10. Sekolah

460 71 1
                                    

Note: Author Insert
•••

Kau menarik nafas dalam-dalam sebelum mengembuskannya dengan lambat. Perasaan bebas mengalir ke seluruh tubuhmu, seolah-olah selama ini kau tak pernah menghirup udara segar.

"Sekolah, I'm coming!"

Solar yang melihatmu seperti ini tertawa mengejek. "Lha, yang maunya di rumah terus-terusan siapa?"

Dengan polosnya kau menjawab, "Kak Ice."

" ... Yah, bener juga sih."

Di samping kalian berdua, Thorn tertawa kecil dan menimpali, "Tapi emang faktanya di rumah aja itu enak."

"Yep! Betul! Di rumah aja itu the best!" Kau bersorak setuju.

Kali ini, Solar yang menggeleng melihat tingkah kalian berdua.

Kalian berpisah di koridor karena kelas yang berbeda. Begitu kau memasuki kelas, segera kau disambut dengan hangat oleh semua temanmu. Kau menyapa mereka semua dan menuju ke bangku belajarmu, di mana ada seseorang yang telah menempati bangku sebelahnya.

"Yo! Lama tak jumpa~" sapamu padaku.

Aku melambaikan tangan padamu sebagai balasan sebelum kembali menulis ceritaku.

Kau meletakkan tas dan menyiapkan buku-buku materi yang akan dipelajari hari ini.

"Eh, Arbi. Ada PR gak hari ini?"

"Ada." Aku menunjukkan buku tulis yang berisikan coretan berbagai angka.

Segera kau merasa ingin pingsan. "Anjim! Kenapa harus MTK??!!"

Kau mengeluarkan buku tulis untuk mata pelajaran matematika dan berkata, "Pinjam bukumu, dong!"

"Gak."

"Aish, pelit ah!"

Niatmu ingin meminjam buku teman lain, tapi tiba-tiba kau teringat sesuatu. "Bukannya aku habis libur sakit, ya? Sapa tau guru maklum ...."

"Kamu lupa siapa guru kita?"

" ... Papa Zola."

Jika itu Papa Zola, tentu saja bukannya dimaklumi, tapi kena cipratan ludahnya.

Memikirkan ini, kau sekali lagi meminta bantuan. "Arbi, plis pinjam 'bentar. Liat soal aja! Aku janji!"

Karena merasa kasihan, akhirnya aku menyerahkan buku tulisku. "Ingat, hanya soal."

"Okeh!"

.

.

.

Di waktu istirahat, kau hendak pergi ke kantin, namun diurungkan setelah mendengar kata-kata temanmu.

"Hei, [Name]! Kudengar kakakmu akan ada tanding bola sore ini!"

" ... Tanding bola? Kakakku siapa?" Kau tidak pernah mendengar hal ini sebelumnya dari semua kakakmu, jadi tentu saja kau terkejut.

"Kak Blaze, Thorn, dan Solar."

Dengan kaku, kau menggelengkan kepala. Kau benar-benar tidak tahu hal itu dari ketiga kakakmu yang disebutkan. Jadi, alih-alih pergi ke kantin, kau berlari ke kelas sebelah.

"Solar!" teriakmu ke dalam kelas. Sayangnya, bukan Solar yang datang, tetapi anak lain.

"Kalau kamu cari Solar, dia lagi ada di ruang guru."

Akhirnya, kau menuju ke kelas yang lain.

"Thorn!"

Untungnya, kali ini Thorn ada di kelas. Mendengar panggilanmu, Thorn meletakkan tanaman kaktus di atas meja dan segera menghampirimu. "Ada apa, [Name]?"

"Katanya kamu ikut tanding bola? Kapan? Bagaimana? Mengapa?" Dengan cepat kau melontarkan pertanyaan tanpa menunggu tanggapannya.

Setelah yakin kau tidak lagi bertanya, Thorn menjawab, "Aslinya, aku gak ikut, cuma Kak Blaze sama Solar aja. Tapi karna jumlah timnya kurang, jadi aku dipaksa ikut deh."

Oh, benar. Thorn bukan tipe orang yang suka olahraga, hampir mirip dengan Ice. Kakakmu yang hobinya menanam kaktus ini lebih suka berkeringat karena membajak sawah daripada berkeringat karena bertanding bola. Andaipun ia ikut serta, itu pasti karena dipaksa Blaze; bagaimanapun kakak keempatmu memang orang yang suka memaksakan sesuatu.

Tapi, bukan masalah ini yang kau ingin tahu.

"Kenapa aku nggak di kasih tau?"

Dengan polosnya, Thorn menjawab, "Kamu kan gak suka tahu, jadi aku kasih tempe."

" .... "

Menjitak kepala Thorn dosa nggak ya?

•••
Fakta delapan bersaudara:
Solar kelas 10-A, [Name] kelas 10-B, Thorn kelas 10-C, Ice kelas 11-A, dan Blaze kelas 12-C; Gempa kuliah jurusan Farmasi, Taufan jurusan Seni Musik, dan Halilintar jurusan Manajemen Keuangan.

My Dear Brothers || F/M! ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang