Bagian Keduapuluh - Surrender

562 114 39
                                    

"Seseorang yang sudah penuh dengan luka dan kehilabgan banyak hal, masih bisa dihancurkan sampai tak bersisa oleh satu-satunya harapan yang mempertahankan kehidupan mereka."

🌿🌿🌿🌿🌿

"Lo duluan aja. Gue nanti nyusul sama Luka. Motornya harus dipanasin dulu biar nggak macet."

Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00. Ya, jam sepuluh malam. Bukan waktu yang tepat untuk bepergian, menyelesaikan masalah atau melakukan apapun. Apalagi mereka bertiga baru saja menghabiskan hari di tempat yang cukup jauh.

Tapi Gara tampaknya tak bisa menunggu. Setelah menerima panggilan dari Anna, Gara tak bisa duduk dengan tenang. Ia ingin segera bersua, memastikan bahwa tak ada lagi belati yang menggores luka pada sang ibunda.

Tepat setelah turun dari Bus yang ia tumpangi, dan kembali ke kediaman Luka. Gara langsung mempersiapkan motornya untuk pergi ke rumah Revan. Anna ada di sana setelah sekian lama.

"Gue bisa sendiri," tegas Gara pada gadis di hadapannya itu. Lyra menghela nafas panjang. "Tau. Gue tau lo bisa sendiri. Gue sama Luka cuma mau pastiin lo dapet akhir yang sesuai. Sama kayak lo yang nggak bisa nunggu buat pastiin tante Anna baik-baik aja. Gue sama Luka juga gitu. Kita nggak bisa nunggu kabar. Kita mau pastiin secara langsung. Oke?"

Gara menundukkan kepala karena merasa kalah. Ia tak bisa menemukan argumen yang tepat untuk melarang Luka dan Lyra pergi bersamanya. Ia tak ingin keduanya melihat bagaimana ia terluka. Tapi di sisi lain Gara berharap keduanya ada di sana. Menjadi tempat yang akan ia tuju saat dunia mengecewakannya untuk yang ke sekian kali.

Gara takut jatuh sendirian layaknya hari itu. Gara takut melihat Anna berjalan menjauh darinya, meninggalkannya dan menghilang seperti sosok tak nyata.

Gara terlalu sibuk dengan suara-suara di dalam kepalanya sampai tak menyadari bagaimana Lyra perlahan menggenggam jemarinya yang gemetar. Meredam ketakutan itu dalam kehangatan dan juga keyakinan bahwa semua akan berjalan lebih baik kali ini. Atau meskipun semuanya kembali berakhir buruk, Luka dan Lyra akan langsung berlari untuk menopangnya.

Tidak ada lagi berdiri sendirian, terjebak dalam sesak dan kesakitan tanpa ada satupun yang mendengar. Ya, semua pasti akan berakhir lebih baik.

Lyra sedikit merendahkan wajahnya dan mencuri pandang pada Gara yang masih menyembunyikan ekspresi wajahnya. Gadis itu menyentuh sisi wajah Gara perlahan, mengusapnya lembut.

"Tunggu gue, ya? Di akhir semuanya nanti gue sama Luka bakal peluk lo erat-erat. Nggak kita biarin lo jatuh, oke? Jadi jangan takut buat lari, perjuangin apa yang harus lo perjuangin."

Gara mengangguk, beban di hatinya seakan terangkat secara perlahan. Ia kemudian beralih menatap Luka yang berdiri beberapa meter di belakang Lyra. Sahabat pertamanya itu tersenyum sembari menunjukkan kepalan tangannya.

🌿🌿🌿🌿🌿

Maaf. Memaafkan seseorang tidak pernah sesederhana bagaimana itu terlihat.

Luka fisik dapat sembuh hanya dalam hitungan hari, tapi luka batin tak akan bisa lebih baik meskipun tahun demi tahun telah berlalu.

Gara entah kenapa merasa cukup jahat hanya karena meminta ibunya untuk kembali. Mengambil sebuah keputusan besar yaitu bertemu dengan Revan dan menyelesaikan semuanya. Tapi Gara sadar, bagaimana ia tak memiliki pilihan lain. Bagaimana semua jalan yang ia coba menunjukkan titik yang sama, jalan keluar yang sama.

Luka Sang RaksaWhere stories live. Discover now