17. Event Cosplay

321 56 2
                                    

Note: POV ketiga
•••

"Kakak! Help me!"

Suara ketukan pintu semakin cepat. Ice yang ingin terus berbaring di kasur tersayangnya hanya bisa pasrah bangkit dan membuka pintu.

Tampaklah [Name] berdiri di depannya dengan wajah tak berdosa.

"Kak, bantu aku!"

" ... Bantu apa?" tanyanya dengan wajah suram karena hibernasinya diganggu. [Name] yang tahu telah mengganggu waktu tidur kakaknya, bukannya meminta maaf, melainkan menarik paksa kakak beruang kutubnya itu keluar. "Gak ada waktu! Kita harus cepetan! Nanti acaranya selesai!"

" ... Hah?"

.

.

.

Ice berdiri dengan tatapan kosong, melihat panggung dimana orang-orang berjalan dengan berpakaian seperti karakter kesukaan mereka dan memperagakan setelan kostumnya.

Entah bagaimana, ia bisa tiba di tempat para cosplayer berada.

Ah, tiba-tiba teringat ajakan adik bungsunya kemarin yang ia tolak. Ice pikir [Name] tidak lagi bersikeras untuk mengajaknya, siapa sangka adiknya yang licik ini berhasil menyeretnya ke tempat ini.

Mata biru jernihnya menatap sang adik yang sibuk memakai kostum karakter [character name], mengabaikan dirinya yang sangat, sangat, saaaangaaaat benci keramaian.

"Kenapa ... tidak bareng ... Taufan?" Ice bertanya bingung. Pasalnya, kakaknya yang satu itu lebih erat kaitannya dengan hal seperti ini dibandingkan dirinya.

"Kak Taufan nggak bakal sempat datang. Dia ada pertandingan skateboard hari ini," jawab [Name] seraya merias wajahnya.

" ... Yang lain?"

"Kak Hali dan Kak Gempa kembali ke rumah."

Alis Ice berkedut setelah mendengarnya. Ia paham maksud [Name] dalam kata 'rumah' yang bukan berarti rumah mereka tinggal, tetapi rumah ayah dan ibu.

"Blaze, Thorn, Solar?"

"Ah, mereka bertiga ... " [Name] merapikan posisi rambut palsunya sebelum melanjutkan, " ... Kak Blaze ada janjian sama temannya, Thorn dan Solar lagi persiapan tugas fisika besok."

Ice mengembuskan nafas panjang. Ia menatap sekitar, kemudian berjalan ke kafetaria yang berlokasi tidak jauh dari acara cosplay.

Ia tidak ingin bergabung dalam keramaian. Setidaknya, di kafetaria ini ia bisa ambil waktu untuk melanjutkan tidurnya sejenak.

"Eits! Kakak mau ke mana?!" [Name] meraih tangan kakaknya yang hendak pergi, kemudian menariknya ke dalam ruang ganti baju. Ia membongkar isi tasnya dan mengeluarkan pakaian berwarna biru.

Firasat buruk muncul di benak Ice.

"Kak, bantu aku!" Pakaian itu diserahkan pada Ice.

Oh, yang benar saja?

" ... [Name], aku―"

"Yeay! Makasih, Kak!"

" .... "

Ice menatap pakaian di tangannya; sebuah jaket biru pucat tebal dengan bulu di pinggirannya, celana biru dongker dengan motif garis zig-zag biru cerah, dan sepasang sarung tangan putih.

Tunggu, bukannya ini ....

" ... Ini pakaianku, 'kan?"

Ditambah pakaian ini yang ia kenakan saat checkup ke rumah sakit kemarin!

"Um! Aku gak tau kakak suka karakter apa. Terus aku liat isi lemari kakak, dan keliatannya pakaian ini cocok buat cosplay. Ya udah deh, aku ambil yang ini aja!" [Name] dengan wajah tanpa dosa menjelaskannya.

Ice mengembuskan nafas untuk kesekian kalinya. "Baiklah, hanya kali ini."

[Name] dengan gembira memeluk erat kakaknya. "Kak Ice memang yang terbaik!" Kemudian ia keluar dari ruang ganti baju. "Aku tunggu di luar!"

" .... "

Ice melepaskan pakaian yang ia pakai dan mengubahnya dengan pakaian yang dibawa adiknya―yah, sejak awal itu adalah pakaiannya.

Suhu ruangan mendadak berubah menjadi dingin. Ice menarik nafas dalam-dalam seraya memejamkan mata, berusaha berkonsentrasi untuk mengatur suhu yang menguar dari tubuhnya. Setelah mampu mengontrol suhu di sekitarnya, barulah Ice mengenakan pakaian―yang menurut [Name]―akan menjadi setelan cosplay-nya.

Tapi, karakter apa yang mengenakan setelan seperti ini?

Ice tidak terlibat dalam hal-hal semacam ini, karena itu ia tidak bisa memahami jalan pikir adiknya. Alih-alih memikirkannya lebih jauh, akan lebih mudah untuk bertanya pada [Name]; sayang sekali, Ice sedang mode 'malas bertanya' sekarang.

Baginya yang penting saat ini adalah menyelesaikan masalah merepotkan dengan cepat dan segera kembali berbaring di ranjang nyamannya.

Usai mengganti baju, Ice langsung ditarik [Name] ke belakang panggung karena nomor urut mereka tak lama lagi akan dipanggil. Tunggu, Ice baru menyadarinya sekarang, sejak kapan saudara ini mendaftar untuk ikut serta?

Namun, sebelum Ice bisa bertanya, ia telah ditarik ke atas panggung bersama adiknya yang mengenakan kostum [character name].

Kemudian, ia mendengar suara yang akrab dari balik kerumunan para penonton.

"Ayo, Ice! [Name]! Tunjukkan penampilan kalian!"

"Hahaha! Ice hanya memakai pakaiannya!"

"Wah! Kostum [Name] sangat bagus! Cocok sekali!"

"Hmph! Kenapa harus ikut acara beginian sih? Apa gunanya ini dibanding belajar?"

Sudah jelas suara itu milik saudara-saudaranya terjintah; Taufan yang memegang ponsel untuk merekam, Blaze yang menahan tawa, Thorn yang bertepuk tangan, dan Solar yang memiliki wajah berkerut tidak senang.

Apa? Bukannya [Name] bilang mereka punya urusan? Kenapa sekarang mereka di sini?

Seolah-olah mengetahui batin kakaknya yang berkecamuk, [Name] berkata nyaris berbisik, "Tadi pas kakak ganti baju, tiba-tiba Kak Taufan nge-chat ke aku kalo mereka bakal datang buat liat kita tampil."

Untuk pertama kalinya, Ice ingin berucap kata-kata kasar.

•••
Fakta delapan bersaudara:
Sampai detik ini, mulut Ice selalu suci; tidak pernah berkata kasar dan berbahasa kebun binatang.

My Dear Brothers || F/M! ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang