Bagian Kesembilan belas - Hujan Tanpa Akhir

518 106 17
                                    

"Tidak ada orang yang siap untuk mengucapkan selamat tinggal. Tidak satupun."

🥀🥀🥀

Hujan turun malam itu, tanpa peringatan. Menjebak beberapa orang di dalam rumah dan membatalkan semua rencana yang sudah mereka susun di angan-angan.

Luka baru selesai membersihkan dirinya, terbukti dengan surai basah yang airnya masih menetes dan membasahi lantai di sekitar ruang keluarga.

Si bungsu itu sedikit heran mendapati Lyra hanya diam. Tak mengomel ataupun memberi perhatian padanya yang membuat kekacauan. Apa sesuatu baru saja terjadi? Luka tidak yakin. Ia hanya pergi sebentar untuk bermain basket sepulang sekolah. Harusnya dalam kurun waktu 4 jam terakhir tak ada hal besar yang terjadi bukan.

"Ra? Kenapa deh lo? Bengang-bengong."

Lyra mendelik saat melihat Luka berniat untuk mendudukkan diri di atas sofa. "Ambil pel dulu sana. Itu air dari rambut lo kemana-mana, Luk. Keringin dulu depan kipas angin!"

"Masuk angin dong gue. Ujan tuh di luar. Dingin, Ra," rengeknya. "Ya udah keringin yang bener. Ah, sini duduk bawah gue."

Luka menurut, mengambil sebuah tikar yang masih digulung untuk menjadi alasnya duduk. Sementara itu Lyra mengambil alih handuk di tangan Luka dan mulai mengeringkan surai adiknya itu dengan telaten.

"Menang apa kalah lo tadi?" Luka tersenyum congkak sembari memakan satu pisang goreng yang tersaji di atas meja. "Emangnya lo pernah liat team kalah kalau ada gue?"

"Ck. Kumat deh, jangan bikin gue males ngobrol sama lo." Luka tertawa mendengar itu, ia mengulurkan pisang goreng yang sudah ia gigit sedikit pada sang kakak. Bermaksud menghiburnya, dan Lyra menerima itu begitu saja.

"Lo kemana tadi? Jalan sama Gara? Ada kabar baru?"

"Ada. Bentar tapi, lo pernah nggak ketemu sama adeknya Gara?"

Luka berpikir sejenak. Ingatan tentang hari itu, dimana ia melihat rahasia Gara pertama kalinya di depan rumah milik Farah kemudian muncul. Luka bisa mengingat bagaimana wajah bocah yang ia asumsikan sebagai adik Gara itu. Cukup tinggi, hanya memiliki perbedaan tinggi yang tak begitu kentara dengan Gara.

Keduanya mirip, terlalu serupa untuk saudara tiri. Hanya saja garis wajah adik dari Gara itu sedikit lebih lembut jika dibandingkan dengan Gara yang memiliki garis wajah tegas.

"Pernah lihat. Tapi nggak yang beneran ketemu." Luka mengerutkan dahinya. "Tunggu, kenapa jadi ngomongin adeknya Gara? Kan gue nanya soal apa yang terjadi hari ini."

"Menurut lo, adeknya Gara gimana?"

Luka menghela nafas. "Tinggi, mukanya mirip Gara. Yang ini asli deh, terlalu mirip buat status saudara tiri. Tapi muka tu anak kayak apa ya? Polos gitu. Gatau deh polos beneran apa gimana."

"Ih! Lucu nggak sih mukanya? Vibe bocil gitu. Jadi pas Gara sinisin dia, naikin suaranya waktu ngomong sama dia. Gue yang nggak tega. Kasian."

Benar kan? Lyra mulai bersikap layaknya ibu-ibu yang menemukan seorang putra baru.

"Ini kalau Gara denger lo muji-muji adeknya gini, ngambek pasti dia. Masang muka sepet terus melengos seharian."

Luka Sang Raksaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें