Bagian Ketujuhbelas - Persamaan Hujan dan Luka

909 124 17
                                    

"Seseorang pernah begitu berani menghadapi segala hal sebelum bersembunyi di dalam ruang karena telah dihancurkan."

🥀🥀🥀🥀

Konon katanya kalau fisik kita yang terluka, maka hanya butuh beberapa waktu untuk menyembuhkannya. Tapi, saat hati dan juga perasaan kita yang terluka, mungkin akan membutuhkan waktu selamanya untuk bisa merasa lebih baik.

Gara selalu mempercayai rangkaian kalimat itu. Karena kenyataannya, apa yang sudah ayahnya lakukan saat ia kecil membekas sampai ia tumbuh remaja. Dan … kata-kata ibunya kemarin mungkin juga akan memberikan bekas yang jauh lebih dalam.

Liburan semester kali ini sudah berjalan selama satu minggu. Tinggal satu minggu lagi, tapi Gara nyaris tak menikmatinya sama sekali. Enam hari kemarin, ia hanya berdiam di dalam rumah dalam penjagaan Farah. Ia harus bertahan mendengar ujaran kebencian dari Fauzan dan juga Farhan yang semakin buruk membencinya.

Apa yang terjadi kemarin seolah memberikan bahan baru bagi ayah dan anak itu untuk menjatuhkannya. Ya, Gara tak terlalu perduli lagi dengan itu. Ia sekarang hanya ingin tangannya cepat sembuh sehingga ia bisa pergi kemanapun yang ia mau untuk menghindari dunianya.

Seakan mendengar keinginanya, Tuhan hari ini mendatangkan Luka dan Lyra. Dengan berbagai macam usaha, akhirnya kakak beradik itu diizinkan untuk mengajak Gara pergi. Pergi ke tempat dimana perasaan laki-laki itu mungkin saja bisa menjadi lebih baik.

Mereka menaiki Bus untuk sampai pada tempat yang Luka dan Lyra maksudkan. Gara sendiri tidak tahu mereka akan pergi kemana, jadi ia hanya menurut. Duduk di tengah-tengah Luka dan Lyra mengingat mereka memilih kursi yang diisi oleh tiga orang.

Lyra sedari tadi sibuk menuliskan beberapa kalimat di atas gips yang melindungi cedera lengan kanan Gara. Laki-laki itu sesekali akan melirik raut antusias yang tercipta di paras ayu Lyra di tengah kegiatannya. Jelas sekali gadis itu cukup puas dengan maha karya yang ia ciptakan. Sampai-sampai ia menatap Gara masih dengan senyuman yang nyata.

Gara mengalihkan pandangan pada gips di lengannya dan melihat beberapa kalimat yang Lyra tuliskan.

Terluka untuk menjadi yang lebih kuat.
UR important!!

Ironman mah kalah sama Gara, hehehe

Gara tertawa. Jemarinya kemudian terangkat untuk menepuk kepala Lyra dua kali. Setelahnya Gara kembali terdiam, memikirkan tawa singkatnya beberapa detik lalu. Tawa singkat yang ia dapatkan dari sebuah hal sederhana.

Kebahagiaan kecil yang secara ajaib membuat perasaannya yang kaku sedikit membaik.
Belum selesai dengan pikirannya, Luka tiba-tiba menjejalkan salah satu earphone yang juga ia pakai ke telinga kiri Gara. Seketika alunan lagu berjudul rumah singgah yang beberapa hari terakhir kerap didengar oleh Luka langsung terdengar.

Lirik-lirik yang meneriakkan rasa sakit seseorang yang tidak pernah mendapat perhatian seutuhnya itu berdengung di dalam kepala Gara. Ia melirik Luka sekilas. “Patah hati, lo?”

Luka menggeleng. “Pas aja sama suasananya, mendung.”

“Melankolis.” Luka mengabaikannya, malah menyandarkan kepala pada bahu Gara. Awalnya Gara tak terlalu perduli, tapi Luka yang mengusap-usapkan wajahnya seperti seekor kucing itu membuat Gara bergidik sendiri.

Luka Sang RaksaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu