BAB 45

2K 180 1
                                    

Scania berlari mengejar angin di depannya. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana caranya ia bisa keluar menembus tembok perbatasan tanpa bantuan tangga. Ia ingat saat Elric memamerkan betapa tingginya tembok itu, bahkan berjinjit pun Scania tidak akan sampai ke lubang kunci yang ada di sisi paling atas.

Bahkan walaupun kunci itu ada di genggamannya, melewati tembok itu terasa mustahil.

Tapi, ia terus berlari. Ia tidak sekali pun memelankan kecepatannya. Ia juga tidak tahu cara terbaik untuk bertahan hidup saat itu selain berlari sekencang mungkin untuk mengaburkan bau badannya yang sepertinya mulai menarik perhatian para serigala yang berkeliaran dengan bebas.

Klan Wolfgang benar-benar memelihara mereka seperti anjing rumahan.

Beberapa kali Scania sempat tersandung dan jatuh tersungkur. Di sana begitu gelap, ia bahkan tidak bisa melihat apa yang ada di hadapannya. Ia buta arah dan hanya berusaha terus bergerak menjauhi suara-suara ranting patah yang mungkin saja telah terinjak oleh beberapa serigala yang berusaha mendekatinya. Tak ada siapa pun yang bisa menolongnya. Hanya ada ia dan para serigala kelaparan.

Tinggal menunggu waktu.

Scania nyaris berputus asa. Ia sadar kekuatannya melemah. Napasnya tersengal, jantungnya berlomba, dan kakinya terkilir karena beberapa kali tersandung. Ia tidak tahu sampai kapan tubuhnya bisa bertahan.

Scania akhirnya menabrak sesuatu yang sangat keras. Bukan dahan pohon kering, melainkan bebatuan yang tersusun. Scania terjungkal di atas rumput dan berusaha untuk tetap berpikir.

Ini temboknya!

Sekarang bagaimana?

"Oh, kuncinya!!!"

Scania tiba-tiba menyadari bahwa ia sempat melepaskan genggaman tangannya sehingga kunci yang ia pegang sejak tadi terlempar jauh.

Kali ini, para serigala menemukan makan malamnya.

Scania bergidik ngeri mendengar dengusan napas dari hewan bertaring itu. Ia berusaha menepis bayangan air liur yang menetes dari mulut para serigala agar pikirannya tidak terlalu kalut. Tembok perbatasan sudah ada di depan matanya. Tinggal selangkah lagi, maka ia tidak boleh menyerah.

Scania merangkak dengan susah payah. Kedua kakinya terlalu sakit untuk dipaksa menopang tubuhnya. Scania meraba rerumputan, mencari tanda-tanda keberadaan kunci itu.

Lalu, sesuatu yang ia takutkan akhirnya terjadi.

"AHHH, TIDAK!!!" pekik gadis itu setelah menahan rasa perih yang berasal dari punggungnya.

Seekor serigala baru saja menyerangnya saat ia merangkak mencari kunci yang terjatuh. Scania memejamkan matanya karena ketakutan. Satu detik, dua detik, namun sumber rasa sakitnya masih sama. Belum ada serangan kedua yang ia terima. Dan, ketika ia membuka matanya, ia mendengar suara seseorang yang ia kenal.

"Scania!"

"Scania apa kau di sana!"

"Scania!"

Scania membuka matanya. Ia yakin bahwa tadi itu suara Elric, tetapi ia tidak ada di hadapannya. Ia yakin suara itu bukan khayalan semata. Begitu jelas terdengar di telinganya.

Elric pasti ada di balik tembok.

Scania berusaha sedikit lagi dan akhirnya ia berhasil menggenggam kunci yang tergeletak di tanah.

Aku butuh tangga!

Scania baru saja akan berdiri, namun seseorang tiba-tiba memegang tangannya.

"Siapa kau?! Kembalikan kunci itu!" geram Scania dengan napas yang tak beraturan.

Seseorang dengan jubah hitam tak dikenal, berdiri di hadapan Scania sambil membungkuk untuk merampas kunci yang Milo titipkan padanya. Scania terlalu lemah untuk menahan kepalan tangannya, sehingga kunci itu dapat dengan mudah berpindah tangan. Scania hanya bisa mendengus kesal sambil menahan rasa sakit yang menjalar di punggungnya.

Kehadiran seseorang di balik jubah itu membuat para serigala mundur perlahan-lahan dan tidak meneruskan serangan mereka. Sosok misterius itu tiba-tiba melempar kunci yang telah ia rebut dari Scania ke atas, melewati sisi tertinggi dari tembok perbatasan.

"K-Kenapa kau membuangnya?" tanya Scania pelan. Hanya itu kata-kata terakhir yang ia ucapkan, karena setelah itu kedua mata Scania terpejam sempurna.

****

Malam itu, Elric duduk termenung di luar rumahnya. Ia yakin, ia baru saja mendengar suara teriakan yang ia kenali. Ia berusaha menajamkan pendengarannya, bahkan sampai menahan deru napasnya sendiri, namun suara teriakan itu tidak muncul lagi.

Elric berlari mendekati tembok perbatasan. Ia berharap akan menemukan sesuatu di sana, sehingga ia terus menerus memanggil nama seseorang yang ia pikir membutuhkannya. Namun, tak ada jawaban selain lolongan serigala yang terdengar sayup-sayup dari kejauhan.

Elric menatap tembok itu dengan marah, rasa penasaran kini menguasainya, namun ia tidak bisa berbuat apapun untuk melihat apa yang ada di balik tembok.

Seharusnya aku punya kunci itu.

Tiba-tiba kepalanya terasa sakit, seperti ada sesuatu yang membentur kepalanya. Sepertinya ia baru saja kejatuhan batu kerikil. "Apa itu tadi?" Elric mengamati permukaan tanah.

Itu kuncinya.

Elric tercengang atas kebetulan yang ia alami. Semula ia pikir ia bermimpi, tapi begitu ia menggenggam kunci itu dan kembali mendengar lolongan serigala, ia jadi tersadar bahwa ia harus segera bertindak saat itu juga. Ia kemudian berlari menghampiri sebuah pohon paling tinggi yang ada di dekat tembok perbatasan, lalu memanjatnya. Dari sana, ia bisa memasukkan kunci itu ke dalam lubang dan memutarnya.

Dari mana datangnya kunci ini?

Setelah itu, Elric menuruni pohon dan melesat masuk ke dalam celah tembok menuju hutan terlarang. Ia berlari dan mencari sosok yang ia cari di antara kegelapan. Dan, akhirnya ia menemukan gadis itu tepat di hadapannya.

Scania kini terkapar di tanah dengan posisi telungkup dan terguyur air hujan. Elric sangat yakin teriakan yang ia dengar berasal dari sana. Tak ada siapapun selain gadis itu, bahkan lolongan serigala juga telah lenyap. Ia segera menggendong Scania dalam dekapannya dengan hati-hati, lalu menutup celah tembok dan mengamankan kunci itu di sakunya.

****

The Unwanted Princess [TAMAT]Where stories live. Discover now