Bagian Ke delapanbelas - Haru

663 114 31
                                    

"Terlalu takut untuk mendekat, terlalu takut untuk menyakiti."

🥀🥀🥀

Raksa Kanigara tidak pernah mengira bahwa hari ini akhirnya tiba. Hari dimana ia akan melakukan sebuah makan malam konyol dengan ayah dan juga wanita yang menghancurkan kehidupannya dengan sang Ibu.

Terakhir kali mereka makan bersama mungkin sudah nyaris delapan atau Sembilan tahun yang lalu. Gara tak lagi mengingatnya karena ia berniat melupakan masa kecilnya yang penuh dengan sandiwara. Semua orang kompak membohonginya dengan alasan demi kebahagiaannya. Kebahagiaan bodoh, anak mana yang akan bahagia jika dibohongi mengenai kondisi keluarganya.

Gara menghela nafas sesaat setelah mematri penampilannya di derpan cermin. Ada warna hitam yang cukup jelas di bawah matanya karena ia tidak tidur dengan benar akhir-akhir ini. Merasa khawatir berlebih karena Anna tak kunjung memberikan kabar setelah kejadian hari itu. Ditambah lagi ia mendapatkan mimpi buruk baru mengenai kejadian hari it, tatapan Ibunya, dan bagaimana Ibunya berbalik, melangkah menjauh. Meninggalkan dirinya yang terjatuh dan berada di ambang kesadaran.

Merasa kembali tenggelam dalam kenangan buruknya, Gara menepuk pipinya dua kali untuk mencoba kembali pada tempatnya berpijak. Setelah itu, Gara mengambil jaket dan ponselnya sebelum keluar dari kamar.

Di ruang tamu, Revan dan Dianna sudah menunggu. Farah yang pertama kali menyadari kehadiran Gara langsung menghampiri keponakannya itu. Menyentuh bahunya lembut sembari berbisik, menanyakan kembali apakah Gara yakin ingin pergi bersama keduanya. Dan, ya. Gara sudah lebih dari yakin. Ia ingin mengakhiri semuanya.

Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, ketiganya sampai di salah satu restoran seafood yang mengingatkan Gara pada masa lalunya. Ia seolah bisa melihat dirinya dan Jovan berlarian masuk dengan suara tawa yang mengundang perhatian dari orang di sekitar. Setelah ia mendudukkan diri, kilasan masa lalu itu kembali datang, bagaimana ia dan Jovan menunggu Diana untuk membuka cangkang kepiting untuk mereka.

Lagi, Gara menghela nafas. Ia tak ingin mengingat apapun.

"Papa mau apa sebenernya? Permintaan Gara waktu itu rasanya nggak ada gunanya karena mama bahkan nggak bisa Gara hubungi lagi sekarang."

"Kita makan dulu," ujar Revan tegas.

"Papa bisa santai ngelakuin semuanya, makan, jalan-jalan sama istri Papa ini sementara aku sama Mama terjebak sama situasi yang rumit. Gara bilang, Gara nggak tau mama dimana! Terakhir kali kondisi Mama berantakan!"

"Kalau Papa nggak salah ingat, terakhir kali Mama kamu udah nyakitin kamu, Gara! Dan kamu mau Papa ngelakuin apa? Cari dia? Perduli sama dia? Dia bukan lagi istri Papa! Malah bagus kalau dia menghilang seperti sebelumnya."

"Mas!" Diana lebih dulu menghardik Revan sebelum Gara sempat mengatakan apapun. Untuk pertama kalinya, ekspresi penuh kemarahan tepatri dengan jelas pada paras ayu Diana. Ekspresi yang bahkan membuat Gara urung meneriakkan amarahnya yang sudah berada di ujung lidah.

"Kamu lupa tujuan kita ketemu sama Gara hari ini apa? Kita ketemu bukan untuk bahas siapa yang benar dan siapa yang salah, Mas. Kita ketemu untuk menyelesaikan semuanya. Damai demi anak-anak. Tahan diri kamu!"

Diana beralih menatap Gara sembari menarik senyuman tipis. "Ditahan sebentar ya, Nak?"

Gara berusaha tak merespon, mengalihkan perhatiannya pada satu gelas jus jeruk yang sudah tersaji dan meminumnya sampai tersisa setengah. Ini bukan pertama atau kedua kalinya Gara mempertanyakan hal yang sama dalam kepalanya.

Alasan mengenai seseorang sebaik Diana yang menjadi bagian dari luka terbesar dalam kehidupannya.

Ada banyak hal tak masuk akal termasuk bagaimana Diana menjadi antagonis untuk beberapa waktu dengan menjalin hubungan dengan suami orang lain sebelum menunjukkan sisi protagonisnya berusaha memperbaiki kehidupan mereka yang ia hancurkan.

Luka Sang RaksaWhere stories live. Discover now