BAB 29

2.1K 193 6
                                    

Milo berlari menuruni tangga. Ia begitu tergesa-gesa sampai beberapa kali terpeleset saat melewati anak tangga yang berbelok. Ia sangat mencemaskan Scania di dalam penjara, dan takut melewatkan sesuatu yang penting. Ketika sudah sampai di depan jeruji besi yang ia tuju, ia segera memanggil Scania dalam kegelapan, "Scania, apa kau masih di sini? Scania, bisa kau jawab aku?"

Scania kemudian terbangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan mata selama beberapa saat, lalu bangun menuju asal suara yang ia kenali. Ada rasa senang yang muncul tiap kali ia tahu ada Milo di dekatnya. "Tentu saja Yang Mulia. Memangnya apa yang terjadi?"

Milo mengatur napasnya yang masih berlomba. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya ... Hmm ... Kenapa kau tidak katakan saja kalau ingin keluar dari sini? Aku jamin aku bisa membantumu." Ia kembali teringat ucapan Konrad barusan.

Scania mendekati jeruji. "Tidak," jawabnya. "Aku akan berada di sini sampai permasalahannya selesai."

Sudah kuduga Scania tidak berminat untuk kabur. Kenapa Konrad harus berbohong? Dari mana ia sebenarnya tadi?

Scania berusaha untuk tetap kuat. "Aku yakin suatu hari nanti aku bisa keluar dari sini, tapi bukan sekarang." Ia tertawa pelan, seolah menunjukkan bahwa ia sungguh tak mempermasalahkan statusnya sebagai tahanan. "Aku akan menunggunya dengan sabar."

Milo tertegun, tak kuasa membalas perkataan Scania yang terdengar sangat optimis itu. "Bagaimana jika," ujar Milo terbata-bata. Ia tak sanggup mengatakan pada Scania bahwa sebenarnya gadis itu tidak akan bisa keluar dari dalam sana hidup-hidup, kecuali jika Milo menikahi Martha. "Jika aku menikahi Martha, apa kau akan mencegahku?"

Scania merasa jantungnya baru saja terpanah, begitu sakit dan perih. "A-Aku? Mencegahmu?" 

"Ya, Scania. Apa kau sedih mendengar kabar itu?" Milo berharap. "Jika itu membuatmu sedih, aku akan membatalkannya, Scania." Ia meraih tangan Scania. "Aku tidak sanggup lagi dengan semua ini. Untuk yang kesekian kalinya, aku harap kau mau menerima ajakanku. Kita pergi dari sini. Berdua." tawar Milo dengan penuh harap.

Scania tidak bisa menarik tangannya yang terlanjur dicengkram kuat oleh Milo. Ia menangis, tak kuasa menutupi perasaannya setelah mendengar kabar pernikahan Milo. Ia tak menyangka rasanya bisa sangat menyakitkan. "S-Selamat, ya."

Milo tampak gusar. Wajahnya pucat pasi. Kedua tangannya mulai gemetar. Ia tahu, hanya ada dua cara untuk menyelamatkan Scania dari hukuman mati: menikahi martha atau melarikan diri bersama. Milo memilih yang kedua, sedangkan Scania justru yang pertama. Yang lebih menyakitkan lagi adalah ketika ia menyadari bahwa pernikahannya dengan Martha akan berdampak lebih baik bagi kelangsungan hidup Scania di kemudian hari. Scania tidak akan menjadi buronan lagi, ia pasti akan lebih bahagia. Dan, bukankah jika Scania bahagia, maka aku juga akan ikut bahagia karenanya?

"Jangan pikirkan aku lagi," larang Scania pelan. Ia bersyukur kondisi ruangan itu sangat gelap, sehingga bulir-bulir air mata yang jatuh membasahi pipinya tidak terlalu terlihat. "Terima kasih sudah mau jadi temanku selama ini."

Milo menggigit bibirnya. Ia melepaskan  genggamannya dari tangan Scania, dan tanpa sadar menjatuhkan dirinya dalam posisi berlutut menyentuh lantai yang dingin menusuk. Milo berteriak, campuran antara kesedihan dan kemarahan pada dirinya sendiri karena tidak bisa melakukan yang terbaik. 

Karena raungan Milo menggema hampir di seluruh tembok ruangan bawah tanah, pengawal yang sedang tidur jadi terbangun. Milo yang mendengar derap langkah kaki mereka akhirnya memutuskan untuk berlari meninggalkan ruang bawah tanah, tentunya dengan perasaan teriris. Scania menang lagi, Milo membatin. Sejak dulu ia selalu memenangkan perdebatan denganku, bahkan untuk alasan mengapa kita berdua harus berpisah.

****

Hari yang sudah ditentukan akhirnya tiba. Raja Brigham mengadakan jamuan balasan untuk Heloise, sekaligus untuk mempererat hubungan dua kerajaan yang sempat berseteru. Semua dekorasi di Istana Brigham telah dipersiapkan dengan baik, juga macam-macam hidangan telah matang dan siap untuk disantap. Semuanya berpakaian dengan pakaian formal kerajaan demi menyambut kehadiran para tamu.

Milo sempat menyampaikan permohonannya pada sang ayah, agar Scania diperbolehkan untuk ikut pesta persahabatan, karena Scania juga dulunya termasuk penghuni Istana Heloise. Diam-diam, Milo juga merasa kasihan pada Scania karena ia pasti sudah lama tidak bertemu dengan ibunya. Awalnya raja tak yakin dengan usulan itu, namun karena Milo mengatakan bahwa gadis itu pintar mendongeng, mungkin ia bisa menghibur seluruh tamu undangan nanti. Ditambah lagi, Raja dan Ratu Brigham sudan kepalang senang karena Milo kini bersedia dinikahkan dengan Martha. Raja Brigham lama kelamaan mulai membuka hatinya atas usulan itu.

"Baiklah," kata Raja Brigham setuju. Kemudian ia menoleh pada jejeran pelayan. "Pelayan! Tolong persiapkan tahanan itu untuk mendongeng di acara utama nanti. Beri dia pakaian yang pantas."

Milo bergegas mengikuti langkah pelayan-pelayan itu ke ruang bawah tanah, namun langkahnya terhenti karena lengannya mendadak ditarik oleh Raja Brigham. "Bukankah kau sebaiknya ikut menyambut calon istrimu di gerbang istana?"

Milo tersenyum kecut. "Oh, benar! Aku memang akan ke sana sekarang." Milo buru-buru berjalan ke arah yang sebaliknya.

Beberapa saat kemudian, rombongan dari Kerajaan Heloise tiba. Milo beserta para pengawal berbaris di sepanjang rerumputan Istana Brigham, sementara Raja dan Ratu tetap berada di singgasana dalam istana. Adanya sosok pangeran di pekarangan istana cukup kuat untuk menarik perhatian Martha yang tengah melamun karena bosan dalam kereta kuda.

"Apa kau lihat itu?" bisik Martha sambil sibuk bercermin. "Pangeran Brigham sampai repot-repot menungguku di gerbang istana!"

Para pelayan wanita yang duduk mengapitnya mengangguk setuju. "Pangeran sepertinya benar-benar merindukanmu, Yang Mulia."

"Benar, Yang Mulia. Pengaruh sihir Scania sepertinya melemah," timpal yang lain. "Saat ini, kecantikanmu lebih kuat daripada sihir itu, Yang Mulia."

Martha mengangkat dagunya dengan bangga, lalu mengibaskan poni rambutnya. "Oh, jelas!" 

Setelah tidak ada lagi yang tertinggal di luar gerbang, seluruh kereta kuda akhirnya berhenti. Raja dan Ratu Heloise dipersilakan masuk oleh Milo dengan sangat sopan, diikuti Martha yang sangat percaya diri melangkah di belakang orang tuanya karena merasa diperhatikan oleh Pangeran Brigham yang terpesona padanya. Milo dan seluruh jajaran pengawal tetap berdiri sampai seluruh isi rombongan Kerajaan Heloise memasuki ruang utama Istana Brigham.

Milo menghela napas panjang. Hari ini sungguh hari yang cukup berat bagi kesehatan mentalku, keluhnya dalam hati. Baru saja ia hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba seorang pelayan wanita dari Heloise bertubuh gempal muncul di hadapannya sambil memberi hormat. Siapa dia? Milo memicingkan matanya, ia seperti pernah melihat pelayan itu sebelumnya.

"Y-Yang Mulia," ucapan pelayan itu terbata-bata. Wajahnya terlihat ketakutan dan kedua matanya sembab. "Aku Wren, ibu dari Scania."

****



The Unwanted Princess [TAMAT]Where stories live. Discover now