BAB 1 - S2

1.2K 61 1
                                    

Pagi ini para utusan resmi dari seluruh anggota Dewan Aliansi Kerajaan mengadakan pertemuan awal tahun di Istana Kerajaan Potra

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Pagi ini para utusan resmi dari seluruh anggota Dewan Aliansi Kerajaan mengadakan pertemuan awal tahun di Istana Kerajaan Potra. Konrad pada saat itu sangat berharap tidak ada yang memperhatikan kantung matanya. Ia akhir-akhir ini sering begadang meratapi keluarga dan kerabatnya yang sudah tenggelam. Ia sendiri tidak menyangka begitu Elric menginjakkan kaki di istana, semua hal jadi tidak terkontrol olehnya. Ia terlambat kembali ke istana, dan semuanya jadi sia-sia. Satu-satunya hal yang tersisa kini tinggal penyamarannya, dan ia akan berjuang melanjutkan sandiwara jangka panjangnya.

Utusan kerajaan-kerajaan kecil lainnya saling membicarakan Kerajaan Brigham, yang baru-baru ini menjadi terkenal karena konfliknya dengan Bangsa Wolfgang.

"Aku juga bingung kenapa mereka membangun istana di perbatasan," sahut seseorang memecah keheningan.

"Seharusnya di pusat kota, kalau mau aman," timpal yang lainnya.

BRAKKK!

Terdengar suara pintu dibuka. Derap langkah kaki saling bersautan mendekat. Semua mata kini tertuju pada sosok itu.

"Karena..." Seorang wanita hamil besar tiba-tiba memasuki ruangan. Suasana riuh seketika berubah hening. "Karena semua orang, termasuk leluhur dari dua kerajaan itu sangat mencintai sungai biru, yang menjadi alasan mengapa dua kerajaan yang dilaluinya sangat makmur." Ia lalu duduk di satu kursi paling besar dari semua kursi yang mengelilingi sebuah meja bundar marmer. "Perkenalkan, aku Berenice. Aku utusan dari Kerajaan Potra, menggantikan Raja Pepin, suamiku sendiri, yang kini tengah beristirahat karena sakit."

Semua utusan membungkuk memberi hormat.

Lady Berenice tersenyum sambil memicingkan mata saat melihat Konrad di dekatnya. "Oh, aku ingat kau Tuan ... Maaf aku lupa namamu, tapi aku ingat wajahmu. Kau selalu di sisi Yang Mulia Raja Brigham."

Para utusan kerajaan lain terkejut mendengarnya. Mereka pikir Raja Brigham belum datang, ternyata memang tidak akan pernah datang. Raut wajah mereka diliputi rasa bersalah karena sejak tadi rupanya mereka membicarakan kerusuhan Brigham di depan Konrad, utusannya langsung.

Konrad tampak tenang dan tidak mempedulikan ejekan itu. Alih-alih ia justru hanya berfokus pada Lady Berenice yang menyapanya. "Seharusnya Grand Duke Eustace yang datang hari ini, tapi beliau tidak mau terlalu jauh dari istrinya yang sebentar lagi juga akan melahirkan."

"Yah, aku memaklumi Yang Mulia Raja. Tentu saja dirinya masih berduka atas kepergian pangeran," ucap Lady Berenice berbelasungkawa. "Bangsa Wolfgang telah mendapat karma yang pantas atas kebodohan mereka."

Mendengar kalimat terakhir itu, raut wajah Konrad yang tadinya tenang, berubah menjadi ketus. Emosinya mendadak tersulut, namun ia berusaha menutupinya. "Bangsa Wolfgang sebenarnya sangat pintar, hanya salah strategi sedikit. Sedikit saja," timpalnya.

"Sedikit namun fatal." Lady Berenice mengibas kipas bulu di tangannya. "Jujur aku sangat mengapresiasi masa kejayaan mendiang Raja Zemislav. Sewaktu beliau menjabat sebagai ketua Dewan Aliansi Kerajaan, ia bisa meyakinkan kerajaan lain untuk tidak memberikan pertolongan pada Bangsa Wolfgang dalam bentuk apapun. Setelah sekian lama mereka mencurangi orang-orang dengan serigala peliharaan mereka, akhirnya mereka bisa terblokir dari peradaban kita. Beliau begitu hebat sehingga aku, sebagai ketua Dewan Aliansi Kerajaan yang menjabat saat ini, harus lebih giat memutar otakku untuk mengungguli kehebatannya."

Konrad nyaris saja muntah mendengar kata-kata itu.

"Bukankah ketua saat ini adalah Raja Pepin?" selidik Konrad datar.

Lady Berenice tertawa getir. "Oh, memang iya. Sudah kubilang ia sedang sakit, dan ia m-e-m-i-l-i-h-k-u sebagai pengantinya," ucapnya dengan intonasi meninggi.

"Kau bicara seolah-olah Raja Pepin tidak akan pernah sembuh," ucap Konrad spontan.

Situasi berubah lebih canggung. Beberapa orang batuk karena salah tingkah.

"Maaf, Tuan Konrad," kata Lady Pepin tersenyum. "Aku tidak dengar barusan kau bilang apa. Bisa kau ulangi lagi? Lebih jelas?"

Konrad ikut terbatuk-batuk. "Cuacanya cerah."

"Oh, ya. Memang, sangat mendukung untuk memulai diskusi kita mengenai pemusnahan seluruh serigala yang tersisa. Demi efisiensi waktu, jangan sampai topik pembicaraan melebar ke hal-hal yang di luar konteks."

Konrad tertegun. Ia mulai merasa tidak enak badan. "Bukankah Bangsa Wolfgang sudah musnah? Jika mereka tidak ada, maka serigala-serigala itu hanya akan menjadi makhluk hidup biasa. Tidakkah itu akan mengganggu rantai makanan?"

"Oh, apa ucapanku barusan terdengar sangat jahat bagi kelestarian lingkungan?" pekik Lady Berenice. "Maaf sekali, tapi maksudku adalah ... kenapa seseorang bisa yakin sekali orang-orang itu sudah punah?"

Para utusan kerajaan lain mengangguk setuju bersamaan.

"Baiklah, aku rasa tidak ada salahnya berhati-hati. Semacam, sedia payung sebelum hujan!" pekik Lady Berenice ambisius. "Sebelum terlambat, dan kita akan jadi korban selanjutnya. Mungkin jika ada waktu luang, aku akan mencoba mengutarakan program kerjaku ini pada keluarga Kerajaan Brigham, karena mereka jauh lebih tahu tentang Bangsa Wolfgang daripada kita semua yang hadir di ruangan ini."

Konrad menghela napas panjang.

Tidak ada serigala, artinya tidak ada kekuatan.

Tidak ada kekuatan, artinya tidak ada masa depan.

****

Vote dan komentarnya yaaa! Biar aku semangat = update cepet.

The Unwanted Princess [TAMAT]Kde žijí příběhy. Začni objevovat