetap menyeret Haechan menuju mobilnya. Haechan masih memberontak berusaha melepaskan genggaman Mark. 

PLAK

Satu tamparan keras mengenai pipi Mark kala mereka sampai di depan mobil Mark. Mark tidak mengatakan apapun, ia hanya diam tanpa melepas genggamannya pada Haechan. Dari tatapannya, Mark bisa melihat Haechan yang kecewa dan marah besar pada Mark, dan entah kenapa melihat tatapan Haechan seperti itu, membuat hati dan dadanya sesak. 

Mark hanya menghela nafas, membuka pintu mobil dan memaksa Haechan masuk. Haechan tidak punya pilihan lain selain menurut, ia hanya bisa menangis selama perjalanan. Tidak ada yang berbicara, hanya suara isak tangis Haechan yang tertahan menemani keheningan mereka, sedangkan Mark berusaha menetralkan deru nafasnya karena dadanya benar benar sesak saat ini.

.

.

.

.

.

Sejak kejadian itu Haechan tidak pernah lagi berbicara dengan Mark, bahkan dengan Jaemin Haechan berbicara hanya seperlunya, Haechan sedikit tertolong karena sedang mempersiapkan ujian masuk Universitas sehingga ia sibuk belajar dan ikut kelas bimbel. 

" Pagi Ssaem..."

Haechan membungkuk sopan masuk kedalam ruang guru, Baek mengangguk pelan menyilahkan Haechan untuk duduk dikursi. 

" Ssaem ada yang ingin ku bicarakan...."

" Ya silahkan..."

" Uhm... maaf jika membuat ssaem kecewa... tapi sepertinya aku tidak akan mengambil beasiswa itu..."

Beberapa hari yang lalu Haechan mendapat beasiswa untuk berkuliah di SNU, Haechan juga diberi kebebasan untuk memilih jurusan yang ingin ia ambil. Sekolah tentu sangat bangga dan senang saat mengetahui hal itu. 

" Huh? Kenapa? bukankah SNU itu kampus impuan mu? Bukankah selama ini kau menjaga nilai raport mu bahkan mengikuti kegiatan ekskul agar dimudahkan masuk ke SNU?"

[COMPLETED] Replaced || MarkhyuckWhere stories live. Discover now