BAB 18

3.9K 315 2
                                    

[Kepada Raja Jaron dari Brigham]

[Aku tidak akan memulai surat ini dengan basa-basi tidak penting, karena yang akan aku sampaikan ini punya dampak besar bagi hubungan kerajaan kita. Ini tentang Scania, seorang anak perempuan dari tukang masak di istanaku, yang entah kenapa begitu dicintai oleh putramu].

[Kami tidak sengaja menemukan sebuah buku dengan stampel resmi kerajaanmu di balik sampul depannya, di dalam kamar gadis itu. Kali ini aku tidak akan meremehkan level keamanan prajurit istanamu, Jaron. Dan memang itu yang membuatku heran, mengapa ia bisa memiliki buku itu? Aku yakin tidak sembarangan orang bisa masuk ke istanamu, apalagi perpustakaanmu]. 

[Aku khawatir ia menggunakan sihir atau semacamnya, tapi percayalah aku telah menggunakan kebijaksanaanku sebagai raja yang adil. Aku telah memberinya kesempatan untuk pergi mengembalikan buku itu ke istanamu, tapi ia tak pernah kembali. Terakhir kali aku dengar dari ibunya sendiri, gadis itu melarikan diri diam-diam. Aku tidak menyangka hal itu akan terjadi. Aku tidak bisa menyembunyikan semua ini lebih lama, karena kau juga berhak untuk tahu].

[Aku harap putramu bisa segera melupakan gadis itu, atas semua yang telah terjadi].

[Aku merasa bersalah karena tidak langsung menghukumnya pada waktu itu. Aku berharap kejadian ini tidak merusak niat baik untuk persatuan dua kerajaan ini].

[Raja Alistair dari Heloise].

"T-tidak mungkin," gumam Milo tak percaya. Mulutnya menganga lebar dan napasnya mulai berubah menjadi tak beraturan.

Raja dan Ratu Brigham terlihat sangat sedih.

"Lupakan dia, Milo," tegur Raja Brigham. "Bukankah surat ini telah menjawab semuanya?"

Milo tiba-tiba berbalik badan dan meletakkan nampan berisi makanan yang dibawakan oleh orangtuanya di atas meja begitu saja. Setelah itu, ia segera mengambil jubah resmi kerajaan. Ia lalu melesat menghampiri pintu kamarnya, namun sebelum ia membukanya, Ratu segera menarik tangan putranya. Ia menatap putranya dengan marah.

"Mau ke mana kau? Kami berdua belum selesai bicara, Milo!" tegur sang Ratu dengan mata terbelalak.

Milo mendengkus. "Tentu saja mencari Scania," jawabnya santai. 

"Jelas-jelas ia kabur karena takut ketahuan menggunakan sihir," balas Raja Brigham. "Sihir adalah sesuatu yang terlarang di mana pun!"

Milo mengangkat dagunya, dan balas menatap ayahnya sendiri dengan penuh keberanian. "Scania bukan seorang penyihir, Ayah. Berapa kali harus aku katakan?" bantahnya. "Dia pasti akan mengembalikan buku itu ke sini. Mungkin saja ia tersesat di luar sana. Mungkin saja ia membutuhkanku." Ia lalu kembali mencoba membuka pintu kamarnya.

Raja Brigham menangkis tangan Milo, dan kembali membentaknya. "Apakah kau akan membiarkanku, seorang Raja, ditertawai semua orang karena putranya, Pangeran Brigham, justru mengemis cinta pada seorang penyihir busuk?!" gertaknya dengan suara menggelegar. Bahkan jendela kamar seolah nyaris pecah karena getaran suara yang sangat keras itu.

Milo menelan ludahnya. Ia sangat jarang berada pada situasi semacam itu. Sebagai seorang anak tunggal, Milo hampir tidak pernah dimarahi. Terakhir kali ia mendengar ayahnya meraung seperti itu adalah ketika ia hendak berburu beruang sendirian, dan ayahnya mencegahnya. Milo lalu berpikir keras untuk mencari cara agar kedua orang tuanya bisa memahami kebenaran yang sesungguhnya.

"Mengapa Scania bisa memiliki buku dari perpustakaan kita?" tanyanya. "Karena memang aku yang memberikannya!"

"Ya ampun! Gadis penyihir itu telah menjadikanmu sebagai alat untuk memata-matai istana ini!" pekik Raja Brigham.

Milo memicingkan matanya. "Tolong, Yang Mulia. Berhentilah menyebut Scania dengan penyihir!"

"Milo, jangan mendebat ayahmu lagi. Ini sudah kelewat batas," bujuk Ratu Brigham lembut. "Lupakan gadis itu."

Milo tidak mau menuruti perintah ibunya. Ia malah memalingkan wajahnya, dan segera melangkah ke arah pintu. Namun, begitu ia membuka pintu, kedua matanya langsung terbelalak. Di balik pintu ternyata telah berkumpul begitu banyak pengawal dengan pedang dan perisai di tangan mereka.

"Wow," gumam Milo. Ia kembali menatap kedua orang tuanya. "Apa maksudnya semua ini?" 

Raja Brigham menatapnya dengan serius. "Mulai sekarang, kau adalah tahanan dalam istana ini," ketusnya. Ia lalu mengamati seluruh pengawal berbaju besi. "Kalian para pengawal tidak boleh membiarkan pangeran pergi. Ini perintah dari Raja Brigham, penguasa tertinggi di kerajaan ini!"

Milo terlihat tidak senang. Ia hanya bisa terdiam melihat kedua orang tuanya pergi begitu saja meninggalkan kamarnya. Ia segera menutup pintu, dan menghela napas dengan kekecewaan yang teramat mendalam.

****

Konrad berdiri dengan satu kakinya sambil mengamati Raja Brigham yang sejak tadi terus menerus mengeluh tanpa berhenti sedetik pun. Ruangan utama istana yang biasanya tenang kini berubah menjadi ramai. Raja Brigham sangat gelisah saat itu.

"Bodohnya diriku!" rutuk sang Raja. Ia memaki dinding dan kusen jendela atas kebodohan yang dituduhkan pada dirinya sendiri. "Aku mulai meragukan pernikahan politik ini. Semua ini justru membuat putraku terkena masalah. Ia tersihir oleh perempuan asing!"

Konrad sebenarnya dalam hati tersenyum senang mendengar keluh kesah sang Raja. Ia rupanya tidak perlu melakukan apapun untuk mencegah pernikahan pangeran terjadi. Seluruh dunia seolah-olah mendukung rencana rahasianya untuk menyatukan Kerajaan Brigham dan Kerajaan Wolfgang, lewat pernikahan Milo dan Garnett, putri Konrad. Kesabarannya cukup memberikan hasil yang baik untuk mendukung tujuannya.

"Aku setuju denganmu, Yang Mulia," ucap Konrad. Ia mengangguk dengan semangat. "Aku juga tidak ingin pangeran mendapat masalah yang lebih besar jika pernikahan itu terus dilanjutkan."

"Tapi, Konrad," bantah Raja Brigham. "Aku sangat menginginkan persatuan Kerajaan Brigham dan Heloise," keluhnya.

Konrad terlihat tidak senang, tetapi ia tetap menampilkan senyuman terbaiknya.

"Aku sudah tidak sabar lagi menyimpan kecemasan ini. Sebagai seorang raja, tentu saja aku ingin generasi penerusku dapat melanjutkan kepemerintahan lebih baik dariku," jelasnya. "Apakah cita-citaku itu salah?"

Konrad menghela napas dengan sangat pelan. "Tidak, Yang Mulia tentu saja selalu benar."

"Tapi aku benar-benar bingung sekarang," balas Raja Brigham. 

"Yang Mulia," sahut Konrad kemudian. Tiba-tiba ia tersenyum licik. "Apakah Yang Mulia begitu yakin bahwa Raja Heloise menginginkan hal yang sama denganmu?"

Raja Brigham memicingkan matanya. "Apa maksud ucapanmu? Tentu saja ia juga menginginkan persatuan dua kerajaan kami."

Konrad mengangkat dagunya. "Aku meragukannya, Yang Mulia. Maaf jika aku lancang, namun jika dua kerajaan hebat ini bersatu, apakah Raja Heloise bisa menerima jika pangeranmu yang akan menjadi raja berikutnya, dan melengserkan posisinya? Apakah Yang Mulia sudah memikirkan hal itu sebelumnya?"

Ekspresi Raja Brigham yang kebingungan berubah total menjadi penuh rasa benci dan amarah. "Kau benar, Konrad. Betapa beruntungnya aku memiliki penasihat kerajaan yang sangat pintar seperti dirimu."

Konrad mengangguk. "Raja Heloise sepertinya ingin mempermainkan niat baikmu, Yang Mulia. Tidak salah lagi."

****

The Unwanted Princess [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang