EC 10

511 108 39
                                    

Keburu menghilang, ya orang-orang saking lamanya nggak di update. Wkwkwk
Soalnya si Jade tuh generasinya Ein. Lah udah keduluan sama si Ercher pulak. Kwkwkw

Maafin yakk.
Pasti update kok walau emang agak lama.

***

Jade dari jendela besar kastel melihat Azura dan Darren saling beradu pedang untuk beberapa saat. Harus diakui bahwa wanita itu berbeda dari wanita lain. Dia punya ketangkasan yang bagus sebagai seorang wanita dan refleksnya bisa diandalkan. Azura Charteus termasuk ahli dalam menggunakan pedang, tetapi tidak tahu dengan ilmu bela dirinya.

Tidak lama kemudian kedua orang itu menghentikan pertarungan dan duduk di tepi lapangan. Terlihat sangat serius membicarakan sesuatu. Jika Azura memang bisa melihat dengan jelas tanda kutukan di pinggung Jade yang merupakan ukiran namanya, maka wanita itu pasti akan mencari penjelasan secepatnya. Baik itu tentang kontrak tanam atau mengenai namanya.

Kalau Jade benar lagi, wajah frustrasi yang saat ini ditampakkan oleh Azura pastilah karena dia tidak bisa menemu bibinya, Beatrice. Sebenarnya Jade bisa mendengarkan pembicaraan mereka melalui kontrak yang terjalin, hanya saja mereka belum mengaktifkan kontrak meski nama kontraktor sudah terukir di tubuh.

"Sayang sekali, ya," kata Jade tiba-tiba saat berbalik dan menemukan seseorang menatapnya dengan pandangan tajam. "Seharusnya kau bisa menjadi penyihir elite di menara sihir kekaisaran."

"Saya tidak menerima hal terhormat seperti itu."

Jade terkekeh kecil. "Apa kau memberitahunya tentang salah satu risiko kontrak tanam, Gehna?"

Gehna tidak langsung menjawab. Wanita itu masih menatap Jade dengan tajam. Pantas saja sepanjang ia bertemu para pelayan, selalu saja mereka mengeluh agar bisa melayani Azura sebagai pelayan pribadi. Wanita itu membebaskan pelayannya untuk berpakaian. Bahkan memperlakukan Gehna sebagai teman untuk minum teh.

Mungkin karena Azura tidak punya teman.

"Sepertinya sudah." Jade melangkah mendekati Gehna. "Seharusnya kau tidak bilang tentang risiko kontrak tanam itu. Tuanmu jadi punya beban yang besar. Dia harus menjaga nyawa seorang kaisar."

"Kalau Anda berpikir ingin membunuh tuan saya, itu artinya Anda bunuh diri."

Jade tertawa. "Kau mengerti masalahnya walau wanita itu tidak bercerita detailnya. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dia adalah orang yang menjadi kontraktorku."

Kali ini Gehna yang mendengkus dan tersenyum culas. "Nama Charteus tidak akan bisa disembunyikan. Hal itu yang membuat Anda marah."

Jade menatap tajam.

"Satu lagi. Hal yang membuat Anda marah adalah kenyatakaan bahwa Nona Azura adalah kontraktor yang sesungguhnya. Anda mungkin memang bisa menyangkal kontrak yang tertanam di tubuh Anda. Tetapi yang satunya tidak."

"Apa maksudmu?"

Gehne tertawa pelan, mengejek pada Jade. "Anda tidak bisa menyangkal kontrak takdir."

Mendadak saja sengatan menghantam dada kiri Jade di mana simbol bunga Azure itu berada. Dibanding nama yang terukir di punggungnya, Jade lebih marah pada simbol kontrak takdir yang muncul 3 tahun lalu. Bisa-bisanya ia mendapat 2 kutukan sekaligus.

"Jangan terlalu marah, Baginda. Kalau perbedaan kekuatan kita membuat saya tidak bisa menolong Nona dari kematian, setidaknya Anda akan mati dengannya 'kan." Gehna menyeringai kecil pada Jade. "Anda kan sudah susah payah bertahan hidup sampai sekarang. Jadi, sebaiknya berhati-hatilah agar tidak mati."

Gehna berjalan melewati Jade.

Jade berbalik sambil menyeringai menatap punggung Gehna. Wanita itu kurang ajar untuk ukuran seorang pelayan pribadi yang harusnya berada di kalangan sosialita karena mengikuti tuannya. Tetapi Jade menyukai kepribadian Gehna yang blak-blakan itu.

Yah, untuk beberapa hal mungkin Jade tidak akan mati karena Azura aman bersama pelayan pribadinya yang penyihir itu.

***

Darren mengusap rambutnya dengan handuk setelah mandi. Berhenti untuk melihat tempat tidurnya. Pencahayaan di ruangan yang sudah redup itu mengingatkan Darren akan ibunya Azura, Marchioness Adena Charteus.

20 tahun yang lalu, saat Beatrice keluar meninggalkan Adena, Darren, dan bayi Azura, bibinya itu mengatakan sesuatu.

"Azura Charteus."

Awalnya Darren tidak terlalu menghiraukannya saat wanita itu menimang Azura sambil menangis haru. Namun, kalimat setelah itu malah menyita perhatian Darren.

"Saya sudah menepati janji."

Darren yang penasaran naik ke tempat tidur Adena untuk bertanya. "Anda sudah janji memberikan bayinya nama Azura?"

Adena mengangguk dengan senyum lembut. "Ya, karena nama itu yang akan menyelamatkan hidupnya."

"Kenapa?"

Adena menggeleng. "Itu rahasia takdir, Darren. Tidak ada yang tahu."

Hanya saja Darren tahu saat itu kalau Adena sedang berbohong. Wanita itu tahu sesuatu, tetapi memilih untuk tidak mengatakannya pada seorang anak kecil seperti Darren.

"Tapi pada siapa Anda berjanji?"

"Ada seseorang yang kutemui saat aku berusia delapan belas tahun. Dia bilang, jika suatu hari aku punya anak perempuan, maka aku harus memberikannya nama Azura."

Sampai saat ini Darren tidak tahu siapa orang yang Adena maksud. Bagaimana mungkin Adena yang berusia 18 tahun mengingat janji sepele itu setelah usianya 27 tahun. Sangat tidak masuk akal. Namun, hal tidak masuk akal itu hanya diketahui oleh ibunya Darren. Orang yang menikah jauh lebih dulu dibandingkan kakaknya.

"Bibi, padahal saya juga penasaran kenapa Anda memberi nama Azura pada sepupu saya," gumam Darren.
.
.
Original story by Viellaris Morgen
Kamis (07 Juli 2022)

Chapter ini pendek banget yaa 🤣🤣
Sabar teman-teman.

Emperor ContractWhere stories live. Discover now