7. Solar

598 88 7
                                    

Berlidah tajam dan suka membandingkan dirinya denganmu―

"Apa-apaan ini?" Solar menyerahkan kertas ujian milikmu yang bertuliskan nilai poin '98'. "Masa cuma dapat nilai segini? Kamu ini serius belajar nggak sih?"

Kau yang menerima hasil ujian itu hanya bisa menahan segala bahasa kebun binatang di hatimu. Nilai 98 kamu bilang 'cuma'? Woy, nggak semua orang bisa dapat nilai seratus sempurna kayak kamu, dasar kakak sombong! batinmu mengeluh.

Kau hanya bisa terdiam melihat betapa cerewetnya kakakmu yang berbeda tiga bulan itu jika topiknya adalah 'belajar'.

"Jadi, kamu harus belajar lebih keras lagi! Ayo! Aku akan mengawasimu!"

Hei, hei! Aku ini masih seorang pasien lho!!!

Jika Solar sudah seperti ini, kau hanya bisa pasrah dengan pertanyaan x, y, z yang paling kau benci.

.

.

.

"Aku menyerah!" Kau melemparkan bolpoin dengan asal, tidak peduli jika benda itu hilang karena tidak bisa ditemukan.

Solar yang mengawasi di dekatmu menatap tajam. "Hah? Baru segini udah nyerah? Kamu itu adikku bukan sih? Masa kakaknya pintar tapi adiknya enggak?"

Iya, iya. Apalah aku yang hanya remahan rengginang!

Kau hanya bisa memutar bola mata dengan kesal. Hasil ujian yang kau dapat bukan matematika, tapi [mata pel fav]! Ya beda jauh! Kenapa juga dirimu harus belajar matematika?!

Melihat sikapmu, Solar menutup buku paket di tangannya. Ia melepas kacamata dan mengelap kacanya dengan kain khusus yang diambil dari saku bajunya.

Suasana di bangsal menjadi kesunyian yang aneh. Ini berlangsung beberapa menit hingga Solar menyudahi mode berpikirnya dengan meletakkan kembali kacamata di wajahnya.

"Kerjakan tugas ini nanti. Sekarang, kita ulas tentang hasil ujianmu hari ini."

Kau tersenyum senang mendengarnya. Kertas ujian [mata pel fav] dengan nilai 98 dikeluarkan dan Solar menunjukkan beberapa pertanyaan serta penjelasan dari setiap soal.

Tanpa terasa, waktu berlalu menuju malam.

Gempa, yang kembali ke bangsal setelah membawa beberapa pakaian dari rumah, melihat kalian berdua yang sibuk mengulas materi pelajaran pun tersenyum. Ia meletakkan tas pakaian di meja, kemudian pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.

Beberapa saat kemudian, makanan disajikan di atas meja.

Kau mengambil beberapa sendok nasi dan melirik piring [makanan fav]. Sayangnya, karena keberadaan infus membuat gerakanmu sedikit terhalang. Seakan mengerti kesulitanmu, Solar membantu mengambil beberapa sendok [makanan fav] seraya berujar, "Makanya, cepatlah sembuh. Kalau gini terus, siapa juga yang susah?"

Kau sudah sangat terbiasa dengan lidah tajam dari Solar, jadi kau tidak membalasnya dan memilih untuk menikmati makanan.

Sesekali Solar akan membantu mengambilkan makanan yang kau sukai, bahkan menuangkan segelas air minum ketika kau tersedak.

"Ck ck ck, makan saja pelan-pelan. Nggak ada Kak Taufan dan Kak Blaze di sini yang akan merebut makananmu."

Kau hanya bisa tertawa kikuk. "Terima kasih, Solar."

―tapi dia sangat perhatian terhadapmu.

•••
Fakta Solar:
Anak ketujuh; selisih 4½ tahun dari Halilintar, 4 tahun dari Taufan, 3½ tahun dari Gempa, 1½ tahun dari Blaze, 1 tahun dari Ice, 5 hari dari Thorn, dan 3 bulan dari [Name].

My Dear Brothers || F/M! ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang