Milo menghajar bagian ulu hati lawannya dengan lututnya sekuat mungkin. Pengawal itu spontan terjatuh dan kepalanya membentur bebatuan yang tertancap di tanah. Ia pingsan seketika.
Milo segera melucuti seluruh baju besi milik pengawal yang terkapar, lalu ia memakainya untuk dirinya sendiri untuk berjaga-jaga. Kini dengan baju besi lengkap, ia menarik tubuh lelaki yang pingsan itu dan menyembunyikannya di balik semak belukar. Setelah itu, Milo membuka paksa pintu kereta kuda.
"Scania!" panggil Milo begitu ia melihat kenyataan bahwa Scania benar-benar ada di dalam sana. Persis sesuai apa yang ia duga. Milo segera membuka topeng besinya. "Ini aku!"
Scania, yang sedang ketakutan berada dalam kereta kuda dengan kedua tangan terikat, terkejut dengan sosok yang hadir di hadapannya. "Oh, mengapa kau ... mengapa kau ada di sini?" Ia bingung sekaligus cemas. Ia tidak tahu harus senang atau cemas dengan keberadaan Milo di sisinya. "Mereka berbahaya."
Milo tidak mengulur waktu lagi dan mencoba membuka ikatan pada tangan Scania yang telah menimbulkan bekas kemerahan. "Aku yang seharusnya bertanya. Mengapa kau bisa ada di sini?" Milo menatap Scania dalam-dalam.
"Aku tidak tahu." Scania menggigit bibirnya. Ia bingung harus menceritakan semuanya dari mana. "Aku juga tidak menginginkan ini."
Belum sempat Milo berbicara lagi, tiba-tiba seorang pengawal lain datang dengan membawa banyak kantung air. Milo segera memakai pelindung kepala dan topeng besi yang sebelumnya ia lepaskan. Ia kemudian keluar dari kereta kuda, dan mulai memeriksa roda-roda di kanan dan kirinya seolah sangat peduli pada keadaan kereta kuda itu.
Pengawal yang baru saja datang itu diam saja sambil melihat ke arah Milo. Situasi menjadi canggung, terutama ketika ia mulai menerbangkan seekor burung pengirim pesan, seolah-olah ia ingin memberi tahu pada kelompoknya bahwa ada yang tidak beres di sana. Milo mulai bersiap apabila pengawal Wolfgang itu hendak menyerangnya. Mungkin penyamaranku ketahuan, pikir Milo. Tapi ia masih mengurungkannya untuk bertanding satu lawan satu mengingat tidak akan pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi setelah burung itu terbang jauh.
Benar saja. Beberapa saat setelah burung itu mengepakkan sayapnya dan melesat jauh, beberapa ekor kuda datang bersama para penunggangnya. "Ada apa memanggil?" tanya salah seorang penunggang kuda yang ada di barisan paling depan.
Milo diam-diam tercengang dan langsung memegangi pedangnya kuat-kuat.
"Kuda ini tidak bisa melanjutkan perjalanan," jawab pengawal yang tadi menerbangkan seekor burung.
Milo menghela napas lega. Mereka semua ternyata datang bukan untuk menyerang. Sejauh ini, pihak musuh sama sekali tidak mengetahui siapa sosok yang ada di balik topeng besi itu. Mau tidak mau, Milo terpaksa melanjutkan penyamarannya dan berusaha untuk selalu berada di dekat Scania. Mereka semua akhirnya melanjutkan perjalanan untuk masuk ke daerah hutan terlarang yang lebih dalam dan gelap.
****
Pada sore harinya, Raja Brigham menatap jendela besar di hadapannya dengan kening terlipat-lipat. Ia terlihat lesu sekaligus cemas pada sore hari itu. Kudapan hangat di meja kecil bahkan tidak menggugah seleranya sama sekali. Ia sibuk memikirkan satu hal yang tidak bisa ia abaikan sejak kemarin.
Lalu terdengar derap langkah yang pelan-pelan mendekatinya dari belakang.
"Lapor, Yang Mulia." Konrad membungkuk untuk memberi hormat. "Pangeran belum juga ditemukan."
Raja Brigham tertegun mendengarnya. Ia bahkan tidak menoleh sama sekali. Raganya mungkin ada di istana, namun jiwanya tidak.
"Seluruh prajurit kita telah mencarinya di berbagai tempat, namun belum juga berhasil mendapat tanda-tanda keberadaannya," lanjut Konrad.
Kali ini Raja Brigham menggebrak meja. "Tetap lanjutkan pencarian," geramnya. "Dan." Ia akhirnya menoleh pada Konrad di belakangnya. "Tidak ada musuh yang boleh tahu soal ini, karena akan membahayakan Milo. Ia adalah penerusku. Kelanjutan kejayaan kerajaan ini bergantung padanya."
Putra mahkota tidak boleh terluka.
"Baik, Yang Mulia." Konrad mundur beberapa langkah perlahan, lalu menutup pintu.
****
Malam pun tiba. Kali ini api di perapian perkumpulan Wolfgang menyala tak lagi dalam sunyi, melainkan berbaur dengan riuh kegembiraan dari gelak tawa para pria berjubah yang baru saja mendengar sebuah kabar baik. Sampai suatu ketika, seseorang di antara mereka baru saja datang dengan langkah yang nyaris tak terdengar karena tertutup ricuhnya sorak sorai di ruangan itu.
Konrad, yang baru saja tiba di sana, menyapukan pandangan ke sekelilingnya dengan malas. "Apa yang terjadi di sini?" tanya Konrad pada pria berjubah di sebelahnya.
"Kau tidak tahu? Oh, aku lupa, kau terlalu sibuk dengan hidupmu yang bergelimang kekayaan di istana," sindir pria berjubah itu dengan suara serak. Ia lalu berbisik sambil mendekatkan wajahnya ke telinga Konrad. "Putri Heloise kini ada di tangan kita, Konrad."
Konrad terbelalak. Ia menelan ludahnya dan menahan napas sejenak.
"Dan," lanjut pria di sampingnya. "Pangeran Brigham tidak akan menemukan gadis itu di mana pun. Penyatuan Kerajaan Brigham dan Heloise tidak akan terjadi. Tidak akan pernah."
Konrad semakin cemberut dibuatnya.
"Itu berarti," bisik pria itu lagi. "Kita masih punya harapan untuk bersatu lagi dengan Brig--"
"Cukup!" Konrad tampak tertekan mendengar ocehan itu.
Sepertinya Konrad berbicara terlalu keras, sehingga suara tepuk tangan tiba-tiba lenyap berganti keheningan seperti biasanya. Terlihat tatapan mencekam dari banyak mata yang tersembunyi di balik tudung jubah para pria di ruangan itu. Semuanya secara bersamaan mengawasi Konrad, si sumber suara, yang baru saja memecah konsentrasi mereka.
"Konrad," ucap Ratu Wolfgang sambil menatap putranya dengan tajam. "Kau tidak terlihat senang malam ini."
Drake diam-diam melirik ke arah Konrad dengan penasaran. Tadinya ia pikir, ia adalah satu-satunya orang yang bersedih ketika mendengar kabar ini. Alasan kesedihannya tentu saja karena itu berarti Garnett, wanita yang ia cintai, akan segera dinikahkan dengan cara apapun pada Pangeran Brigham. Maka cintanya sudah pasti kandas seketika. Namun, kini tampaknya Konrad juga tidak cukup senang. Drake jadi bertanya-tanya tentang apa yang sedang dicemaskan oleh Konrad dengan kabar gembira sebesar ini.
Konrad sepertinya tidak sanggup lagi memendam isi pikirannya, walaupun ia tahu bahwa sebentar lagi ia akan merusak suasana. "Putra Mahkota Brigham telah menghilang."
Raut wajah Ratu Wolfgang berubah drastis. Ia tampak tegang dan murka. Begitu pun dengan seluruh pria berjubah yang ada di sana, mereka terpaku pada kata-kata terakhir Konrad. Salah satu dari pria berjubah itu bahkan dengan tergesa-gesa menghampiri Konrad dan menarik jubah Konrad di bagian leher depan.
"Apa kau sadar dengan ucapanmu?!"
Konrad tidak melawan sama sekali. Dengan pembawaannya yang tetap tenang, ia hanya menatap lurus ke depan.
"Kenyataannya." Konrad menatapnya tajam. "Jika pangeran tidak segera ditemukan, maka keberadaan Putri Heloise di sini akan menjadi sia-sia."
****
KAMU SEDANG MEMBACA
The Unwanted Princess [TAMAT]
Fantasy[SEASON 1 & 2] [AWAS PENASARAN!!! SEKALI BACA SULIT BERHENTI] #1 - PRINCESS (25/11/2023) #1 - KING (31/05/2022) #1 - POLITIK (17/07/2022) #1 - DONGENG (25/12/2022) #2 - RAJA (15/12/2023) #2 - PETUALANGAN (30/11/2023) #2 - PUTRI (6/11/2023) #2 - ROMA...