Bagian Keenambelas - Genggaman yang Lebih Erat

956 139 34
                                    

“Semua orang hanya terlalu lihai menyalahkan satu sama lain saat sebuah hubungan hancur. Mereka terlalu sibuk membela diri tanpa pernah menyadari kesalahan mungkin saja berasal dari diri mereka sendiri.”

🥀🥀🥀

Sekolah ramai hari ini. Tidak heran sebenarnya mengingat ini adalah hari pembagian raport yang dihadiri oleh para wali siswa. Gara duduk anteng di depan kelas dengan Luka dan Lyra di kedua sisinya. Mereka tak hanya bertiga, seluruh anak kelas IPS 4 juga ada di sana. Duduk dalam posisi nyeleneh sampai tiduran di lantai.

Mereka bukannya tidak diperingatkan untuk menjaga sikap. Justru para guru dan anggota OSIS yang bertugas menjaga ketertiban sudah terlampau lelah memberi tahu. Anak IPS 4 itu bebal. Lebih dari anak-anak kelas lainnya. Jadilah mereka dibiarkan memenuhi teras kelas layaknya kumpulan ibu-ibu yang mengantri minyak goreng.

“Astaga! Riki! Baju kamu! Mama udah setrika itu di rumah, kenapa kamu pakai tiduran di situ.” Dan, ya … setiap wali siswa yang datang akan mengomeli anak mereka masing-masing.

“Ibu kalian mana?” tanya Gara ketika tak kunjung melihat sosok Wanda.

“Biasanya sih telat, pas udah mau bubar banget baru dateng,” sahut Luka santai. Adik dari Lyra itu kemudian kembali meminum nutriasrinya setelah sebelumnya menawarkan pada Gara dan ditolak.

“Lo sendiri, siapa yang datengin hari ini? Mama?” Gara menggeleng. “Mama pulang pagi, jadi gue minta Bude kayak biasanya.”

Lyra mengangguk, tak bertanya lebih jauh. Sementara itu Gara menatap lurus ke arah gerbang yang terbuka. Memperhatikan bagaimana para wali siswa berlalu lalang dengan berbagai macam ekspresi menghiasi wajah mereka. Beberapa bahkan terlihat begitu bahagia. Mereka bercanda dengan anak-anak mereka.

Hari ini mungkin hari pengambilan raport entah ke berapa. Momen biasa yang mungkin dibenci oleh beberapa anak lainnya. Tapi untuk Gara sendiri hari ini adalah hari penting lain dimana ia ingin berharap. Mengharapkan sebuah keajaiban. Dimana bukan Bude yang mengambil raportnya, melainkan sang Ibu.

Itu alasan kenapa Gara selalu berusaha yang terbaik saat menghadapi ujian. Hidupnya mungkin berantakan, tapi ia tetap ingin menunjukkan sisi terbaiknya meskipun hanya satu. Ia ingin menunjukkan bahwa ia juga bisa lebih baik daripada Jovan yang dipenuhi oleh limpahan kasih sayang.

“Bude!” Teriakan Luka membuat Gara tersentak.

Ditambah laki-laki itu langsung bangkit dan berlari menghampiri Farah yang melangkah dari kejauhan. Kakak dari ayah gara itu tertawa melihat Luka yang begitu bersemangat. Ia mengusap rambut Luka sembari melempar beberapa pertanyaan basa-basi.

Gara ikut tersenyum, hari ini ia gagal untuk membawa ibunya. Padahal hanya tinggal mengambil satu langkah lagi. Ia bahkan sudah bertanya pada Anna sebelumnya, dan wanita itu Nampak menyesal karena harus menolak permintaan Gara.

“Bude nanti jangan ketawa kalau nama Luka ada di peringkat paling bawah ya.” Luka sedikit merengek sembari bergelayut di lengan Farah. “Optimis banget yang mau dapet peringkat akhir.”

“Lebih ke pasrah si Bude. Oh iya, Masa waktu itu Gara bilang dia ngerjain UAS nya beneran. Masa dia bilang kalau kita bakal beda kelas. Nggak mungkin 'kan, ya?”

Farah menatap Gara dengan pandangan lembut. “Kaget 'kan kamu? Dulu Bude juga kaget pas awal-awal ambil raport dia. Soalnya nggak ada yang merah.”

“Hah? Gimana bude? Gimana-gimana?” Farah tertawa melihat ekspresi terkejut Luka. “Gara nilainya bagus. Dia serius juga kalau belajar, meskipun sukanya berantem sama bolos.”

Luka Sang RaksaWhere stories live. Discover now