23. Rutinitas siang

244 42 16
                                    

Note: POV ketiga

Mumpung ada waktu kosong, sempetin update ah~~

•••

Ketika Gempa dan Taufan tidak ada di rumah ….

Thorn sedang berkebun.

Halaman belakang adalah wilayah kekuasaan Thorn―karena dipenuhi tanaman aneh bin ajaib yang tumbuh di sana. Ada pokok pisang seribu Tok Dalang yang habis dicolong dari desa sebelah, ada tanaman kaktus dari planet Gurunda, bahkan ada pohon Oakuat yang didapatkan dari Gaharum.

Intinya, jika ingin berkelana ke dunia fantasi, datang saja ke halaman belakang rumah saudara elemental. Dijamin bakal masuk isekai … canda :v

Saat ini, Thorn sedang merawat tanaman Oakuat yang diberikan oleh kakeknya, Gaharum. Katanya, ketika tanaman ini tumbuh subur, kekuatan yang besar akan diberikan pada orang yang merawatnya.

Thorn tidak tahu apakah 'katanya' ini benar atau tidak, tapi apa salahnya menanamnya?

Toh, ini hobinya.

Setelah memberi pupuk dan menyiram air dengan penuh cinta dan kasih sayang, Thorn mencuci tangannya yang berlumuran tanah sebelum memasuki dapur.

Tercium aroma yang menggoda selera dari meja makan.

Melihat makanan tersaji, Thorn tidak bisa menahan deru perutnya yang menggerutu.

"Eh? Kayaknya perutku berkata lapar. Oke, aku makan dulu!"

. . . . .

Mari kita beralih ke pihak Ice.

Tidak seperti yang diharapkan, Ice justru tidak tidur kebo. Ia baru saja menutup laptop, merenggangkan tubuhnya, kemudian memandangi pemandangan di luar jendela.

Tidak seperti biasanya, Ice beranjak meninggalkan kasur tercinta, menuruni tangga menuju dapur.

Tercium aroma yang menggoda selera dari meja makan.

Melihat makanan sisa tersaji, lantas perut Ice berbunyi.

"Ah, aku lapar."

. . . . .

Sekarang, kita pindah ke pihak Solar.

Buku pelajaran ditutup, tanda sesi belajar intens berakhir. Solar memijat bahunya yang kaku dengan wajah lelah.

Akan diadakan lomba matematika tingkat nasional nantinya, jadi ia harus mempersiapkan diri sedari awal.

Bagaimanapun, ia tidak bisa mengecewakan orang-orang yang menaruh harapan padanya.

Merasa lapar setelah belajar seharian, Solar memutuskan untuk turun ke dapur.

Tercium aroma yang menggoda selera dari meja makan.

Melihat makanan sisa tersaji, mata Solar berbinar.

"Bagus! Masih ada makanan!"

. . . . .

Kita pindah lagi ke pihak [Name].

Sebagai anak yang rajin, baik hati, dan tidak sombong, bungsu dari kedelapan bersaudara ini mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan tekun.

Terakhir kali, ia tidak mengerjakan pekerjaan rumah, guru mapel pun melapor pada Solar yang berujung pada dirinya diomeli habis-habisan oleh sang kakak beda tiga bulan itu.

Jadi, demi tidak mengalami neraka pembelajaran oleh 'Cikgu Solar', mau tak mau pekerjaan rumah harus dikerjakan … walau asal-asalan.

Setelah menyelesaikan soal terakhir, [Name] pun turun ke dapur mencari camilan.

Tercium aroma yang menggoda selera dari meja makan.

Melihat makanan sisa tersaji, dengan cepat ia bergegas menuju meja makan.

"Wah, ada [makanan fav]!"

. . . . .

Pindah ke pihak Blaze.

Basket bukanlah hobinya. Jika bukan karena Fang menantangnya bertanding, Blaze tidak akan bermain bola basket sekarang.

Hasilnya cukup tidak memuaskan, karena keduanya seri.

Dengan kesal, Blaze pulang ke rumah, melemparkan sepatu olahraganya ke sembarang arah, melepas kaos yang basah keringat, dan bergegas ke kamar mandi.

Tercium aroma yang menggoda selera dari meja makan.

Melihat makanan sisa tersaji, Blaze teringat bahwa ia belum makan sejak tadi.

Ia menepuk perutnya, alih-alih menuju kamar mandi, kakinya melangkah mendekati meja makan.

. . . . .

Terakhir, kita beralih ke Halilintar.

"Ya, Ayah. Aku tau. Aku akan melakukannya."

Setelah mengucapkan beberapa kata pada lawan bicara di telepon, Halilintar memutus panggilan.

Ia menatap ponsel dengan pandangan rumit, sebelum akhirnya melemparkannya ke kasur.

Dengan perasaan kesal, ia turun ke dapur; minum kopi membuatnya merasa tenang dan rileks di kondisi seperti ini.

Langkahnya tiba-tiba terhenti.

Melihat piring-piring kosong di atas meja makan, Halilintar terdiam sejenak.

Ia tahu Gempa menyiapkan makanan sebelum pergi dengan Taufan ke bengkel Gentar, tapi siapa yang menyangka makanan itu sudah habis tak bersisa?

Halilintar menghela nafas panjang. Ia mengumpulkan piring kotor, kemudian meletakkannya ke bak cuci piring.

. . . . .

Ketika Gempa dan Taufan pulang ke rumah, perut mereka yang sudah menahan rasa lapar pun berbunyi. Dengan penuh harapan, mereka menuju dapur, namun mendapati meja makan yang kini sudah kosong.

" …. "

Keduanya sontak terdiam.

"Anjir, makanannya lenyap!" seru Taufan tak percaya, ternyata saudara-saudaranya menghabiskan makanan yang ia buat susah payah dan penuh cinta tanpa menyisakan sedikit untuk kokinya.

Gempa menepuk pelan bahu kakaknya. "Nggak papa. Kita masak mie aja."

•••
Fakta r̶a̶h̶a̶s̶i̶a̶ delapan bersaudara:
- Halilintar bilang padaku buat sembunyikan fact-nya di chapter ini; kalau aku nggak sembunyikan, aku bakal kesambar petir (• ▽ •;)

- Taufan adalah wibu, jadi kamarnya penuh hal-hal berbau anime, terutama action figure. D̶a̶n̶ d̶i̶a̶ m̶e̶n̶y̶i̶m̶p̶a̶n̶ k̶o̶m̶i̶k̶ h̶e̶n̶t̶a̶i̶.

- Gempa lebih suka masak telur ceplok saja, karena lebih simpel masaknya.

- Blaze suka bermain game dan sepak bola; selama kegiatan itu bisa membuatnya menang, ia menyukainya. D̶a̶n̶ s̶e̶r̶i̶n̶g̶ d̶i̶a̶m̶-d̶i̶a̶m̶ b̶o̶l̶o̶s̶ k̶e̶l̶a̶s̶.

- Ice sebenarnya suka menonton sinetron sambil tidur dengan AC menyala. D̶a̶n̶ d̶i̶a̶m̶-d̶i̶a̶m̶ m̶e̶n̶j̶a̶d̶i̶ p̶e̶n̶g̶g̶e̶m̶a̶r̶ d̶r̶a̶k̶o̶r̶ d̶a̶n̶ T̶w̶i̶c̶e̶.

- Thorn suka berkebun dan mengoleksi tanaman, terutama yang unik dan aneh. D̶a̶n̶ b̶e̶r̶h̶a̶r̶a̶p̶ b̶i̶s̶a̶ m̶e̶m̶e̶l̶i̶h̶a̶r̶a̶ h̶e̶w̶a̶n̶ p̶e̶l̶i̶h̶a̶r̶a̶a̶n̶ s̶e̶p̶e̶r̶t̶i̶ d̶i̶n̶o̶s̶a̶u̶r̶u̶s̶ d̶i̶ m̶a̶s̶a̶ d̶e̶p̶a̶n̶.

- Solar pernah sekali mendapat nilai jelek di ujian, sejak itu ia belajar lebih keras.

- [Name] [your fact].

My Dear Brothers || F/M! ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang