27. Marah

335 50 8
                                    

Arbi: Yeay, I'm comeback setelah libur sebulan~~
•••

Kau membantu menahan kursi yang dipijaki Taufan saat kakak keduamu itu sedang memasang lampu emergency cadangan yang disiapkan dalam kondisi lampu pecah seperti sekarang.

Di sisi lain, Thorn sedang membersihkan pecahan yang berserakan di lantai dan meja bersama Ice yang terlihat sangat malas melakukannya.

Blaze duduk menyendiri di kursi, seakan meminta yang lain untuk tidak mengganggunya yang sedang kesal.

"Solar! Bagaimana dengan Kak Gempa?" Suara Thorn berhasil menyita perhatianmu, sehingga kau menoleh dan melihat sosok Solar yang berjalan menuruni tangga menuju ke arah kalian berkumpul.

Kau menyadari emosi Solar yang tampak berbeda dari sebelumnya. Saudaramu yang berbeda tiga bulan darimu itu sepertinya sedang marah, namun berusaha untuk tidak menunjukkannya di permukaan.

Apa yang terjadi? Kau bertanya-tanya dalam hati, ingin tahu hal apa yang bisa membuat saudaramu itu marah.

"Kenapa kamu nanya kondisi Kak Gempa? Bukannya yang dikhawatirkan itu Kak Hali?" Alih-alih menjawab, Solar balik bertanya dengan nada ketus seraya menjatuhkan dirinya di atas kursi.

"Yah, aku takut Kak Gempa terlalu marah sampai-sampai mengubur Kak Hali ke dalam tanah." Thorn pun menjawab dengan polos.

"Hmph!" Solar hanya mengeluarkan napas kasar dari hidungnya sebagai balasan.

Ice menatap pecahan kaca yang terkumpul di pengki dengan linglung, kemudian berkata dengan suara rendah, "Kak Hali marah … Kak Gempa marah … Blaze marah … Solar marah … Kenapa semua marah?"

Thorn yang berada di dekatnya pun memiliki wajah bingung. "Hah? Solar juga marah?"

Solar tidak menjawabnya.

"Dipikir-pikir lagi … " kau tiba-tiba berkata, "rasanya ada yang aneh. Mengapa empat saudara marah disaat yang bersamaan?"

"Mungkin ini hari 'kemarahan'," celetuk Taufan yang selesai memasang lampu baru.

"Hari kemarahan?" tanya Thorn heran.

"Ya. Kalo ada 'hari kebalikan' yang buat Spombob nyamar dadakan jadi si Cumi-cumi Hidung Besar, seharusnya ada dong 'hari kemarahan' yang buat semua orang jadi marah!" jelas Taufan dengan seringai jahil di bibirnya.

"Oh~" Dan Thorn dengan polosnya mempercayai itu. "Jadi, karena sekarang 'hari kemarahan', kita harus marah!" Ia pun segera memasang wajah marah yang dibuat-buat. "Aku marah!"

Alih-alih terlihat menyeramkan karena marah, justru wajahnya terlihat lucu yang mengundang gelak tawa dari si biang keladinya.

Taufan tertawa terjungkal dan hampir jatuh dari kursi ー beruntung kau segera menahannya.

"Kak Taufan, turun dulu dari kursi baru ketawa." Kau mengeluh dengan kesal karena tawa Taufan yang terus berlanjut.

"Nah, [Name] juga marah nih?" ledek Taufan melihat kerutan dahimu.

Kau menatapnya datar, kemudian melepaskan tangan yang menahan tubuh saudaramu. Alhasil, Taufan jatuh dengan pantat mendarat di lantai lebih dulu.

"Ah, maaf, Kak. Aku saking marahnya sampai sengaja melepas tanganku," balasmu dengan cuek.

"Aih." Taufan mengusap pantatnya yang sakit, kemudian ia mendengkus kasar setelah mendengar ucapanmu. "Oh, aku juga marah jadinya!"

Thorn pun bergegas mendekati kalian berdua. "Aku juga sangat marah!"

"Alu lebih marah!"

"Aku yang jauh lebih marah!"

"Aku lebih lebih lebih marah lagi!"

"Aku yang lebih lebih lebih lebih lebih dikali lima puluh kali marahnya!"

"Aku lebih lebih lebih dikali seratus kali marahー"

"Hahahaha!" Suara tawa tiba-tiba memotong perdebatan kekanak-kanakan kalian. Serempak kalian menoleh ke sumber suara, di mana sosok Blaze yang duduk di sudut ruangan entah sejak kapan memperhatikan ke arah kalian dan tertawa terbahak-bahak.

Di sisi lain, tubuh Solar tampak gemetar dengan tangan menutup mulutnya, berusaha untuk tidak melepaskan tawa yang ditahannya.

Blaze segera bangkit dan berseru, "Yang lebih marah itu aku! Kemarahanku itu seribu kali lebih banyak dari kamu semua!"

Tampaknya Solar tidak mau kalah. "Aku lebih marah. Nilai kemarahanku adalah seratus akar sepuluh ribu, tau!"

"Hah? Berapa tuh?"

"Hitung sendiri."

Thorn lagi-lagi masuk ke dalam obrolan. "Kemarahanku setinggi menara Pisa!"

Dan Blaze dengan mudahnya tersulut emosi persaingan. "Kemarahanku sebesar Piramida!"

Awalnya Solar tidak ingin melanjutkan, tapi egonya mengatakan untuk tidak kalah dari mereka. "Hmph! Kemarahanku sebesar planet Jupiter."

Melihat mereka yang berdebat seperti anak-anak, kau dan Taufan saling menatap dengan senyum di wajah masing-masing.

Baguslah, tidak marah lagi.

Kau menatap mereka bertiga dan kemudian menyadari ada yang hilang.

Di mana Ice?

Matamu melirik ke belakang, di mana sosok saudara beruang kutub itu sedang berbaring di sofa lebar di ruang keluarga.

Ternyata sedang tidur.

•••
Fakta delapan bersaudara:
Mereka memiliki gudang penyimpanan yang menyimpan banyak lampu cadangan ー karena sudah banyak kali mati lampu mendadak disertai lampu pecah.

My Dear Brothers || F/M! ReaderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang